Kampung Gunung teh. Kampung terbesar di Pulau Barat. Di kampung inilah sebagian besar teh di negeri Kekaisaran Naga di produksi. Teh dari negeri ini lalu diolah kembali oleh penyihir atau ahli nujum demi khasiat tertentu. Seperti menambah kekuatan, menambah kepintaran, menambah kekuatan batin seseorang. Namun tidak bersifat permanen
Teh bukan satu-satunya sumber daya utama di kampung ini. Ada banyak peternakan di kampung ini. Ada peternakan sapi, kambing, ayam dan ada banyak penduduk desa yang mengurusnya. Aku melihat sapi-sapi berhamburan di padang rumput, dan berjalan melintasi jalan. Jauh hadapan kami, terbentang perkampungan dengan tembok batu yang tinggi, dikelilingi sawah yang luas serta gerbang khas China kuno. Itulah pusat dari perkampungan ini.
" tempat yang nyaman"
Gumamku
" kau harus melihat kampung ini sebelum perang saudara Tuan Bao an"
Ucap Putri Yueyi.
" putri Yueyi, memangnya seberapa dahsyat perang ini? Dan apa penyebabnya?"
Sambil berjalan di padang rumput dengan pemandangan sapi serta kambing yang memakan rumput di sana, Putri Yueyi menceritakan bagaimana perang terjadi.
Dahulu kala ratusan tahun lalu ketika Kaisar Huang masih hanya seorang pangeran, Ayahanda Huang memimpin Kekaisaran naga. Saat itu lebih dari dua abad yang lalu ketika Kaisar Huang baru seumuran denganku. Kaisar Huang adalah Pangeran yang teladan dan dinobatkan sebagai Putra Mahkota yang sah.
Lalu Putri Xia lahir 86 tahun yang lalu. Meski Putri Xia adalah keturunan kesekian, Ibunda Putri Xia, yang juga ibunda Kaisar Huang sangat bahagia karena akhirnya mendapat bayi perempuan di usia yang sudah ratusan tahun. Namun nahas, Ibunda Putri Xia meninggal saat Putri Xia berumur 18 tahun. Ia meninggal karena suatu penyakit langka
Ayahanda Huang sangat mencintai Ibunda Huang dan Putri Xia. Wasiat terakhir sang Ibunda adalah ia ingin Putri Xia menjadi pemimpin di tanah kelahiran Ibundanya, Pulau Barat, yang terpisah ratusan kilometer di barat Pulau Induk.
Wasiat itu di rahasiakan selama bertahun-tahun oleh Kaisar. Negeri berkabung selama setahun lamanya karena kematian Ibunda. Dua puluh tahun kemudian, ketika Ayahanda sekarat, ia mewasiatkan bahwa ia akan mengangkat Putri Xia sebagai pemimpin Pulau Barat, menjadikan Pulau Barat sebagai wilayah istimewa di Kekaisaran dengan pemerintahan yang terpisah
Keputusan ini membuat murka Kaisar Huang dan pangeran lainnya. Putri Xia saat itu sudah menjadi guru besar di akademi sihir Naga, yang saat itu masih berada di Pulau Barat. Putri Xia tidak punya pilihan selain menerima keputusan itu karena sudah menjadi wasiat Kaisar sebelum meninggal.
Kaisar Huang lalu naik tahta. Kaisar sempat koma selama dua tahun sebelum meninggal. Selama itulah Putri Xia menjabat sebagai pemimpin pulau Barat, bahkan memiliki menteri-menterinya sendiri, majelis rakyat, serta Kediaman tersendiri seperti layaknya Ratu sungguhan. Putri Xia sangat pintar dan ia sangat bijaksana. Ia sangat dihormati oleh Rakyat Pulau Barat karena sejak ia menjadi pemimpin, Pulau Barat yang terpisah jauh dari Daratan Induk, menjadi sangat makmur.
Kaisar Huang dengan persetujuan Pangeran lainnya setuju untuk membatalkan keputusan Kaisar. Buntut dari pembatalan itu adalah pembubaran Dewan Rakyat Kekaisaran dan pembantaian anggota Dewan serta siapa saja yang menentang Kaisar. Putri Xia murka. Menjadi pemimpin bukanlah pilihannya namun kejahatan Huang, membuatnya menolak tinggal diam. Malam itu, tepat saat bulan purnama, dan dengan persetujuan dari Rakyat dan Majelis Rakyatnya sendiri, Putri Xia menolak ultimatum Kaisar dan menyatakan perang.
Perang inilah yang menghancurkan hampir seluruh Pulau Barat. Perang yang akan membunuh hampir seluruh nyawa di Pulau Barat. Putri Yueyi tidak begitu tahu apa yang terjadi selanjutnya. Di saat yang sama ia dan orang tuanya serta berbagai saudagar mengasingkan diri karena dianggap pengikut aliran sesat
" Itu 50 tahun yang lalu. Astaga rasanya seperti baru kemarin"
Gumamnya.
" dahulu, ada pasar yang sangat ramai di luar tembok. Banyak pedagang dari daratan induk yang datang ke kampung ini. Setiap tahun baru tiba, ada kembang api yang indah, parade naga, dan pesta-pesta yang meriah. Aku, Putri Xia, Chu dan kakak Qiao selalu datang berempat ke kampung ini saat tahun baru"
Putri Yueyi menceritakan pengalamannya berpuluh tahun yang lalu bersama Putri Xia dan teman-temannya. Kampung di balik tembok dulunya memiliki pasar yang sangat besar di mana orang-orang bisa menemukan semua yang mereka perlukan di sana. Mulai dari kebutuhan sehari-hari, sampai barang mewah.
Masih ada pasar kecil di luar tembok kota dan pasar yang lebih besar di dalam kota. Namun pasar ini telah berubah menjadi pasar budak. Di mana hampir semua budak adalah gadis perempuan yang dijual oleh orang tuanya. Mulai dari yang masih remaja, baru masuk 18 tahun, sampai yang seumuran Putri Yueying dan Nina Qiao juga ada.
" aku tidak pernah suka pasar budak"
Gumam Putri Yueyi
" aku pun tidak suka Tuan Putri"
Sahutku. Ada banyak prajurit Kaisar di pasar budak itu. Kami berdiri di depan pasar budak yang sudah sangat dekat dengan gerbang masuk Kampung.
" Apa Tuan Putri ingin melihat ke dalam tembok?"
Tanyaku. Putri Yueyi menggeleng kepala
" kurasa tak perlu Tuan Bao an. Aku akan pulang sekarang"
Kami hendak meniup peluit tulang itu untuk pulang. Dan saat itulah dua prajurit Kaisar menahan kedua tangan Putri Yueyi. Mereka menahan tangan Putri Yueyi masing-masing dari kiri dan kanan
" Nona Yueyi? Nona ditangkap karena mengikuti aliran terlarang."
Aku mendorong salah satu dari mereka dengan kuat lalu mencabut pedangku
" lepaskan Tuan Putri Yueyi bajingan?"
Mereka menodongkan pedang mereka. Empat prajurit mengepungku dengan seorang komandan memimpin mereka. Sang komandan ikut mengacungkan pedangnya ke arah kami. Mereka menggunakan Shuangshou Jian yang artinya Jian yang dipegang dengan tangan dua, pedang Jian yang sebenarnya agak asing di dataran China. Mereka memegangnya dengan satu tangan sementara tangan yang lain memegang tameng bundar
" mundur pendekar, sebelum kami mencabik-cabikmu dengan pedang kami"
Ucap sang Komandan. Aku merogoh lencana Panglima Guan dan memperlihatkannya kepada mereka
" kalian berani melawanku? Aku membunuh Panglima Guan dengan duel yang sah, serta sesuai tradisi. Aku pemimpin kalian sekarang. Dan kalian berani menentangku? Kalian semua mau mati?!"
Mereka semua tercengang. Ke empat prajurit segera menyarungkan kembali pedang Jian mereka, serta menurunkan tameng bundar mereka. Kini tinggal komandan mereka yang masih menodongkan pedang Jian mereka.
" mustahil! Jiangjun Guan adalah Panglima terkuat di seluruh Kekaisaran. Yang pernah mengalahkannya adalah…."
" aku"
Aku segera memotong ucapan Sang Komandan
" aku bersumpah akan membunuhmu bocah sial"
Ia hendak menebaskan pedangnya namun aku bergerak dan langsung menendang tamengnya. Komandan itu termundur dan tersungkur. Aku acungkan pedangku dan Komandan itu terdiam
" aku bisa membunuhmu Komandan"
Ucapku dengan tegas
" pendekar sial. Ini belum berakhir! Aku tak sudi berada di bawah pimpinanmu!"
Mereka semua membubarkan diri. Putri Yueyi sangat ketakutan. Wajahnya memucat. Prajurit-prajurit yang semula hendak maju dan menangkap Putri Yueyi, semuanya membubarkan diri
" aku berhutang nyawa padamu Tuan Bao an. Kau mencegah pertumpahan darah"
Bisiknya ketakutan
" aku tak kan membiarkan mereka membunuhmu Putri Yueyi"
Sahutku
" keberanianmu mengalahkan segalanya Tuan Bao an. Kurasa lebih baik kita kembali sekarang"
Aku mengangguk. Putri Yueyi meniup peluit dan tak lama cahaya menyelimuti tubuhnya lalu ia pun menghilang. Aku meniup peluitku. Cahaya menyilaukan mataku. Aku seharusnya kembali ke Istana Putri Xia. Namun ketika cahaya memudar, aku tiba di tempat yang lain
Aku tiba di makam yang sangat gelap dan tua. Satu-satunya pencahayaan adalah api di dinding makam. Aku melangkah dengan hati-hati dan mencabut pedang Jianku.
Langkahku berhenti. Aku mendengar suara seseorang. Suara itu seperti tidak familiar. Aku seperti sering mendengarnya. Aku melangkah dengan hati-hati menuju suara itu. Dan ketika aku melihatnya
" Putra!"
Ia berdiri di sana dengan seorang Kakek tua berjanggut putih dan berjubah serba hitam. Putra menoleh saat mendengar suaraku
" Dia! Kau berjanji dia akan mati! Kenapa dia di sini?!"
Teriak Putra panik. Ia ingin aku mati?
" aku berjanji dia akan mati. Tapi kau tidak bilang kapan dan di mana. Jadi ini bukan salahku."
Jawab kakek tua itu. Putra mencabut pisau keris dari jasnya namun
" pedang bayangan!"
Sebuah pedang berwarna merah darah muncul dan membelah tubuhnya menjadi dua. Putra tewas di tempat.
" kurasa kini lebih baik aku bekerja sama denganmu"
Aku tak menyangka. Aku terdiam. Putra. Apa dia dalang di balik semua ini?
" jadi kau membodohiku selama ini?"
Gumamku di depan mayat Putra yang terbelah dua.
" hati-hati Tuan muda. Jika ada orang yang ingin hidupmu hancur, biasanya mereka adalah orang terdekatmu. Teman serta sahabat terkadang lebih berbahaya dari musuh"
Ucap Si kakek tua
" siapa kau?"
Tanyaku dingin. Kakek itu tertawa
" akulah Kanselir Yan. Kanselir Kekaisaran Naga sekaligus Mahaguru Akademi Sihir Kekaisaran Naga. Mereka memanggilku Iblis Yan."
Jadi dia Iblis Yan, tangan kanan Kaisar yang memakzulkan ayahanda Nona Qiao.
" bagus, kita punya urusan"
Aku mencabut pedangku.
" haha, aku tidak menduga ini. Aku mengundangmu ke negeri ini atas perintah Dewa Kuning dan kau, manusia biasa berani menentangku? Persetan Dewa. Kurasa Dewa Kuning bisa jadi salah. Aku Iblis Yan, kesaktianku melebihi siapa pun. Dan aku akan menyiapkan kuburanmu anak muda"
" API HITAM!"
Sebuah Bola Api hitam muncul dari tangan Iblis Yan. Aku tidak sempat menghindar api itu mengenaiku dan tubuhku terpental
" aaaaaargh!"
Ledakan terjadi. Api tidak sempat menghindar sehingga api itu membakar sekujur tubuhku. Iblis Yan menerkamku dan siap menghabisiku dengan jurus mematikannya
" Ritual Kematian!"
Api-api hitam berkobar di sekitar tubuhnya. Aku sempat menghindar. Pakaianku sudah hangus dan sekujur tubuhku penuh luka bakar. Aku kerahkan seluruh tenagaku. Aku melompat dan melayangkan serangan melompat.
" clas!"
Tubuhku muncul dari balik api itu, mengagetkan Iblis Yan. Aku ayunkan pedang Jian itu dan tepat mengenai kepalanya. Darah memuncrat. Tubuhnya termundur. Aku berhasil melukainya. Api hitam yang berkobar itu menghilang. Iblis Yan mengayunkan tongkatnya ke arah kepalaku mami aku memundurkan tubuhku menghindari serangannya.
" Pukulan Angin topan"
Iblis Yan mengayunkan tongkatnya kembali melayangkan seragam mematikan ke kepalaku. Aku menangkisnya dengan pedangku beberapa kali sampai aku gagal menangkisnya.
Aku berusaha menangkis tongkat iblis Yan namun tidak sempurna. Pedang Jian itu hampir terhempas namun aku berhasil menahannya. Iblis Yan melayangkan serangan vertikal dengan tongkatnya namun aku berhasil menghindarinya. Aku tusuk perutnya dengan pedang Jian itu lalu menyabet lehernya
Iblis Yan kembali terluka. Ia tertawa terbahak-bahak. Ia terlihat masih segar sedangkan aku sudah hampir mati. Sebuah tombak petir muncul dari tangannya dan
" Tombak Halilintar!"
" Duar"
Seberkas cahaya menyelimuti tubuhku.
" Tuan? Oh Tuan"
" huaaaaaa"
Aku terbangun di tengah air. Pakaianku rusak karena pertarungan itu namun tubuhku kembali utuh seolah tidak terjadi apa-apa. Luka itu menghilang.
" kau pendekar asing itu kan? Yang mengalahkan Panglima Guan dan selamat meski terjun ke dalam jurang. Sungguh legenda hidup"
Gadis itu menatap wajahku yang masih terbaring di atas air. Aku hanya tersenyum
" kau harus berhenti memakai wig. Kau lebih tampan tanpa wig"
Ucap temannya. Wigku juga terbakar. Aku melepaskan Wig yang sudah rusak itu dari kepalaku
" kau sehabis berkelahi dengan beruang?"
Tanya satu temannya lagi. Aku pun bangkit sambil memegangi kepalaku
" tidak, aku bertarung satu lawan satu melawan iblis Yan. Ini darahnya"
Darah iblis Yan masih melekat di pedangku sehingga pertarungan itu asli.
" wah kau sakti. Kau membunuhnya?"
Mereka semua mengerubungiku. Ada kurang lebih lima gadis di kali kecil tempat aku terbangun. Mereka semua sedang mandi di kali itu dan tak berpakaian.
" aku harus kembali ke istana Dinding batu. Terima kasih telah membantuku"
Aku hendak melangkah ke pinggir kali namun mereka berlima kembali mengerubungiku
" Istana Gunung Batu cukup jauh dari kali ini. Dan sekarang sudah hampir terbenam, bagaimana kalau Tuan bermalam di rumah kami?"
Mereka mengajakku bermalam ke rumah mereka tak jauh dari kali itu. Sebenarnya aku dapat kembali dengan peluit tulang itu namun raut mereka sangat memelas
Aku menggenjot gadis yag terakhir di kali itu. Darah mengucur dari kemaluannya. Aku memecahkan perawannya. Ia menungging menghadap batu kali. Ia mendesah keras saat pedangku menghujam keras lubangnya. Aku meremas buah dadanya dari belakang dan mempercepat hujamanku
Aku melahap lehernya dari belakang. Gadis itu sangat pasrah. Wajahnya memerah dan tubuhnya seketika bergetar hebat. Aku mempercepat hujaman pedangku dan kami pun keluar secara bersama-sama
Aku keluar tiga kali di kali itu dan aku sangat puas. Aku memecahkan keperawanan mereka berlima. Mereka ingin menjadi dibuahi pendekar sakti dan aku mengabulkannya. Mereka sangat miskin dan sangat yakin dengan dibuahi pendekar sakti dapat mengubah hidup mereka
Malam pun tiba. Aku membawa beberapa koin emas dan aku pun memberikan masing-masing beberapa koin kepada mereka. Mereka menyajikan ikan bakar untukku dan kami makan bersama. Aku memutuskan bermalam bersama mereka. Aku berbaring di gubuk mereka dan tertidur setelah lemas bersenggama berkali-kali dengan mereka berlima