Aku berlari menuju ke Rumah Sakit.Dan yah Sudah setahun aku bekerja disini
Tapi karena semalam aku berpapasan sama teman lama ku kami jadi ngobrol nya sampe malam..aku nya jadi lupa kalau Besok ada kerja . Mungkin aku harus lebih berhati-hati setelah ini.
Aku sampai ke kaunter daftar diri dan namaku udah didaftarkan . Mungkin rekan kerja yang baik melakukannya untuk ku. Faktanya, nama ku juga dieja dengan benar. Hal ini jarang terjadi.
"Lissabelle!" Kepala departemen, Mba Hanim menelepon ku tetapi seperti biasa, dia pasti salah mengucapkan nama ku yang mudah disebut.
"Ya, ini aku!"
"Bisakah Anda melihat pasien di tempat tidur 12 B sebentar?"
"Apakah ada yang salah dengan dirinya, Mba?"
"Ya. Karena mungkin nanti sore dia akan keluar dari rumah sakit. Just follow-up aja. Bolehkah?"
Aku hanya mengangguk. Pasien 12B adalah seorang anak laki-laki berusia 16 tahun yang mengalami cedera saat bermain sepak bola. Jadi mungkin ada beberapa faktor lagi yang harus aku perhitungkan sebelum menyampaikan laporan tersebut ke dokter yang bertugas.
Aku menaruh semua barang pribadiku di loker kecuali ponselku. Aku memakai penutup kepala yang biasa dipakai perawat lalu berjalan menuju konter.
Sebagai perawat yang baru setahun bekerja, aku akui masih banyak hal yang belum aku kuasai. Bahkan aku sering menjadi sasaran ejekan kakak-kakak senior lain yang lebih berpengalaman. Tidak apa-apa, pengalaman adalah guru yang terbaik.
Di Rumah Sakit Kota ini,aku bekerja sebagai staf perawat secara teratur. Baru saja menyelesaikan studi, aku ditempatkan di rumah sakit ini dan bangsal yang aku rawat adalah lingkungan Putra Kejora. Alhamdulillah sejauh ini aku banyak belajar. yang berguna aja
"Lyssabelle, aku punya keripik ini untuk dijual. Apakah kamu ingin membelinya?" Mbs Salmi, salah satu perawat di sini, mempromosikan keripik yang dijual tetangganya di depan rumahnya. Selama ini aku belum menjadi pelanggannya, namun aku sering ditanya untuk membeli keripik tersebut.
"Keripik apa ya, mba? Aku tidak biasa makan yang seperti ini."
"Ya macam-macam Lyssabelle. Ada keripik kentang pedas haa, ada keripik pisang, ada keripik udang. Enak dikunyah sambil nonton TV."
"Aku bahkan tidak punya TV di rumah, mba. Bagaimana aku bisa menonton TV sambil makan keripik?"
"Sudahlah, Lyssabelle! Beli aja. Enak dimakan."
Aku memberinya senyuman. Sangat disayangkan untuk berpikir bahwa ini adalah upayanya untuk membujuk aku agar membeli keripik darinya. Banyak sekali jenis keripik yang dijualnya hingga aku bingung dengan jenis-jenis keripiknya.
"Apakah kamu punya keripik kentang talas? Sebenarnya aku juga sedang mencarinya
"Ubi ungu itu ya? Ooooohhhh!!!! Aku punya. Kenapa kamu tidak memberitahuku dari tadi kalau kamu ingin makan keripik?"
"Bagus kalau kamu punya. Berapa harga jualnya, mba?"
"Yang besar 1ribu. Yang kecil 5ratus. Ada lagi, 1 ribu untuk tiga. Bisa di mix and match. Mau yang mana?"
"Aku mau yang ketiganya seharga 1ribu. Yang satu talas, yang satu keripik ubi halus, dan yang satu lagi... hmm, ubi pedas enak juga. Ketiganya enak."
"Kapan Anda mau?"
Aduh, belum selesai? "Err,kapan pun Mba ingin membawanya."
"Nanti aku bawakan. Kamu sudah menyiapkan 1ribu. Eh, itu saja? Ayah dan ibumu tidak mau membelinya."
"Ayah dan ibuku sudah tiada, Mba..." kataku pelan padanya.
Mba Salmi terdiam sejenak. Bukan niatku untuk mempermalukannya tapi itulah faktanya. Mungkin dia terlalu antusias mempromosikan keripiknya hingga lupa akan kenyataan bahwa aku adalah seorang yatim piatu. Tapi aku juga tidak menyalahkannya.
"Maafkan aku, Lyssabelle. Aku lupa."
"Tidak masalah, Mba."
Pintu lingkungan terbuka. Seorang dokter laki-laki memasuki ruangan dengan wajah serius lewat di depan kami berdua. Dia melemparkan tumpukan dokumen ke atas meja.
"Salmi..." Dokter memanggil Mba Salmi ke arahnya. Suster Salmi menurut. "Aku ingin mencari asisten baru."
"Kenapa, Dokter Widad?"
"Kenapa Apa?"
"Kenapa kamu mencari asisten baru? Haniza tidak baik-baik saja sebelumnya? Menurutku dia cukup tampil, kan?"
Dokter Widad tertawa kecil namun dengan nada sinis. "Tampil ? apaansih kerjanya bercinta".?
Aku yang berada di samping tertawa karena lucu. Namun tawaku masih berhasil dikendalikan dengan menutup mulutku sendiri.
"Dan Anda?"
Aku menyadari seseorang menanyakan namaku.aku melihat ke arah itu dan orang itu adalah Dokter Widad. Wajahnya benar-benar serius hingga membuatku merasa bersalah karena telah tertawa tadi. Lyssabelle, bisakah kamu diam saja?!jerit ku dalam hati.
"Aku?"
"Apakah ada perawat lain di tempat kamu berdiri? Jika ada, mungkin bukan kamu yang aku tanyakan."
"Oh, maaf.aku Lyssebelle."
Dia mengerutkan kening. Tidak aneh kalau aku melihat reaksinya. Lagipula, ini bukan pertama kalinya aku mendapat reaksi seperti itu dari siapa pun. lebih aneh lagi jika aku memperkenalkan diri tapi mereka tidak memberikan reaksi seperti itu.
"Lisebel?"
"Lyssebelle. Li-ze-bel."
"Yah, ini agak aneh."
Sulit tahu terlahir dengan nama ekstra unik seperti ini.pikir senang? "Hmm mungkin."
"Baiklah, ambil formulir ini. Isilah."
Aku melihat formulir yang dia tunjukkan padaku. Di situ tertulis bahwa itu adalah formulir lamaran untuk menjadi asisten dokter. Soalnya kualifikasi untuk melamar kualifikasi tersebut minimal tiga tahun kerja.Aku baru memasuki satu tahun di sini.
"Dokter,aku rasa aku tidak memenuhi syarat untuk posisi ini."
"Kenapa?aku yang akan melakukan wawancara nanti."
"Aku tahu itu tapi aku masih baru, Dokter. Belum genap satu tahun."
"Apply aja.mungkin diterima."
Dokter pergi.aku pun mengambil borang dan duduk di kursi. Mba Salmi hanya mencibir ke dokter. Mungkin Ada tentang doktor itu yang tidak berapa disenangi olehnya
"Dokter mata keranjang. ada perawat baru aja, mulai bertingkah." Mba Salmi menyuarakan rasa jijiknya. Aku hanya mengangguk. "Jangan terlalu melayan Dokter Widad, Lyssabelle. Dia itu emang suka mencari wanita muda."
"Wanita muda yang dia inginkan itu pasti yang terbaik ya mba. Aku biasa saja sama dia. Dia dokter, pasti banyak yang mau sama dia."
"Baguslah kalau kamu berpikir seperti itu. Tapi aku pesan saja. Eh, jadi ini keripikmu?"
"Baiklah, mba. Bayar sekarang?"
"Haa, nggak apa-apa. Cancel nggak ada refund lho."
Aku memberinya uang kertas 1ribu dan dia menerimanya dengan hati-hati. Setelah itu aku lanjutkan mengambil mesin BP dan langsung didorong ke ruangan tempat pasien 12B ditampung. Ketika aku sampai di tempat tidurnya, pasien baru saja bangun dan sedang menikmati sarapannya.
"Selamat pagi..."
"Selamat pagi Mba."jawabnya
"Sepertinya kamu keluar hari ini, ya?"
Dia hanya tersenyum. Aku mulai mengukur tekanan darah dan suhu tubuhnya. Alhamdulillah keduanya berada pada level optimal.aku memberikan senyuman ramah kepada remaja tersebut menunjukkan hasil yang positif.
"Bermain dengan baik nanti, ya."
"Terima kasih,"
Aku keluar kamar dan berpapasan dengan Dokter Widad . Aku memberinya senyuman tetapi dia segera memanggil kukembali. Aku berbalik dengan cepat.
"Apakah kamu yang berpatroli di lingkungan pagi ini?"
"Tidak. Aku hanya membantu Mba Hanim."
"Tapi itu bukan tugasmu, kan?"
"Ya. Memang bukan."
"Tidak perlu melakukan itu. Hanim pandai melakukan sendiri." Ucapnya sebelum berangkat dari sana. Sejenak aku merasa senang karena ada yang bersedia membelaku. Tidak peduli apa maksud dari ucapan nya, dia telah menunjukkan kepadaku bahwa dia adalah pria yang baik.
Apa jangan-jangan akulah yang mudah memupuk rasa kesendirian? Bersabarlah, Lyssabelle. Kamu harus banyak belajar, Lyssabelle...