Chapter 11 - KITTY PO 7

Di tengah kesibukan yang memusingkan, Mile menoleh saat sang ibu muncul di pintu ruang kerjanya. Wanita itu membawa sepiring kudapan, katanya untuk menemani Mile begadang. Dia paling tahu akhir-akhir ini perusahaan hectic, tapi Mile sepertinya tidak stress. Malahan sering senyum tanpa sadar. Lama-lama dia pun tak tahan untuk bertanya. Kira-kira apa yang sudah terjadi.

"Thanks, Mom."

"Sama-sama."

"Pudingnya enak seperti biasa," puji Mile, usai mencoba sesuap. "I love it."

"Memang ...." kata sang ibu percaya diri. Dia pun mengutarakan maksud kemari, sementara Mile berhenti mengecek file karena mendengar pertanyannya. ".... any good news, Sayang? Mommy sudah ketinggalan apa."

"Huh?"

"Mommy peka lho. Ada bau-bau orang kasmaran di sini. Hayoo ...."

Mile refleks terkekeh. Dia geleng-geleng karena tak habis pikir, apakah bahasa hatinya sejelas itu. Dia pun menutup jurnal sebentar. Lalu fokus kepada Mommy-nya. "Mom."

"Hm?"

"Apa Mom percaya soal reinkarnasi?"

Ada jeda sejenak diantara mereka.

"Reinkar--? Oh ...." desah sang ibu yang sempat loading. "Iya, tentu. Mommy percaya saja. Kan banyak tuh spill-an di internet yang wajahnya sama, tapi beda generasi. Satunya jadi jenderal perang, satunya lagi artis idola."

"...."

"Memang kenapa, Mile?" tanya sang ibu heran.

"Ya, itu," kata Mile. Lalu memindah figura yang berisi gambar wajah Apo. ".... 11 hari lalu aku menemukan anak ini, Mom. Namanya sama, wajahnya sama, tingginya pun hampir sama. Tapi dia bukan kucing."

".... eh?"

"Dia manusia, Mom. Asli dan memiliki orangtua kandung. Mom percaya?" tanya Mile. "Dia baru 15 tahun," katanya dengan mata berbinar. Sang ibu pun kaget karena ditunjukkan foto Apo saat konser, walau si manis tampaknya malu. Dia menggemaskan dengan pipi merah itu. Benar-benar masih kecil jika dibandingkan Mile. Di tangannya saja ada es susu. Membuatnya jadi bentuk sempurna seolah keluar dari alam mimpi.

"Ini serius, Sayang?" kaget sang ibu. "Don't you dare to joking me, please? Coba Mommy lihat dulu."

Mile pun memberikan ponselnya. Sang ibu kagum kala meneliti potret Apo dari dekat. Membuat wajah itu tertular mood cerahnya. Mile juga memberitahu seberapa mulus dia mengambil hati orangtua Apo, bahkan mengartikannya sebagai keberuntungan setelah 16 tahun. Mile merasakan kebahagiaan berlipat-lipat karena sang ibu mendukung, walau ketar-ketir juga dengan calon menantu sekecil itu.

"Imut sekali anak ini. Aku jadi ingin melindunginya," kata sang ibu excited. "Kapan-kapan bisa dibawa pulang tidak, Mile? Mommy mau ketemu."

"Mungkin," kata Mile. "Nanti kuminta dulu, ya. Jangan buru-buru. Aku tidak mau dia ketakutan."

Tawa sang ibu langsung terdengar. "Ha ha. Tapi kenapa bisa semirip ini ...." desahnya. Layar ponsel masih dibelai sangking tak percayanya. "Ajaib sekali, ya ampun. Padahal dulu hanya menemukan di sosmed saja."

Mile pun mendengus bangga. "Aku akan menjaganya sebaik mungkin, Mom. Kali ini pasti baik-baik saja," katanya. "Aku akan berusaha walau menghadapi tantrumnya dulu. Jujur kadang aku masih bingung cara menghadapi dia."

Sang ibu menepuk bahu Mile. "Harus telaten, Nak ...." katanya. "Yang penting urusan sekolahnya jangan kau ganggu, paham? Karena pendidikan itu penting."

"Iya, Mom. "

"Jika perlu buat dia terbang setinggi-tingginya, biar tangguh. Tapi ajari untuk tetap kembali padamu. Dia milikmu."

"Iya."

Malam itu mereka pun cerita panjang lebar soal Apo, termasuk beberapa rencana dipersiapkan agar keluarga si remaja berbaur. Ide Mile tentang makan bersama disetujui, tinggal bagaimana terlaksananya di masa depan. Kata Mile, "Yang sudah dewasa kemungkinan mudah, Mom. Tinggal Aponya mau atau tidak kalau dibujuk."

"Betul juga, Sayang."

"Remaja seusianya gampang-gampang susah diajak kumpul keluarga."

Kata-kata Mile terbukti satu kemudian. Apo sampai bengong melihat chat Mile yang masuk ponselnya. Padahal remaja itu sempat tenang tak diajak bertemu lama. Es krimnya bahkan leleh ke jari, Apo pun mengelapnya dengan tisu sebelum membaca chat itu sekali lagi.

[Phi Mile: Po, Paman bilang pekan ini libur semester, ya kan? Phi boleh tidak jemput ke asramamu? Tapi pulangnya bukan ke rumah]

[Phi Mile: Daddy dan Mommy ingin bertemu, Po. Bibi sudah izinkan kau menginap di sini sampai masuk lagi]

***

Percaya atau tidak, Masu teriris pisau saat masak sop ayam di dapur. Dia mengeluh, "Akh!" untung lukanya hanya sayatan kecil. Remaja itu kaget karena Apo curhat tentang chat dari Mile, lalu mengemut jari sambil mengecek isinya. "Bawa sini, mau baca!" katanya. Lalu melotot seperti bola. "AIH! BUSET! Po, kau diajak bertemu calon mertua! What the fuck--"

"Sshh, shhh ...." kata Apo dengan telunjuk di depan bibir.

"Ah, iya. Lupa. Shhhh ...." sahut Masu tanpa sadar menirukan. "Terus, belum kau jawab sampai sekarang? Astaga."

"Iya, dulu juga begitu. Waktu Phi Mile kirim uang aku cuma read cukup lama. Tapi dianya begini terus. Aku tidak dimarahi saja kalau slow respon."

"Whoah, tapi pas kalian kencan marah tidak? Kan sudah ketemu langsung posisinya."

Apo hanya menggeleng. "

"Terus, bagaimana?" tanya Masu. "Mau di-read sampai kapan, Po? Kan dia menunggu balasan."

Apo justru memberikan ponselnya. "Bisa tidak, kau saja yang menjawab chat ini? Aku bingung mengetiknya bagaimana."

"Hah?"

".... umn, tapi masak kutolak. Mana Mama sudah mengizinkan."

Masu pun menghela napas. "Tapi aslinya mau atau tidak?" tanyanya. "Kalau terpaksa malah tak enak, Po. Nanti kau makin pusing di sana. Lucu kan ...."

Apo pun berjongkok di lantai dapur. Dia memandangi layar itu, lalu menoleh ke Masu. "Ini cuma ketemu biasa, kan? Bukan lamaran atau semacamnya." Suaranya terdengar gelisah. "Plisss. Aku baru akan naik kelas, Masu. Ah ... pasti ini bukan yang begitu-begitu."

"Masu menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Yeah? Kemungkinan?" katanya. "Pendekatan ala orang dewasa memang agak di luar Nurul. Kalian jadi tahu satu sama lain."

"...."

"Maksudku, keluarga juga, Po. Ha ha. Bukan cuma soal kalian berdua," kata Masu hati-hati. "Tapi coba tolak saja kalau mau tahu reaksinya."

"Eh? Bisa begitu?" kaget Apo.

"Ya iyalah. Misal kau maunya main sama teman saja, me-time," usul Masu. "Bilang mau rekreasi denganku atau apa. Anak BT juga bisa dijadikan alasan."

".... oh."

"Kalau dia marah--ha ha. Fix, pasti keluar sifat aslinya, ya kan?"

"Iya ...."

"Menurutku tolak saja, Po. Hihihi. Aku juga ingin tahu aum-nya Hot Daddy nanti bagaimana."

Apo pun tersenyum karena merasa curhat ke orang benar. Lalu mengetik balasannya sendiri. Dia berdebar menuliskan chat tersebut, tapi sebetulnya memang ingin refreshing sendiri (ya, walau mau apa belum benar-benar dia tentukan).

[Apo: Maaf, Phi. Jangan cepat-cepat, bisa tidak? Aku ingin camping bareng teman 🥺]

[Apo: Aku ingin bakar-bakar sambil mabar bareng 😔]

[Apo: Lain kali saja, ya? 😢 Habis ujian mau banyak-banyak main ....]

[Apo: Apo benar-benar minta maaf 😭]

Send.

Begitu terkirim, Apo pun mengantungi ponsel dengan cengiran. Dia lari ke kamar sambil tertawa lepas. Pertanda beban hatinya sudah terangkat. "HA HA HA! YESSSSS! MAKASIH MASU! LOVE YOU! DAAHHH!"

Masu pun masak lagi dengan senyuman. Mood-nya membaik karena menahan gemas ke sahabat manisnya sendiri.

Bersambung ....