Chapter 33 - TKC 27

UNTUK pertama kali Apo membiarkan tangannya dicium, walau begitu agak lama dia tetap menariknya. Suasana jadi canggung karena Apo tidak tahu harus bilang apa. Dia --diam-diam-- memang ingin, tapi juga tahu diri. Sejauh ini belum ada satu pun player yang gugur lagi karena penambahan poin. Apo sendiri punya 169.000 setelah membantai bonus level berturut-turut.

[159.000 setelah memenangkan softball]

[139.000 setelah kalah dalam pemilihan baju]

[169.000 setelah memenangkan challenge amal]

Intinya kedelapan player stabil, seperti Apo sampai sekarang. Butuh beberapa level untuk melengserkan mereka satu per satu. Jika defeat satu, justru semua player dapat penambahan poin. Apo tak menyangka pemenangnya nanti adalah yang punya poin terbanyak. Hanya jika sampai 25 level, ternyata belum ada satu player pun yang mundur. Raja Millerius benar, Apo harus berusaha keras jika memang ingin menjadi pimpinan.

"Ehem, well ... pertama-tama terima kasih menjemput saya?" kata Apo.

Tolol, kenapa suaraku gemetar segala!

"Tentu," kata Raja Millerius. "Kita kan memang akan keluar. Tinggal kau pilih saja mau kemana." Dia menunjukkan kotak kecil berisi tiga undangan. "Oh, lupa, kecuali kau berencana pergi dengan orang lain."

Apo pun menahan tawa. Tak dia sangka Raja Millerius kena trigger setelah ditolak berkali-kali. "Tidak ada kok, Yang Mulia. Lagipula sudah jam segini. Tidak ada kesempatan pilih-pilih. Keluar dengan Anda juga menyenangkan."

"Oh."

Kepanikan menyerang Apo ketika sadar ada yang salah dari perkataannya. "Maksud saya, anu ... kali ini memang tidak ada rencana mengajak siapa pun kok. Serius," katanya. "Bukan berarti Anda pilihan kedua. Jangan salah paham dulu."

"Baiklah."

Diantara ketiga amplop Apo mulai memilih. Dia baca dengan cermat satu per satu apa isi tawarannya.

[A. Menonton Ballet]

[B. Menonton Ice Skating]

[C. Menonton Bolero]

Dipikir-pikir semua pertunjukan ini belum pernah Apo datangi langsung. Hanya saja dari Tiktok semasa hidup sudah lewat berkali-kali di fyp-nya. Apo lebih penasaran tentang Raja Millerius. Apakah sang dominan selama ini pernah melakukan sesuatu sesuka hatinya.

"Daripada saya, ngomong-ngomong Anda sendiri bagaimana?" tanya Apo. "Tahu tidak rasanya bermain di sungai?"

"Apa?"

"Mencari capung, menangkap belalang, terus mengandangkan kupu-kupu," kata Apo lagi. "Kumbang tanduk juga bagus kok dimasukkan ke toples. Yang kepalanya seperti badak itu loh, Anda ingat kan? Saya hanya mau dengar jawabannya."

Raja Millerius tampak berpikir. "Sepertinya ... belum pernah?" Dia coba mengingat-ingat kembali. "Aku lupa waktu kecil main apa saja. Maksudku selain jadwal istana."

"Ho."

"Tapi kenapa bertanya?"

"Saya ingin mengajak Anda mengantongi kunang-kunang kalau mau. Mumpung lagi banyak si lampu di sini," tunjuk Apo keluar jendela. Di semak-semak memang ada ratusan yang berkeliaran. Raja Millerius ikut menatap ke arah sana. "Kalau besok-besok, mungkin salju sudah menyebar di seluruh daratan Inggris. Anda takkan dapat kesempatan. Saya juga entah kapan bisa mengajak lagi."

Untuk sesaat Raja Millerius diam. Itu kekanakan, tapi Apo terlihat serius. Determinasi dalam matanya berapi-api, padahal si carrier pasti menyimpan impiannya sendiri.

"Kau yakin?"

"Tentu saja! Pasti seru," angguk Apo sambil menyengir. "Kapan lagi kan ... seorang Raja Millerius menyusup begini? Yakin deh, Anda akan senang merasakan sensasinya. Ha ha ha ..."

"Tapi bagaimana dengan pertunjukkannya?" tanya sang raja. "Tidakkah kau ingin ke sana? Salah satunya, mungkin? Ada pertunjukan Romeo & Juliet sekarang. Pasti meriah sekali."

"Aih, saya kan sudah bilang jalan-jalan ini buat Anda. Bukan saya," kata Apo. "Lagipula, saya tebak Anda pernah menontonnya berkali-kali. Cih, tidak bosan apa bertahun-tahun begitu? Ayo coba sesuatu yang baru! Saya jamin Anda takkan pernah melupakannya!"

Atas hasutan yang manjur, Raja Millerius pun berakhir mau walau sebenarnya masih ragu. Kereta dihentikan di tengah jalan, Apo menariknya keluar pintu sampai mencebur sungai. Tiada waktu melepas baju luaran dulu, Apo sudah menciprati muka agung sang raja.

Terbius suasana dingin, segar, nan tenteram di sana, Apo sendiri tidak tahu kenapa bisa tertawa-tawa. Dia tidak takut dengan arus sungai yang agak deras, mungkin karena sempit, kecil, dan dangkal sebetis saja. Ini beda dengan sungai seluas samudera yang menenggelamkannya.

Apo gembira. Apalagi setelah mengajari Yang Mulia raja menggenggam kunang-kunang dalam tangannya. Dia geli dengan ekspresi terkejut itu. Untung sang dominan bukan tipe yang takut serangga. Raja Millerius hanya heran dengan efek yang terasa pada telapak tangannya. Sepatu mewah, tebal, lagi bersol kokoh miliknya berakhir dilepas di tepi sungai karena sempat memijak lumpur berkali-kali.

Apo mengajak Raja Millerius berbaring di atas rumput. Menatap langit. Menghitung bintang. Lalu becanda (meski kaku) soal zodiak-zodiak random.

Beruntung dunia game ini tidak sama dengan realita. Kau bisa melihat bulan purnama, puluhan rasi, salju tipis, dan kunang-kunang di saat yang sama.

Apo rasa, dia betah disuruh tinggal di sini terus selamanya. Walau senyumnya jadi hilang saat teringat keberadaan sang ibu di dunia nyata.

Hmmm, apa kabar ya, beliau?

Aku benar-benar ingin menarik Ibu ikut ke sini.

"Natta," panggil Raja Millerius. Suaranya membuyarkan lamunan Apo. Apalagi sosok itu menoleh, tanpa protes sekali pun dengan betapa kotornya badan mereka.

"Hm?"

Apo masih nyengir menatap kunang-kunang yang mengambang terbang di udara. Di telunjuknya ada satu yang hinggap manja dengan bokong berkedip-kedip memesona. Dia terkikik-kikik  membayangkan bokongnya sendiri menyala.

"Jadi, kau sekarang sudah bisa menyukai dominan?"

"Eh?"

"Maksudku, dulu kau hanya melihat wanita."

Alis Apo naik sebelah. "Hmm, tidak juga," katanya ragu. "Mungkin ... kalau Anda --sedikit-- tidak masalah?" Dia mencoba berpikir ulang. "Tapi belum tahu pasti, sih. Saya tidak bilang bisa begitu betulan." Lelaki carrier itu mengawasi ketampanan di depannya lagi. "Cuman, balik lagi ... Anda terlalu bagus kalau diabaikan. Saya jadi sering mikir-mikir ulang."

"Hmph."

Seringai kecil tumbuh di bibir Raja Millerius.

"Kenapa?"

"Jawaban yang tidak buruk. Aku lega mendengarnya," kata Raja Millerius. "Setidaknya masih ada kesempatan,  kan? Ha ha ha. Bukan nol persen seperti dulu. Good for you."

Apo bingung, tapi jantungnya merasakan sentilan aneh. Dia terpesona oleh kekehan kalem, agak berat, juga dada bidang yang bergetar-getar di hadapannya. Dari sudut ini bisa Apo lihat betapa bahagianya Raja Millerius ada di sisinya. Sang dominan membuat wajahnya panas padahal tidak ada yang terjadi.

Ah, bangsat, bangsat.

Bisa tidak sih, jangan menggemaskan begitu?

Aku jadi ingin memerkosamu.

Perlahan Apo pun mendekat, demi mengikuti naluri. Kelopak matanya turun bertahap dan hanya fokus ke bibir yang membuatnya bergairah. Apo terpaku seperti bunga yang menunduk makin ke bawah, tahu-tahu Raja Millerius diam dan merangkul punggungnya selembut mungkin.

"Hmmh ...."

Keduanya saling memagut dalam kekacauan disana-sini. Lidah berputar diantara saliva basah dan gigi yang rapi. Para prajurit tak menoleh sedikit pun dari atas sana. Di balik pagar sungai mereka tahu apa yang terjadi, tapi setia menatap depan. Kuda-kuda meringkik pelan dan mendengus seolah paham apa yang mereka saksikan, tidak lain dan tidak bukan adalah dua nyawa, jiwa, dan perasaan yang telah menjadi satu.