" Selamat pagi Tuan Putri"
Aku berlutut pada Tuan Putri yang menungguku di pondok sebelah istana tempat ia biasa minum teh. Dua dayangnya menunggu di sana. Ia sedang meminum tehnya.
" selamat pagi Satria Asing. Bagaimanakah malammu?"
Tanya Sang Tuan Putri sambil tersenyum ramah
" aku menyukainya Tuan Putri. Malam kemarin malam terindah sepanjang hidupku. Aku tidak pernah sesenang itu sepanjang hidupku"
Sang putri tersenyum. Ia pun berdiri dan melangkah mendekat
" bagus. Itu sebabnya di negeri kami seorang pria harus menikah. Ia lebih bahagia dan lebih kuat jika ada wanita di dalam rumahnya."
Ucap Sang Putri
" terima kasih Tuan Putri."
Jawabku. Sang Putri semakin tersenyum
" kau sendiri yang memenangkan kebahagiaan itu Satria Asing. Sekarang bangunlah, aku ingin berjalan-jalan"
Aku mengawal Putri Xia turun dari istana menuju desa di bawah bukit, tempat aku hampir di eksekusi. Desa itu sebenarnya tidak jauh. Mungkin tidak sampai setengah jam jalan kaki menuruni bukit. Pohon-pohon sakit rindang di sepanjang jalan setapak, melindungi dari terik matahari di siang hari.
" aku penasaran orang asing, bagaimana kau mengetahui negeri kami?"
Tanya sang putri
" aku memimpikannya Tuan Putri"
Tuan putri tertawa terbahak-bahak
" benarkah? Cuma itu? Itu terdengar cukup konyol untukku"
Jawabnya
" benar tuan putri, aku memimpikannya. Aku bermimpi bertemu wanita cantik persis seperti dayang-dayangmu. Tak berpakaian dan hanya mengenakan kain"
Jawabku. Tuan putri menatapku sinis
" ihh, jadi kau mencari negeri ini karena kau ingin melihat buah dada wanita? Kalian pria memang sama. Cuma mengincar kepuasan"
Sahutnya kesal
" maafkan aku tuan Putri. Tapi kira-kira begitu"
Jawabku malu
" tapi kau tidak mungkin menemukan negeri ini begitu saja di tengah lautan. Pasti ada cara bagaimana kau menemukan negeri ini"
Aku ingat sesuatu menuntunku ke sini, ke negeri ini. Daun itu, daun itulah yang menuntunku. Aku rogoh daun itu dari kantungku dan menunjukkannya kepada Tuan Putri
" Daun ini tuan Putri, daun kuning inilah yang menuntunku"
Langkah tuan Putri terhenti. Ia segera mengambil daun itu dari tanganku. Ia menatapnya tanam dan sempat terdiam cukup lama
" dari mana kau mendapatkannya?"
Tanya tuan Putri serius
" Daun itu muncul di mimpiku Tuan Putri. Dan daun itulah yang memberiku petunjuk serta menuntunku"
Tuan Putri kembali terdiam. Ia lalu mengembalikan daun itu dan kembali berjalan menuruni bukit
" daun itu, bisa jadi pertama baik atau pertanda buruk, orang asing"
Ucapnya. Aku pun bingung
" maksud Tuan Putri?"
Tanyaku heran
" apa kau percaya Dewa orang asing?"
Ia justru bertanya kepadaku
" tidak begitu."
Jawabku. Aku bukan penganut agama Dewa jadi aku tidak percaya Dewa manapun
" bagus."
Tuan putri mulai berjalan lebih cepat. Kami akhirnya tiba di desa itu sekitar sepuluh menit kemudian.
" Tuan Putri ingin aku mengumumkan kedatangan Tuan putri?"
Tanyaku tepat saat tiba di desa
" tidak perlu Satria asing. Aku hanya membeli beberapa kebutuhan. Tapi terima kasih telah bertanya."
Jawabnya. Tuan putri berhenti di toko sayuran. Ia bisa saja meminta dayangnya untuk berbelanja namun ia melakukannya sendiri.
Aku melihat monumen di dekat orang yang berjualan sayur itu. Monumen pedang yang ditusuk pedang Jian di atasnya. Di saja tertulis
" Monumen desa dinding batu. Mengenang pengorbanan dan perlawanan ribuan pendekar serta warga desa yang gugur mempertahankan desa dari pengepungan"
Jadi itu namanya, Desa dinding batu. Hampir sama seperti nama Istana Putri Xia. Desa itu sepertinya dahulunya di kelilingi tembok kayu yang cukup tinggi. Namun sepertinya telah dirobohkan dan hanya tersisa beberapa.
" Satria asing. Kau melamun?"
Aku tersadar dari lamunanku
" maafkan hamba Tuan Putri"
Jawabku
" bawakan barang belanjaanku"
Ucapnya.
" siap Tuan putri"
Aku meraih kantung belanja itu dan membawakannya. Kami berpindah ke pedagang lain. Tuan putri membeli cukup banyak buah-buahan. Aku menentengnya bersama belanjaan sebelumnya. Tuan putri lalu berpindah ke toko daging dan membeli beberapa daging.
" hei, itu orang asing yang mengalahkan Panglima Guan."
" dia gagah dan tampan juga. Walaupun tidak setinggi Panglima Guan"
" kita berhutang padanya. Tidak ada yang suka Panglima Guan bukan?"
Semua orang membicarakannya. Mereka tentu terkejut kemarin aku mengalahkan Panglima Guan, salah satu pendekar terkuat di Negeri mereka. Banyak yang bilang aku membebaskan desa ini. Apa itu artinya, Panglima Guan dipihak yang berlawan dari desa? Apa itu artinya, ia utusan Kaisar yang diperintahkan menjaga Tuan putri? Karena Tuan Putri sepertinya adalah tahanan politik. Aku kira ia pengikut setia Tuan Putri. Sebenarnya aku masih bingung bagaimana situasi politik di negeri ini
Punggung dan tanganku kini penuh dengan belanjaan. Aku beruntung tidak mengenakan baju zirah itu. Karena aku bisa jatuh. Tuan Putri sepertinya sudah selesai berbelanja namun ia masih berkeliling melihat kain, pakaian dan pernak-pernik wanita.
Tuan putri ini. Ia nampak masih sangat muda. Bahkan sepertinya bisa jadi sepuluh tahu atau lebih muda dariku. Ia mungkin baru berumur 20an atau baru menginjak 18 tahun. Ia sangat muda, cantik dan sangat ramah. Ia sangat berbaur dengan rakyat jelata meski ia sebenarnya adalah seorang putri
" kau menatapku terus orang asing?"
Aku kembali sadar dari lamunanku
" maaf tuan putri"
Jawabku
" kau ini, sudah kubilang santai saja. Tapi kau sedang tidak ingin memulai sesuatu kan?"
Aku sempat bingung namun akhirnya aku mengerti
" ah tidak Tuan Putri"
Ia mungkin mengira aku mengincar sesuatu atau mungkin ingin mendekatinya
" bagus, karena aku takut kau akan menyukaiku"
Jawabnya santai. Ia memang menarik dan cukup menggairahkan. Tapi aku sadar ia putri. Meski saat ini aku cukup punya jabatan tinggi di negeri ini, tapi tetap saja kami tidak setara
" ayo pulang"
Dan akhirnya kita sampai ke tahap akhir hari ini. Berjalan mendaki bukit. Kami mulai berjalan mendaki bukit. Tuan putri berjalan dengan santai. Aku mengerahkan seluruh tenaga karena aku membawa begitu banyak belanjaan.
Aku terus berusaha mengejar Tuan Putri dengan seluruh tenagaku. Keringat bercucuran. Setiap saat aku merasa seperti hampir jatuh. Aku melangkah dengan hati-hati, dan terus melangkah sedikit cepat agar tidak jauh tertinggal dari tuan Putri. Tuan putri seperti acuh dan terus berjalan makin cepat tanpa menoleh padaku sedikit pun
" hoaaah! Akhirnya sampai!"
Kami akhirnya sampai di rumah. Aku lega. Tuan Putri lalu menoleh dan menatapku sinis
" kau lupa sesuatu?"
Ucapnya
" ah maaf tuan putri."
Aku berlari dengan masih membawa seluruh belanjaan dan mengumumkan kedatangan Tuan Putri
" Tuan Putri tibaaaaa!"
Para dayang lalu berbaris. Mereka membungkuk menyambut kami. Aku masih membawa barang belanjaan sebelum menyerahkannya ke dayang Istana
" kau lelah orang asing?"
Aku kembali siap dan berpura-pura kuat
" tidak Tuan Putri, aku masih kuat!"
Jawabku tegas. Tuan putri hanya tersenyum.
" kalau begitu ikut aku ke istanaku"
Aku tidak meneguk air minumku. Aku ikut Tuan Putri ke istana. Ia kembali ke pondok barat tempat ia biasa minum teh. Istana ini menghadap ke selatan. Kurang lebih seperti istana atau bangunan penting pada umumnya di darat China. Ia menuangkan teh dan mulai minum. Aku masih berdiri di sana, berjaga di dekat pondok
" duduk dan minumlah bersamaku orang asing"
Ucapnya. Aku membungkukkan badanku
" baik Tuan putri"
Aku duduk dan ia memerintahkan dayangnya untuk menuangkan aku teh. Aku segera meminum teh itu hingga habis meski panas karena aku kehausan
" aku baru sadar aku tidak tahu namamu orang asing. Sekarang katakan, siapa namamu?"
Aku ingin menjawab Eddy namun aku sadar nama itu terlalu sulit bagiku. Tiba-tiba saja aku teringat sebuah nama dari khayalanku dulu
" Bao an, Tuan Putri"
Ucapku.
" hmm, menarik. Entah bagaimana aku suka nama itu. Tapi aku tidak tahu kenapa"
Tuan putri menatapku dengan tatapan berbeda. Entah bagaimana aku seperti ingin menciumnya karena ia sangat cantik waktu itu
" aku merasa kita pernah bertemu tapi aku ragu di mana. Lagipula kau seharus orang asing, jadi kita tidak mungkin pernah bertemu"
Ucap Sang Putri. Sama sepertiku ia juga mengalami De Javu. Kami minum teh berbarengan. Putri Xia lalu diam cukup lama. Ia seperti terlalu konsentrasi meminum tehnya. Aku pun diam. Suasana minum teh itu seketika menjadi hening
" aku kira kau pria yang suka merayu wanita, Bao an. Ternyata kau sangat pendiam"
Ujar sang putri. Aku tertawa malu.
" begitulah Tuan putri. Aku, sebenarnya tidak terlalu pandai bicara"
Jawabku
" aku dengar dari dayangku kau pria yang penuh aksi. Jarang bicara banyak beraksi"
Tuan Putri mengedipkan mata kirinya. Ia menggodaku seraya smirk nakal. Aku tersenyum malu.
" ah aku jadi malu tuan putri. Tapi itu benar"
Tuan Putri tertawa terbahak-bahak. Dayang ikut tertawa malu. Ia seorang putri namun ternyata ia juga cukup vulgar
" aku sebenarnya suka pria penuh aksi, Bao an"
Putri Xia kembali menggodaku. Aku sampai tersedak saat mendengar ucapannya
" tapi aku bercanda"
Dan ia pun tertawa terbahak-bahak. Untuk sesaat aku mengira ia bersungguh-sungguh. Aku harusnya tahu ia hanya bercanda
Dayang lalu membawakan makan siang. Saat itu tepat tengah hari dan dayang menyiapkan makan siang. Aku tidak tahu seorang ajudan bisa makan siang bersama seorang tuan putri namun aku hanya menuruti setiap permintaan Tuan Putri
" santaplah makan siang ini bersamaku, Bao an. Siang ini kau tamuku"
Ucapnya ramah. Aku mengambil sumpit itu dan mulai makan siang. Dayang kembali menuangkan teh. Aku menyantap nasi itu dengan gulai rumput laut karena aku tidak berani menyantap daging atau ayam
" aku ingin merayakan gugurnya Guan bersamamu, Bao an. Orang itu sudah meresahkanku selama bertahun-tahun dan aku senang seseorang akhirnya menyingkirkannya"
Putri Xia sudah lama ingin menyingkirkan Guan namun ia tidak tahu bagaimana caranya. Jadi aku benar, Guan bukan pengikut setia tuan Putri
" tapi dengan aku mengambil pangkat Panglima Guan, apa tidak akan mendatangkan masalah?"
Tanyaku bingung. Tuan a putri Xia menggeleng kepala
" tentu tidak Bao an. Aku masih berwenang di Istana ini dan desa dinding batu karena pertempuran akhir bertahun-tahun lalu. Jadi aku boleh menobatkanmu langsung. Lagipula, kau mengalahkannya dengan tradisi kuno sakral yang sudah menjadi budaya lama Kekaisaran Naga. Duel"
Jawabnya jelas. Itu melegakan, setidaknya seseorang tidak akan mempermasalahkan jabatanku di masa depan nanti.
Makan siang itu usai. Aku makan dengan sangat kenyang. Sungguh makan siang terenak yang pernah aku santap. Makanan asli khas China, yang disajukan khusus untuk keluarga kerajaan. Tuan putri lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia melangkah ke dalam istana lewat pintu barat, menyusuri kolam di dekat pondok itu. Aku mengikutinya. Ia masuk ke dalam istana lalu berbalik dan mengatakan
" istirahatlah Tuan Bao an. Aku kau datang pagi setelah matahari terbit esok. Jadi, jangan bangun terlalu siang"
Seru Tuan Putri. Aku membungkuk menuruti perintah Tuan Putri
" siap Tuan Putri"
Tuan Putri membalikkan badan dan berjalan masuk ke istana. Kedua dayangnya menutup pintu. Dua dayang lagi mendampingiku keluar istana
" baiklah Nona-nona, kalian mau mampir ke rumahku?"
Dayang-dayang itu tertawa malu.
" baiklah jika Tuan memaksa"
Jawab sang Dayang. Aku ikut tertawa. Kami berjalan menuju rumah. Namun tiba-tiba keadaan menjadi sangat dingin. Kedua dayang itu tertidur berdiri. Dayang lain yang sedang membersihkan halaman istana, ikut tertidur. Aku pun bingung.
" Dayang-dayang? Halo? Kalian tertidur?"
Aku membangunkan mereka namun mereka semua tertidur. Sesuatu seperti mendekatiku. Aku menoleh ke belakang dan hanya ada sebuah pohon. Aku bingung. Aku yakin pohon itu tidak di sana
" ada apa ini?"
Namun belum sempat aku berpikir sesuatu menyerangku dari belakang.
" cus"
" perjalananmu sampai di sini, sayang"
Seorang wanita muncul dari belakangku. Ia telanjang dada dengan kain merah. Ia menyerangku dengan api di tangan kanannya. Dadaku hangus. Aku terhempas namun tiba-tiba saja lukaku seketika hilang
" hmm menarik"
Gumamku
" teh penyembuh, putri Xia!"
Aku menendangnya saat wanita itu tercengang. Tenagaku seperti menjadi berkali-kali lipat. Wanita itu terpelanting. Kepalanya berdarah. Darah juga keluar dari mulutnya. Aku bangkit dan mencabut pedang Jianku. Tidak salah lagi, dia wanita yang selalu muncul di mimpiku. Tapi, kenapa dia menyerangku
" Teh otot banteng! Baiklah! Aku tidak akan menahan diri lagi! Pukulan api!"
Wanita itu menerkamku. Aku menghindar. Tangannya mengenai hanfuku sedikit sehingga pakaianku terbakar. Aku tusukkan pedangku dengan kedua tanganku dan
" cuss!"
" arrrgghh!"
Pedang itu menusuk wanita itu. Ia tersungkur. Ia terluka parah. Ia angkat kedua tangannya dan menyerah
" cukup…. Aku tidak kuat"
Ucapnya. Aku menjadi sangat kuat. Aku tidak percaya tenagaku sekuat itu dan aku selincah itu. Ada sesuatu di teh Putri Xia yang membuatku sangat kuat
" sudah kuduga kau mengikuti kami penyusup. Kau beruntung bukan aku yang menanganimu"
Wanita itu hanya terdiam pasrah. Putri Xia menggerakkan jarinya dan seberkas cahaya muncul dari bawah wanita itu. Akar-akar muncul dari bawah tanah dan mengikat tubuh wanita itu.
" tidaak"
Wanita itu lalu tidak sadarkan diri