Ketiduran memang selalu membuat drama. Keesokan pagi Apo sudah selimutan, pipinya pun merona karena yakin semalam Mile menggendongnya. Anak-anak BT ricuh karena adegan tersebut, terutama yang telah menjadi saksi. Perth curiga Apo sudah ciuman ("MINIMAL LAH!" katanya), Nodt suit-suit dan cie-cie, Win kompor, sementara Gulf membubui dengan merica godaan. Mereka kompak membuat Apo kebakaran jenggot, si manis kesal. Katanya cuma mau mentraktir makan yang tidak meledek.
"EHHHHHHH! Jangan begitu lah Apo! MAAF-MAAF! MAAF-MAAF! Aku tadi tak bermaksud jahat," kata Perth.
"Aku juga woiiiiiiii!"
"Poo maaf lah Poooo ....!"
"Ya ampun, serius. Bahaya sekali kalau bayi dipegangi uang. Ululu, Apo ... ayolah nanti siang Mekdi-nya lengkap Mixue, ya? Topping cokelat dan bubuk kopi. Plissssss ...."
"Iyaa! Aku juga! Pasti sudah dinafkahi si Om Hot kan? Bagi-bagiiiiiii!"
Tentu saja Nodt, Win, dan Gulf pun ikutan merayu. Tapi Masu malah terbahak-bahak melihat situasi itu. Dia memegangi perut sangking lucunya ekspresi Apo ketika protes. Bisa dibayangkan betapa gugup rasanya diseriusi pria kepala tiga.
"Jangan begitu! Tidak suka!" kata Apo seperti kucing mengaum. "Phi Mile kan baik jangan dibuat lelucon, ughhhhh. Kalian cuma tidak tahu saja ...." Remaja itu digerebek teman-temannya saat menuju kantin.
"Wuwu, sangking baiknya semalam sampai digendong incess ya ketika pulang! Ha ha ha ha ha ha ha!"
"Ha ha ha ha ha ha ha!"
Namun circle itu makin menjadi-jadi. Apo pun ngambek betulan waktu memesan. Cuma Masu saja yang dia belikan. Semua anak BT baru panik karena menu Apo rata-rata spesial. Mereka 'ampun-ampun', akhirnya baru ditraktir semua.
Sejak saat itu, obrolan normal mulai kembali tanpa ledekan (ya, kadang masih, sih. Tapi tak separah awal). Anak-anak BT mulai penasaran dengan Mile, lalu mereka bergosip seperti ibu-ibu sambil makan.
"Jadi, si Hot Daddy betulan naksir padamu ya, Po?" tanya Perth.
"Katanya," jawab Apo mengendikkan bahu. "Mikirku sempat kemana-mana, tapi kalau izin Papa-Mama apa tidak serius?"
"Ho ho ...." kata Win. "Pacarannya orang dewasa itu beda ya. Sat-set-sat-set!"
"Ya, kan mereka mikirnya mau menikah. Istrinya hamil. Punya bayi. Terus membentuk keluarga cemara," sahut Masu.
"Ha ha ha, cemara gak tuh ...." tawa Nodt sambil menyenggol Apo yang kebetulan duduk di sampingnya. "Memang kau sendiri sudah siap hamil, Po? Kebayang gak sih perutmu nanti akan buncit. Ndunnngg!"
Apo pun mengaduk mie-nya jengkel. "Ish, jangan dipikir sekarang. Aku capek," katanya. "Phi Mile bilang mau menungguku 17 tahun kok pacarannya. Jadi kalian juga jaga mulut. Aku ini baru 15 tahun."
"Iya, iya ...." kata Perth, yang paling mercon diantara mereka. "Terus menikahnya setelah lulus dong? 18?"
"Perth ...."
"Ya, kan realistis saja, Po. Phi Mile itu 33 waktu kau 18. Mau menunggu sampai S2 dulu terus belio ubanan?" kata Perth, yang membuat Apo makin kesal tapi juga sadar. Meja pun menjadi senyap dalam sekejap, sementara si manis kehilangan selera makan.
"Eh? Eh? Po?!"
Masu pun menyusul waktu Apo pergi. Mulai Apo membayar pesanan hingga keluar kantin, meninggalkan suasana meja yang jadi canggung.
"HIH! KAU INI! Kelewatan!" kata Gulf sambil menampar topi Perth hingga ambles ke kepala. "Jangan jauh-jauh, Bodoh. Sudah dia bilang mereka berproses. Plis lah. Kenal saja baru minggu lalu."
"Aishhh! Ya maaf ...." kata Perth. "Kayak kau tidak ikutan saja. Sadar woy!"
"Ya, tapi aku tidak sebegitunya!"
"Alahhh!"
BRAKHHHH!
"WOI! WOI! WOI! WOI! SUDAH DULU!" kata Win menggebrak meja. Kuah menu sampai muncrat dari mangkuk, tapi itu efektif membuat suasana reda. "Ayo makan dulu, semuanya. Jangan ribut!" lanjutnya. "Besok dipikir lagi kalau mau bicara. Ingat ya Apo yang jajanin kita hari ini. Ck ...."
Anak-anak BT pun menurut, walau dalam hati mendumal kalau si ketua klub sudah beraksi.
***
"Apo! Apo! Apo! STOP!" kata Masu sambil mencekal lengan sahabatnya.
"Minggir dulu! Aku MARAH!" kata Apo dengan muka berapi-api. Masu pun makin khawatir, lalu memaksa Apo untuk menatapnya. Dia ingin tahu semarah apa si manis ini, tapi ternyata pipi Apo bersemu lembut. Hatinya pasti campur aduk, antara ingin memaki, tapi malu-malu kucing juga. Kenapa? Sudah diapakan sahabatnya ini? Apo yang punya hormon puber tingkat tinggi sepertinya pasti kacau. Namun Masu kira dia benci kepada Mile karena serangan barusan. "Aku marah padamu, Masu! Kenapa kalau aku dibegitukan malah diam? Kadang juga ikut-ikutan. Plis! Aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi mereka!!"
Masu pun menarik Apo minggir dari koridor ramai. "Aduh, aduh. Oke, maaf. Lain kali tidak begitu lagi ya Po? Aku pusing kalau kau begini ...."
"Aku tak berani mengadu ke Phi Mile. Dia pasti sangat sibuk. Aku nanti malah mengganggunya, Masu. Ummn ...." Apo kini mengucek mata yang berair. Dia didudukkan kursi dekat mading. Lalu ditepuki bahunya. Suara Masu juga makin pelan, jangan sampai orang sekitar tahu bahwa topik yang mereka bawa sensitif.
"Aku benar-benar minta maaf ya ...."
"...."
"Aku janji lain kali jadi ksatria berkuda. Hiah! Ciat! Ciat!"
Apo pun langsung tertawa. "Ha ha ha, apa sih. Jelek," katanya. "Tapi daripada itu, bagaimana kalau kata-kata Perth nanti benar? Phi Mile kelihatannya mau menikahiku setelah lulus? Aku S2 dulu dia berapa dong jadinya?"
Masu auto berpikir. "Hmmm, kemungkinan sih. Kalian jarak 15 tahun kan?" katanya retoris. "Berarti jika kau 25 dia 40, dong? Ha ha ha ... wah Apo, bukan maksudku mengejek sih--tapi menurutku siap-siap saja, yang di sini." Dia menunjuk ke dada Apo. "Jangan sampai keisi dengan yang lain. Soalnya kasihan Phi Mile, jika menunggumu sampai tua, tapi akhirnya tidak dengannya, ya kan?"
"Iya ...."
"Tapi sebenarnya kau suka tidak sih padanya?" tanya Masu. "Maksudku, selain karena tampan, berduit, royal, hebat--"
"Suka, Phi Mile baik," sela Apo. Membut Masu berdebar aneh. "Tapi selain itu tidak tahu. Mungkin Phi Mile benar kita harus sering main. Biar makin kenal saja."
"Nah itu kau ternyata sudah paham ...."
Apo mengucek matanya lagi. "Aku bingung sekali, Masu. Aku ini masih kecil ...." rengeknya. "Papa-Mama juga kok mengizinkan sih? Kukira Phi Mile cuma bercanda. Umm ...."
Karena sampai di ujung akalnya, Masu pun tak paham jadi hanya memeluk si manis. Dia sendiri pun masih kecil. Malah jika dia yang didekati Om-om pasti sudah kabur. "Hmmh, sini-sini ... puk, puk ...." lipurnya. "Jangan menangis lagi, Po. Nanti manisnya malah menghilang. Apalagi nanti ada ulangan. Malu-maluin ah kalau ditanya pak guru. Cup, cup."
Perlahan-lahan Apo pun mereda, meski mentalnya masih terguncang dengan topik yang berat ini. "Hnngg."
Bersambung ....