Chereads / Aku Tidak Mau Obsesi Pemeran Utama / Chapter 22 - Berdansalah Denganku!

Chapter 22 - Berdansalah Denganku!

Dengan percaya diri, Senika dan Serena memasuki aula utama. Mereka menyegarkan mata dengan nuansa yang berbeda.

Serena mengenakan ballgown putih bertabur mutiara. Lengan gaunnya didesain dengan bentuk lengan lonceng. Lengkap dengan set perhiasan kristal bening.

Sedangkan Senika tampil elegan dengan gaun A-line biru navy. Gaun itu bertabur kerlap-kerlip manik kaca yang transparan. Khususnya, di bagian offshoulder yang dipadu padankan dengan gaya sanggul kepang. Membuat bentuk lehernya meliuk cantik.

Para bangsawan sesaat menghentikan kegiatannya. Mereka melayangkan pandangan terhadap dua dara yang baru saja hadir.

"Apa itu putri kembar Chester?"

"Mereka cantik."

"Lihatlah putri bergaun putih! Dia seperti malaikat."

"Aku setuju. Tapi menurutku putri bergaun biru lebih menarik. Tidakkah kau lihat auranya itu?"

Orang-orang terus berbisik hingga ketiganya berhenti di tengah aula. Orwen berpisah dengan kedua putrinya. Ia berkumpul ke kelompok partisipan perang.

Sementara Serena dan Senika membaur ke tengah kerumunan. Mereka memberi salam kepada satu per satu bangsawan wanita.

"Kalian berdua cantik sekali sampai membuat saya terpukau."

"Haha, terimakasih pujiannya, Nyonya." Serena terkekeh, lantas menutupi bibirnya dengan kipas.

"Kakak memang cantik. Apalagi mengenakan kalung itu," puji Senika, melirik kalung choker yang melilit leher Serena.

Countess Roe, yang memiliki hobi mengoleksi perhiasan, bertanya, "Dimana Anda mendapatkannya?"

Serena menyentuh permata yang berderet di kalungnya. "Oh, ini. Senika yang menghadiahkannya. Sayang sekali, seharusnya kami mengenakannya bersama-sama."

Countess Roe memberikan isyarat kepada Senika. Ia tertarik menjadikan kalung itu sebagai koleksinya. Senika lantas berbisik---membocorkan nama toko perhiasan miliknya.

Percakapan antara para gadis dan nyonya bangsawan pun terus berlanjut.

"Wajah Anda mulus sekali. Bolehkah saya tahu rangkaian perawatan kulit Anda?" Viscountess Yuenne, Aktris opera menanyai Senika.

Senika memasang tampang malu. Ia mengusap lehernya sambil menjawab, "Sebenarnya ini rahasia. Tapi, saya akan memberitahu Anda sekalian. Saya menggunakan gel lidah buaya seri rose yang persediannya terbatas."

"Apa lidah buaya bisa digunakan untuk kecantikan juga? Setahu saya, gel itu hanya untuk menyembuhkan luka bakar."

"Tidak, gel lidah buaya tidak hanya berkhasiat menyembuhkan luka. Produk itu ampuh juga untuk melembabkan wajah, memudarkan jerawat, dan bekasnya. Ditambah, campuran bunga mawarnya berguna untuk melembutkan. Intinya, produk itu sangat saya rekomendasikan." Senika mempermanis kata-katanya.

"Benarkah? Saya jadi ingin mencobanya. Apa merk gel itu?"

"ARS, Nyonya."

Senika menarik kedua ujung bibirnya. Beruntungnya, teknik marketing-nya berhasil menggaet sasaran. Sekarang ia berharap, semoga saja ia mampu mendongkrak popularitas kedua produknya.

***

Kini Senika dan Serena meliukkan badan. Mereka menari debutante bersama gadis lain sepantaran mereka.

Selesai menari, mereka menghormat kepada sepasang Matahari dan Bulan Kekaisaran, Kaisar Brade Carlyle Dawnell dan Permaisuri Arnette Howard. Mereka duduk di singgasana di utara aula.

Para debutan lantas mengikuti tradisi dengan mencium tangan sang Permaisuri. Saat Senika menghampiri permaisuri, entah mengapa Senika merasa tidak nyaman. Menurutnya, wanita itu tidak banyak berekspresi. Yang ia ketahui, hubungan Permaisuri dengan Kaisar tidak bagus sejak Luke dilahirkan.

Sehabis upacara, Serena kembali berkumpul dengan teman-temannya. Lain halnya dengan Senika yang menyingkir, menjadikan dirinya bunga dinding. Ia mengambil segelas wine di meja, hendak meminumnya.

"Anda seperti mawar biru yang misterius," lontar seorang lelaki yang mengintrupsi Senika. Pria itu adalah Richardo Willard, putra bungsu Duke Willard dari Wilayah Barat.

Senika mendesis pelan. Ia meletakkan Wine Chateau Margaux-nya ke meja tempat makanan tersaji. Ia pun menatap mata merah Richardo.

Mendadak, Senika mendengar suara dengingan. Suara itu mengiang-ngiang tanpa jeda. Mereka terus mengganggu sampai Senika menutup ketiga panca inderanya: penglihatan, pendengaran, dan perasa.

"Lady Chester, Anda bagaikan Mawar Biru yang indah."

================================

"Ayo pergi bersama saya. Saya bisa membantu Anda melarikan diri!"

================================

"Kau pikir semua itu gratis? Untuk membantumu aku juga perlu bayaran yang sepadan! Jadilah milikku!"

================================

"... ugh!"

Cuplikan adegan terus berputar di dalam imajinasinya. Adegan itu menunjukkan betapa berbahayanya lelaki di hadapannya--- di mana ia memaksakan kehendaknya terhadap Senika. Senika gemetaran. ia memeluk kedua lengan atasnya dengan was-was.

Richardo Willard, sosok itu adalah tokoh antagonis pria di dalam novel. Pria jangkung---yang selalu memodel rambut hijaunya dengan minyak rambut itu--- merupakan orang yang tergila-gila dengan Senika.

Saking gilanya, ia memanipulasi Senika dengan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk melecehkannya---tatkala Senika berusaha menghindari Luke. Namanya berada di urutan kedua daftar merah Senika setelah Luke Carlyle.

"Ada apa, Lady? Perlu saya antarkan ke ruang peristirahatan?" tawar Richardo, sambil mengulurkan tangannya.

Senika menepis tangan Richardo. Ia mengelak, "Saya baik-baik saja."

Richardo tersenyum miring. Ia pikir wanita ini jual mahal sekali. Namun, pria itu masih bersabar. Kedua tangannya ia buka lebar-lebar. "Lady memang bilang begitu. Tapi wajah Anda terlihat pucat. Saya akan memapah Anda, Lady."

"Sudah saya bilang, saya tidak apa-apa. Terimakasih, biarkan saya sendiri!" tegas Senika, memundurkan langkahnya pelan-pelan.

"Lady, apa Anda tidak merasa nyaman dengan saya? Apa saya salah?"

"Iya, kau memunculkan hidung belangmu saja sudah salah. Maka pergilah kalau sudah tahu!" batin Senika. Keringat mulai mengucur di dahinya. Deru nafasnya beradu dengan degup jantung yang semakin cepat.

"Lady---"

"Sudah cukup! Apa Anda tidak paham kalau Lady Chester merasa tidak nyaman?"

Seorang pria gagah mencengkram tangan Richardo. Paras manisnya menjadi sepat karena sebal. Pria bersetelan zoot suit itu membuang ringan telapak tangan Richardo.

"Viscount, aku hanya berusaha menawarkan bantuan. Salahku dimana?" Richardo membela diri, dengan mengubah gaya bahasanya.

"Apakah Anda tidak memiliki kepekaan? Dimana etika Anda? Bukankah jika Lady menolak seharusnya Anda langsung pergi saja?"

"Hmm, haha. Aku hanya bermaksud baik. Tapi mengapa aku disudutkan begini?" Richardo memutar bola matanya."Ya sudah, huh. Aku pergi!"

Richardo berbalik menjauhi keduanya. Ia menggumam tentang betapa sombongnya hakim baru itu.

"Terimakasih," ucap Senika.

"Sebuah kehormatan untuk saya. Perkenalkan, saya Mazden Swott dari Wilayah Barat."

"Viscount yang baru diangkat itu? Anda hebat. Saya dengar, Anda orang yang pekerja keras."

"Berita itu sungguh berlebihan."

Senika melanjutkan obrolan ringan dengan Mazden. Bagi Senika, Mazden sepertinya pemuda yang baik. Mereka pun berbincang sambil berjalan-jalan di taman istana. Keduanya nampak cocok bila disandingkan bersama.

***

Sementara itu, seorang pria tampan sedang meminum segelas anggur di balkon. Pria itu mengamati betapa indahnya pemandangan taman belakang. Di tengah kenikmatannya, ia melihat Senika dengan gaun birunya. Keelokannya yang anggun membuatnya salah fokus. Pria itu tersenyum tipis, mendapati seorang gadis cantik yang sukses menyita perhatiannya.

Namun, senyum itu menghilang ketika ia mendapati Mazden yang menyusul di sisi kirinya. Keduanya nampak tertawa bahagia dari sudut kejauhan. Sehabis itu, Mazden menyelimuti Senika dengan jas cokelatnya. Senika membalas Mazden dengan senyuman lembut.

Dari atas, pria yang berseragam ala pangeran itu mengepalkan tangannya. Ekspresinya yang menggeram semakin menambah aura ganasnya. Aura ganas yang tepatnya berbahaya, karena ketampanannya itu mampu memabukkan para kaum hawa. Pria muda itu ... adalah Luke Carlyle---sang Putra Mahkota yang selalu disembunyikan ayahnya.

Luke meletakkan gelasnya ke atas permukaan balkon. Ia menggertakkan giginya, kemudian menarik sebelah alisnya yang lumayan tebal. Ia pun membalikkan badan hingga jubah merahnya berkibar pelan. Teras bekas tempatnya menyendiri kini kosong tanpa keberadaannya.

***

Senika dan Mazden kembali ke aula. Mazden memisahkan diri dengan berpamitan. Ia bergabung dengan sesama kaum adam.

Sementara Senika---yang masih mengenakan jas Mazden---kembali termangu di sudut ruangan. Sebenarnya, ia ingin beristirahat di kamar tamu. Namun, ia tidak mau membuat Serena dan Duke Orwen kerepotan mencarinya.

"Yang Mulia Putra Mahkota telah tiba!"

Deg

Debaran dalam dada Senika melaju cepat. Ketika sebuah gelar itu disebut, Senika kehilangan fokusnya. Luke---tokoh nomor satu yang paling ia hindari---akhirnya memunculkan dirinya.

Gerakan kaki bertahap menuruni anak tangga. Postur badannya tegap dengan set pakaian kebesaran yang khas. Juntaian jubah merah menutupi punggungnya yang berseragam putih. Tak lupa, beberapa lencana terpampang di dada bidangnya.

Saat Senika mendongak, pupil matanya bergetar. Sesosok pemuda rupawan terpotret di lensa matanya. Parasnya yang begitu mulus bagaikan patung pahatan. Sangat pas dengan sepasang mata almond-nya yang bermanik biru jernih. Rambutnya yang berwarna pirang berkilau diterpa cahaya lampu pesta. Nampak bagus dengan kulitnya yang bertone beige.

Seisi aula terpana memandang betapa tampannya Putra Mahkota. Stereotip bahwa Putra Mahkota mengurung diri karena buruk rupa terpatahkan. Desas-desus negatif tentangnya pun menghilang dengan sekali lihat. Pria itu mengusik jantung para Lady dengan senyuman mautnya.

"Gila aku, gila. Inikah aura pemeran utama pria? Aku tidak pernah melihat pria setampan dirinya!" batin Senika menyeruak.

Mengacuhkan pandangan orang, Luke menepi di dekat ayahnya. Tak lama setelah itu, Kaisar memberikan sepotong pidato mengenai perang Alberian. Selepas itu, ia mengangkat gelasnya, diikuti oleh bangsawan yang lainnya. Selanjutnya, pesta pun berlangsung kian meriah.

Luke yang sedetik lalu sendirian, kini dikerubungi oleh para wanita. Kebanyakan dari mereka menyelamati Luke yang memimpin wilayah perbatasan. Juga, bertanya-tanya mengapa Luke tidak menampakkan batang hidungnya.

Luke memberikan segelintir alasan yang logis. Ia tersenyum, namun saat orang-orang tak melihat, ia menampakkan ekspresi jijiknya.

Luke pun berpamitan sopan dengan para Lady. Ia menjauhi gadis-gadis dan nyonya agresif itu. Lantas, langkah kakinya tertuju ke selatan aula yang tidak banyak orang-orang.

Tatkala tiba di tempat tujuan, ia menghentikan langkahnya di pojok ruangan. Tanpa basa-basi, Luke melayangkan senyuman terlembut yang pernah ia berikan. Ia juga menengadahkan tangan kanannya ke arah seseorang.

"Lady, maukah kau berdansa denganku?"

Di hadapannya, Senika yang sengaja menyembunyikan diri shock seketika.

***