Seperti anak TK mangkat, Apo pun demam seminggu karena syok kena begal. Dia tidak masuk dan izin dengan surat dokter, sementara Masu baru tahu tulang rusuk dan hidungnya bermasalah. Rasa sakitnya memang datang belakangan, padahal pas ditinju terasa 'ya, agak ngilu.' Sepasang sahabat itu masih diopname. Anak-anak BT menjenguk, walau lama-lama tidak ada yang datang. Semuanya sibuk dengan class meeting. Apo paham, begitu pun Masu di kamar yang lain. Soal motor sudah diganti Mile, walau entah bagaimana alurnya. Tapi Apo tetap dimarahi Papa-Mama karena malam itu pulangnya terlalu larut.
"Ya iyalah! Jam 11 itu sudah sepi. Dari tempatmu nongkong jam 11, terus sampai rumahnya jam berapa, hm? 12? Itu sih salahmu sendiri!"
"Ma, Ma ... sudah. Jangan memarahi Apo lagi," kata Man. "Nanti sakitnya tidak sembuh-sembuh ...."
"Tidak, Pa! Apo harus dikeras sekali-kali! Berhenti memanjakannya!" kata May. "Sudah SMA juga, mau naik kelas 11. Jengkel Mama punya anak sembarangan terus! Dia harus belajar sedikit!"
Drama itu pun berakhir pukul 10. Sebab Mile datang menjenguk, jadi Man dan May memutuskan keluar.
"Halo, pagi ...." sapa Mile.
"Pagi, Nak. Sana nasihati. Jangan-jangan Apo sengaja malas, jadinya tidak sekolah kan? Ahhhh!" kata May, yang ditarik suaminya keluar.
Mile pun mendekat dengan buket dan buah, sementara Apo menarik selimut sampai kepala saat dia duduk. Remaja itu pura-pura tidak tahu, padahal aroma parfum Mile menguar hebat. "Apo ...." panggilnya lembut. "Bisa hadap sini sebentar? Phi tahu kau belum tidur."
"Tidak mau ...."
"Apo ...."
"Phi pulang saja, sana. Aku lagi ingin sendirian."
"Apo ...."
Nada suara Mile berubah lagi. Sama-sama lembutnya, tapi indah. Apo pun mulai berbalik dengan muka sembabnya.
"Gara-gara dimarahi lagi, ya? Ha ha ha."
"Umn."
Mile mengusapi air mata di pipi itu. "Tapi badanmu masih hangat betulan ...." desahnya.
"Memang iya. Mama jahat ...." adu Apo. "Mama tidak tahu tadi malam panasku naik lagi. Sakit, Phi. Aku juga ingin sembuh ...."
"Iya, sekarang mau kukupaskan buah pir-nya? Ini bagus untuk demam tinggi."
"Hu-um."
Betul-betul anak kecil ....
Mile pun mengulum senyum ketika menyuapi Apo, dia tak henti-hentinya melihat bagaimana bibir pucat itu bergerak. Warnanya agak kemerahan karena dipakai mengunyah. Cairan pir-nya meluber sedikit. Apo mau makan karena rasanya segar, dia habis dua buah dengan suapan kecil-kecil. Remaja itu memang sakit, tapi Mile sebenarnya lebih sakit. Namun perban di tubuhnya tak terlihat karena ditutupi suit jas merah. Sebagai orang dewasa Mile belum cerita hingga hari ini. Yang penting Apo lekas sembuh, dia ingin melihat si manis ini ceria lagi.
"Po, apa tidak tidur siang?"
"Aku tidak bisa tidur ...." kata Apo sambil membolak-balik tubuhnya. "Phi juga kok tidak kembali? Nanti kantornya teter kalau di sini terus."
"Sebentar lagi. Aku ingin bersamamu sampai waktunya habis."
Apo pun berdebar-debar mendengarnya. Dia memandangi wajah tampan Mile. Mulai nyaman karena rambutnya dibelai lembut. Kompres di keningnya agak miring karena terlalu lama menoleh, rapi Mile membenahinya ke tempat semula.
"Kenapa, hm?" tanya Mile.
"Phi Mile tetap suka padaku?" tanya Apo tiba-tiba.
"Tentu. Kenapa bertanya begitu."
"Aku ini nakal dan sering bingung. Aku juga ceroboh jadi sering dimarahi Mama," jelas Apo. "Phi Mile boleh kok menyerah kalau aku merepotkan. Aku sudah bikin ulah berkali-kali."
"Ha ha ha, anak seumuranmu memang wajarnya begitu."
"Tapi teman-teman tidak parah. Kalau aku, ugh ... apalagi soal motor."
"Shhh, sudah jangan dibahas lagi," sela Mile. "Cukup sampai situ saja."
"Phi--"
Mile tetap menaruh telunjuk di bibir Apo. Dia menyeringai tipis, tiba-tiba ingin mengusili remaja ini. "Jangan membuatku ingin menciummu, ya. Diam sebentar," ancamnya, membuat Apo takut betulan. "Umurmu memang separuhku, Nak Manis. Jadi jangan berusaha mengimbangiku karena kau takkan pernah bisa. Belum waktunya."
Apo makin sedih mendengar kalimat barusan. "...."
"Jadi, lakukan saja kegiatan yang kau suka--seperti teman-temanmu sebelum kenal denganku, paham?" kata Mile. "Nakal sekarang, jatuh sekarang, sakit sekarang ... itu akan membuatmu belajar, kemudian merubahmu lebih baik. Aku takkan menuntutmu jadi sepertiku, cukup tumbuh sesuai masa-mu saja. Yang semangat."
Bibir Apo malah mencebik lucu. "Phi Mile terdengar seperti guru BK-ku. Hmmm ...."
"Ha ha ha, iyakah?" tawa Mile. "Terus ekspektasimu bagaimana?"
Apo takkan mungkin menyebut Mile 'Om-om Mesum' di depan mukanya. Lalu menggeleng untuk pamit tidur dadakan. "Ya sudah, dadah dulu ...." Si manis rupanya risih terbayang-bayang mencium betulan, padahal dia tahu Mile hanya sedang mengerjainya---cup.
"Ya sudah, dadah juga," kata Mile. "Semoga segera sembuh." Pria itu pun berlalu begitu saja, meninggalkan Apo yang semakin insomnia karena kecupan pada pipinya.
***
Sejak saat itu keraguan Apo hilang karena gejolak di mata Mile berwujud nyata. Sebab pria itu sungguh bernafsu padanya. Mile tidak hanya memandang sebagai adik, melainkan calon pasangan hidup yang sebenarnya.
Apo berhenti diombang-ambing. Pertanyaan apakah hubungan tersebut ada pun berhenti, bahkan memakai jam tangan pemberian Mile yang disusupkan di tengah buket. Mile bilang, Apo harus terlihat rapi dan keren setidaknya saat berseragam sekolah. Jangan ada sabuk meleyot, dasi longgar, baju keluar, atau topi miring (paling parah) ... karena Apo ingin disebut 'Nak Manis' yang benar-benar manis. Mile pun sadar dia mulai hinggap di hati remaja itu, walau harus betul-betul sabar.
Setelah hinggap, tahun berikutnya Mile ingin membuat Apo bangga berpasangan dengannya. Bukan malu terus-menerus karena perbedaan usia. Jika Apo berusaha mendewasa, maka Mile pun memanggil stylish untuk mengurus penampilannya jadi lebih muda. Setidaknya bila dalam hari-hari biasa. Dia ingin jalan berdampingan dengan Apo seperti kakak dan adik. Kalau pun sulit tampak serasi sebagai suami istri. Mile memutuskan mengubah gaya rambutnya. Itu pun tak hanya sekali hingga dapat yang paling fresh.
"Ha ha ha, itu siapaaa?" tawa Apo ketika dijemput kencan untuk sekian kali. Si manis tertawa sampai berlutut, tapi Mile menjawab penuh percaya diri.
"Ya, calon suami? Memang kau kira siapa?"
"Ha ha ha ha ha, ya ampun Phi ...."
Apo pun tergelak hingga berjongkok. Bahkan batuk-batuk sangking kagetnya dengan perubahan Mile.
"Why? Tahun ini aku baru 32 ...."
Setelah reda Apo menatap Mile dari pucuk rambut hingga kaki, kemudian mendekat perlahan. Dia berjinjit, meski sudah 17 tahun, dan nanti malam ada perayaan hari lahirnya. Ah, benar. Remaja itu memang belum sanggup mengimbangi tinggi Mile, tapi senyumnya kini lebih tampak percaya diri.
"Iya, kok. Tampan," puji Apo. Dia juga berani berpendapat ini itu, tak seperti dulu kala mereka bertemu pertama kali. "Aku suka gaya ini, Phi Mile. Keren. Stylish-nya pintar mengatur. He he."
Mile diam-diam tersanjung, tapi dia berusaha biasa saja saat mengulurkan tangan ke kucing kesayangannya. "Thanks, ayo jalan," katanya. "Ada kejutan untukmu malam ini."
Bersambung ....