"Selamat siang," sapa pria berambut hazel setelah pintu terbuka untuknya.
"Selamat datang, Tuan Haymitch," sambut Ferona. Pria yang dipanggilnya "Haymitch" itu tampak begitu tinggi dan gagah, sehingga Ferona harus mendongak hanya untuk menghitung satu demi satu manusia di belakangnya. Mayoritas dari mereka adalah para pria perkasa yang bertampang kasar, sedangkan sisanya merupakan satu orang wanita dengan rambut pendek.
"Aku bersama anak-anak," jelas Haymitch dengan suara berat.
Ferona memegang dagunya dan bertanya, "Hanya tujuh orang?"
"Ya, kau melihatnya bukan?"
Ferona menyorot Haymitch dengan tatapan dingin. Sembari berbalik, ia hanya mengucap, "Silakan masuk!"
Kemudian, gerombolan manusia berjubah itu berbaris untuk mengantre satu-per satu, sebelum mereka masuk ke ruangan yang ditunjukan oleh Ferona.
***
Mereka pun tiba di ruang tengah, di mana kursi dan meja telah disediakan. Cat dinding putih yang sudah luntur, meja dan kursi dengan kayu yang telah dimakan rayap, dan udara dingin yang mengembus melengkapi suasana di dalam ruangan. Walaupun vila itu kurang layak untuk ditinggali, ruangannya cukup luas untuk digunakan sebagai tempat pertemuan.
"Tunggu sebentar!"
Ferona berpamit lalu menghilang untuk menyiapkan peralatan. Sementara para tamu menungguinya tanpa berkata apa-apa. Keheningan terus membuat suasana menjadi canggung, sampai bunyi hentakan memecah kesunyian.
Tak
Derap hak kayu yang samar semakin terasa. Ketika derap itu berhenti, bunyi itu berganti menjadi sosok nyata di ambang pintu. Perlahan, seorang gadis bersurai cokelat menghampiri kedelapan orang di ruang pertemuan. Seiring dengan aroma mawar yang menguar, ujung surainya menyapu lantai kala ia semakin mendekat.
"Kakak."
Bibir merah mudanya melontarkan panggilan dengan suara yang begitu merdu. Menyebabkan seisi ruangan langsung mendongakkan kepala, sekadar menangkap sosok pemilik suara tersebut.
"Kalian sudah datang?"
Saat dilihat seksama, ternyata, ia adalah seorang gadis berambut hazel panjang yang cukup manis. Tertutup bingkai kacamata bundar, matanya yang jernih memandang mereka dengan tatapan menyelidik. Sembari memeluk pergelangan tangannya ke depan pinggang, ia sedikit membungkuk kaku, "Ah, maafkan saya. Seharusnya saya menyambut kalian terlebih dahulu."
"Tidak apa. Tapi, siapa Anda?" tanya salah satu dari pria berjubah hitam.
"Saya---"
"Merliana."
Gadis berkacamata itu menoleh pada seseorang yang mengenalkan namanya.
"Namanya adalah Merliana Haymitch. Dia adik sepupuku," ucap Haymitch dengan lantang.
"Ah, jadi begitu. "
"Apakah Anda ... adalah gipsi yang berencana menjual benda-benda sihir dan ingin ke luar negri?" tanya seorang wanita berambut pendek. Ia bertanya demikian karena merasa Haymitch pernah mengatakan hal itu kepadanya.
Merliana mengangguk. "Ya, itu benar."
Melihat reaksi Merliana, mereka saling berpandangan. Setelah itu, mereka berkenalan satu per satu. Beruntungnya, tidak ada yang tidak nyaman dengan itu. Sebab, Merliana merupakan sepupu dari ketua mereka yang terkenal tegas.
Selepas berkenalan, Haymitch pun memberikan pengumuman kepada anak buahnya. "Jadi berkaitan dengan tugas kalian sebelumnya, kalian akan melaporkan situasi setelah melakukan pemantauan daerah selama beberapa hari."
Ketujuh orang berjubah yang duduk di kursi memperhatikan Haymitch. Sementara Merliana dan Ferona---yang sudah menata peralatan---mendengarkan Haymitch selagi berdiri di sampingnya.
Haymitch kemudian melanjutkan, "Rapat ini kugelar untuk membantu adik sepupuku agar dia bisa menjual barangnya diam-diam. Dia akan berpindah-pindah tempat tinggal untuk sementara waktu. Kalian tidak masalah, bukan?"
Seorang pria berambut cokelat bangkit dari kursinya dan angkat suara, "Tapi apa yang kita dapatkan dari ini?"
Haymitch menatap tajam pria itu, sedangkan teman-temannya membatu dengan pertanyaannya. Suasana menjadi lebih hening sampai seseorang membalas pertanyaan itu.
"Tenang saja, saya akan membayar kalian dengan jumlah yang cukup besar!"
Merliana tersenyum cerah. Lalu melanjutkan, "Sekarang, bagaimana, Kakak? Apa kita bisa memulainya?"
Tanpa sanggahan, Haymitch langsung mengangguk dan menyiapkan diri.
***
Kini, Merliana beserta yang lainnya duduk dalam satu meja besar yang sama. Di meja tersebut, tersedia selembar peta, botol tinta, dan sebuah pena bulu.
"Jadi, wilayah mana saja yang dijaga prajurit?" tanya Merliana terhadap orang-orang Haymitch. Rata-rata dari mereka memiliki kesan wajah yang menyeramkan, namun itu tidak membuatnya takut sedikit pun.
"Yang kami ketahui, paling banyak berada di sekitar wilayah hutan yang dekat pusat Dukedom Chester. Kemudian di perbatasan wilayah selatan bekas peperangan dengan Alberian, dan dua perbatasan antara wilayah selatan dengan wilayah timur dan barat," balas salah satu di antara mereka.
Merliana mengangguk sembari menandai wilayah tersebut ke peta dengan penanya. "Oke. Lalu, tempat mana saja yang diperiksa? Maksudnya, seperti jalanan, toko, atau sejenisnya?" tanya Merliana lagi.
"Mereka menggeledah toko perhiasan Orion habis-habisan dan titik-titik penginapan di wilayah Chester. Juga, tempat perjudian dan pelelangan perbudakan. Sebagiannya lagi memeriksa di beberapa kota kecil Chester."
Sesaat, Merliana melebarkan matanya. Ia pun bertanya, "Apa yang mereka lakukan terhadap pegawai toko itu?"
"Mereka mengintrogasinya satu per satu, kemudian mengancam dengan penutupan toko jika mereka berdalih. Bila berbohong, lidah para pegawai akan dipotong."
Sesaat, kerutan dahi muncul di wajah manis Merliana, berpikir bahwa yang mereka lakukan pada orang-orang itu sedikit kejam. Namun, tanpa komentar, ia hanya mengerjap beberapa detik sebelum beralih topik. "Baiklah. Kalau begitu, di titik mana saja yang paling aman untuk saat ini?"
Seorang wanita berjubah menyentuhkan telunjuknya ke beberapa nama kota di kertas peta. Ia juga menjelaskan tentang situasi kekaisaran. Katanya, untuk sementara waktu, semua akses keluar-masuk diblokir, sehingga aktivitas perdagangan ke luar wilayah dihentikan. Hal ini menimbulkan kesulitan ekonomi selama beberapa waktu.
Pembicaraan pun berlanjut kian serius. Walaupun awalnya berjalan dengan baik, semakin lama rapat berlangsung, mereka semakin lelah. Peka dengan situasi, Merliana mengode Ferona yang masih duduk di sampingnya.
"Oke, waktunya makan siang!" seru Ferona, sambil menyatukan tangannya.
"Baiklah, rapat akan dihentikan sampai sini!"
Satu per satu hadirin mulai mengembalikan seri wajahnya. Mereka kemudian saling berjabat tangan dan menghambur mengikuti jalan Ferona ke ruang makan---kecuali Haymitch yang sengaja menepikan diri. Ia mendekat ke sisi Merliana setelah memastikan tidak ada siapapun selain mereka di ruang pertemuan.
"Kita akan bicara setelah ini," bisik Haymitch kepada Merliana.
***
Selepas rapat usai, masing-masing anak buah Haymitch segera meninggalkan vila untuk kembali ke tempat penjagaan. Kini, tersisa Haymitch dan Merliana saja di ruangan itu.
"Anda benar-benar terlihat berbeda, Lady Senika."
Sesaat, Merliana menarik kedua ujung bibirnya tipis. Jemarinya menyentuh sebuah perhiasan yang melingkar di jari manis kirinya. Bersamaan dengan itu, butiran pasir menguar dari lapisan terluar tubuhnya. Kini, penampilan Merliana menjadi jauh lebih berbeda dari sebelumnya.
Rambut biru panjang yang bergelombang.
Paras cantik dengan hidung kecil yang mancung.
Mata biru laut yang dalam.
Ia ialah Senika Chester, yang memutuskan untuk mengubah identitasnya mulai hari ini
***