Chereads / Teman atau Cinta / Chapter 9 - Rencana Perjodohan

Chapter 9 - Rencana Perjodohan

"Jika hatimu mulai merasa nyaman, tapi ragu menamai perasaan. Waktu yang akan ambil alih menunjukkan nama perasaan itu sesungguhnya"

~Afi~

Zia makin penasaran dia tetap melanjutkan penyelidikan, dia tidak akan merasa tenang sebelum benar-benar mendapat jawaban pasti tentang Afi dan Fai.

Pagi itu Zia lebih pagi berangkat dan mencoba mendapatkan bukti dan mencari sesuatu yang bisa menunjukkan kecurigaannya itu benar. Zia tahu Afi pasti melakukan sesuatu yang akan menyakiti Fai, khawatir sahabatnya akan mendapatkan masalah. Zia berusaha keras mencari kebenarannya.

"Bayu tunggu" Tegur Zia kepada Bayu yang sudah berjalan di tangga lebih dulu sedang Zia masih di anak tangga kelima

"Zia, ada apa?" Jawab Bayu menoleh ke belakang dengan wajah mengantuk

"Aku mau tanya sesuatu" Ucap Zia dan maju menuju anak tangga yang di pijak bayu

"Bay kamu tahu sesuatu tentang Afi dan Fai?" Tanya Zia dengan santai

"Sesuatu apa sih?" Jawab Bayu dengan mulut menguap tapi di tutupi dengan tangan

"Sesuatu, apa pun yang aneh gitu dari mereka berdua?" Tanya Zia serius

"Emm gak tahu ya. Setahuku sih wajar aja, gak ada yang aneh. Emang kenapa?" Tana Bayu penasaran dan mata mulai terbuka lebar

"Emm begitu, tidak ada kok. Ya sudah Bay, Makasih ya" Jawab Zia sembari tangan membetulkan tasnya dan berlalu menaiki tangga menuju ke lantai 3

"Aneh.. kenapa teman sekelasku aneh semua sih? Aku Komting gagal" Gerutu Bayu bergeleng kepala pusing berpikir

Davit mengagetkan Bayu dari belakang tanpa diketahui Bayu

"Woi sedang apa!" Teriak Davit dan menepuk pantat Bayu

"Komting gagal" Celetuk Bayu tanpa sadar karena sedang introspeksi diri dan terkejut karena Davit

"Komting gagal? Hahaha.... baru sadar Bay, udah ganti in aku aja jadi sekretaris biar aku gak perlu tugas nyatat. Kau bosan kan jadi Komting?" Jawab Davit menertawakan Bayu

"Ah kamu apaan sih, orang lagi mikir dikageti. Jadi keluar semua isi otakku" Jawab Bayu kesal dan meninggalkan Davit sendiri di tangga

"Apaan sih? Gitu doang marah, aku gantikan jadi sekretaris. Aku udah lelah nyatat, Bay" Bujuk Davit dengan berlari mengejar Bayu yang menuju kelas

Zia masih bingung harus cari tahu ke mana lagi, hampir semua orang yang ditemui mengatakan tidak ada yang aneh. Tapi hatinya terus gelisah, bayangannya hannyalah Afi menyimpan sesuatu yang buruk untuk Fai.

"Aku belum percaya, sekarang waktunya mencecar Afi. Harus aku paksa dia mengakui rencananya" Suara hati Zia terus beradu dan meneriakkan semangat melakukan hal yang di pikirkan

"Zia kamu ada pulpen? Aku kehabisan tinta" Tanya Fai pada Zia dari bangkunya yang tepat berada di depan Zia

"Zia, minta pulpen" Tanya Fai lagi karena tidak di jawab, tapi dengan tanagn mencubit pipi Zia

"Aduh sakit ... Apa sih Fai?" Zia berteriak dan mengelus pipinya

"Aku minta pulpenmu, punyaku tintanya habis. Kamu kenapa ngelamun? Hah?" Tanya Fai keheranan

"Tidak ada kok, aku cuma mikir sesuatu" Senyum Zia menutupi

"Kenapa tadi? Pulpen ya?" Tanya Zia dan menyodorkan pulpen berwarna hitam tapi bungkusnya berwarna merah muda

"Emm ya sudah. Makasih pulpennya Zai, nanti aku kembalikan pulang kuliah ya" Senyum Fai mengembang

"Iya" Jawab Zia

Zia tahu mungkin hanya perasaannya tapi tetap rencana harus dijalankan, agar otaknya tidak terus berperang dengan hatinya.

Pulang perkuliahan ja 2 siang

"Fai kamu sendiri ya pulangnya. Ada yang jemput kan? Aku ada acara" Alasan yang dibuat Zia agar tidak pulang bersama Fai

"Oh begitu. Iya Zia tidak apa-apa aku ada yang jemput kok" Senyum Fai dan menuju ke luar kelas duluan meninggalkan Zia

Setelah semua rang keluar, bersamaan Afi hampir mencapai pintu kelas Zia memanggil.

"Afi bisa bicara sebentar?" Tanya Zia untuk menghentikan Afi

"Apa Zia? Mau minta tolong apa?" Jawab Afi menghentikan langkah kakinya dan menoleh, tapi wajahnya usil karena terbiasa bertengkar dengan Zia

"Bukan, aku ini mandiri. Mana ada minta bantuan kamu yang suka mengejek aku" Timpal Zia membalas wajah usil Afi dengan wajah jutek

"Terus apa?" Tahya Afi mengernyitkan dahi

"Kamu ada rencana apa ke Fai? Jangan bilang kamu akan melakukan sesuatu yang menyakitinya?" Ancam Zia dengan tangan mengepal dan disodorkan ke wajah Afi

"Eist apa ini? Tangan kecil, jelek, hitam, kerempeng lagi, kok mengancam aku. Gak takut kalah Zia? Aku lebih tinggi loh tuh" Menyingkirkan tangan Zia dari depan wajah dan menunjukkan tinggi Zia menggunakan penanda tagannya ke bagian dada

"Terserah Fi. Aku juga bisa lawan kau dengan cara lain, pokoknya aku peringatkan kamu jangan ganggu Fai. Atau aku akan..." Ucap Zia tapi terpotong karena masih memikirkan apa yang akan dia lakukan

"Aku mau kamu apakan?" Tanya Afi dengan tersenyum dan kaki maju mendekati Zia hingga tubuh Zia mentok ke tembok

"Aku akan..." Ucap Zia bingung

Jantung Zia berdetak kencang, Afi yang mendekat dan berjarak terlalu dekat dengannya sungguh membuat pikiran Zia kosong. Dari jarak 35 cm wajah Afi terlihat begitu tampan, mata tajam dan senyum manis itu, membuat semua omelan yang ingin diucapkan hilang entah ke mana.

"Zia, Aku tidak ada maksud apa pun kepada Mbak Fai. Tenang saja, aku cuma berteman baik saja" Jawab Afi mencoba santai dan menyembunyikan kebohongannya

"Emm ya sudah. Mundur sana ah" Teriak Zia menyadarkan dirinya sendiri untuk tidak terus nyaman dengan posisi itu

"Eh iya maaf. Kalau tidak ada yang ditanya lagi Aku pulang ya" Jawab Afi tersenyum dan melambai kemudian berlalu keluar kelas

Zia langsung lemas dan terduduk di lantai, dia bingung. Mengapa tidak bisa mengomel padahal sebelumnya sudah banyak kata yang ada di benaknya untuk menyerang Afi.

Di rumah Fai...

"Nggeh Gus, saya usahakan bisa hadir. Masak acara penting tidak datang, Insya Allah saya usahakan" Ucap Ayah Fai yang menelepon diruang tamu

"Nggeh Gus. Wa'alaikumussalam" Tambah Ayah Fai mengakhiri bertelepon

Fai yang mendengar merasa ingin tahu dan menuju ruang tamu

"Ayah, mau pergi ya? Kamana ayah?" Tanya Fai dengan mata berbinar dan duduk di samping Ayahnya

"Iya Fai, Ayah akan pergi ke Semarang lagi. Ada acara alumni Ponpes Ayah dulu dan rumah Gus Adnan yang jadi tuan rumah" Jawab Ayah Fai dengan senyum melihat putrinya

"Wah ayah ke Semarang lagi. Fai boleh titip oleh-oleh ya" Ucap Fai bernada ceria

"Iya Fai nanti ayah bawakan. Lumpia kan?" Tana Ayah Fai berpura-pura bertanya padahal sudah tahu kesukaan Fai

"Ayah, bukan itu..." Rengek Fai dengan wajah cemberut

"Hahah.... iya ayah tahu. Nanti ayah bawakan lapis legit Semarang" Senyum Ayah Fai senang melihat wajah kesal putrinya

"Iya ayah bawakan ya" Senyum Fai kembali dan memeluk Ayahnya

Fai dan Ayahnya memang dekat, seperti itulah Ayahnya tahu semua tentang putri sulungnya.

Fai melepas kepergian Ayahnya menuju ke Semarang, Fai berdiri di depan rumah bersama Ibunya mengantar kepergian Ayahnya

"Ayah berangkat, nanti ayah pulang malam mungkin Bu" Tersenyum dan mengulurkan tangan karena Ibu Fai meminta salim

"Iya Ayah. Hati-hati jangan ngebut, kalau lelah istirahat saja Ayah" Ucap Ibu setelah mencium tangan Ayah

"Iya Ayah benar kata Ibu. Jangan memaksakan diri" Senyum Fai setelah bergantian dengan Ibunya mencium tangan Ayahnya

Ayah Fai berangkat dengan mobil pribadi, yakni Kijang Grand putih. Kendaraan tua yang dimiliki keluarga Fai sejak 5 tahun lalu, perekonomian Fai memang baru bisa menggunakan mobil.

Sesampainya di Pondok Pesantren Al Mathsuriyah Semarang (Ponpes asuhan Abah Adnan yakni Abah Vir), sudah banyak teman Ayah Fai yang lain.

"Assalamualaikum, MasyaAllah Kang Huda. Bagaimana kabarnya lama tidak bertemu" Ucap H. Bahrudin teman Ayah Fai di Pesantren dulu

"Wa'alaikumussalam, Alhamdulillah baik H. Bahrudin. MasyaAllah berubah sekali penampilanmu, dulu kurus sekarang gemuk" Jawaban Ayah Fai menyambut temannya yang sudah lama itu

Semua orang senang, nampak jelas saling menyapa. Semua yang berkumpul akhirnya masuk ke kediaman Kh. Adnan. Semua orang menikmati waktu bersama, acara demi acara dilalui dengan hikmat. Semua rangkaian acara berisi Khatmil Qur'an dan beberapa kajian kitab, sebab semua yang hadir rata-rata memiliki kemampuan untuk membagi ilmu dan membahas kajian ilmu bersama. Seperti Bahtsul Masail jika memang ada pembahasan yang penting untuk dicari solusinya bersama.

Ketika semua orang pulang, hanya tersisa 4 orang saja. Empat orang itu sahabat Abah Adnan, dan kebetulan Abah Adnan punya kabar yang ingin di sampaikan kepada teman dekatnya saja.

"Sebenarnya melihat kita bisa berkumpul seperti ini, saya senang sekali. Jadi ingat masa sulit bersama di Ponpes dulu" Ucap Abah Adnan mengucapkan kata yang terdengar bernostalgia masa di pesantren

"Hhhh... iya Gus. Paling populer ya Gus Adnan, selalu bisa mendapatkan jawaban terbaik di dalam Bahtsul Masail, debatnya itu bikin kangen" Ucap H. Bahrudin

"Apalagi kalau sudah pada mengantuk. Ya paling cuma bisa iya-iya saja, hahah..." Ucap Saifullah teman paling muda di antara empat orang sahabat Abah Adnan

"Iya itu kamu Saiful, posisi belakang jadi tidak kelihatan itu alasanmu dari dulu" Timpal Gofur dengan pernyataan temannya Saifulloh

"Sudahlah, semua juga pernah mengalami ketiduran, heheh..." Ucap Ayah Fai

"Eh iya. saya mau mengabarkan sesuatu, sepertinya saya akan segera menjodohkan anak sulungku Vir" Ucap Abah Adnan memulai pembicaraan serius

"Alhamdulillah" Ucap serempak semua orang di ruangan

3 hari lalu...

"Vir Abah mau bicara serius" Ucap Abah Vir ketika menyambangi putranya di Kediri

"Nggeh Abah monggo" Jawab Vir dengan wajah serius

"Vir kamu suda dewasa. Abah harap kamu sudah siap untuk Abah jodohkan" Tanya Abah Vir dengan nada berwibawa

Vir mendengar perkataan Abahnya terasa tertimpa benda berat diatas tubuhnya. Pikirannya tidak dapat memproses dan sejenak kosong

"Secepat ini Abah? Vir masih..." Ucapan Vir terpotong oleh hatinya yang ragu ingin menolak

"Bagaimana menurutmu?" Sambung Abah Vir bertanya lagi memastikan

"Nggeh Abah Vir siap" Ucap Vir jelas meski di dalam hati masih mengganjal

Setelah percakapan dengan semua teman-temanya usai Ayah Fai langsung menuju ke toko lapis legit untuk membeli makanan kesukaan putrinya.

Malam hari sekitar jam10 malam Ayah Fai tiba di rumah

"Fai sudah tidur Bu?" Tanya Ayah pada Ibu Fai

"Iya Abah" Jawab Ibu Fai

"Ya sudah Bu, tolong berikan lapis legitnya ke Fai. Disimpan saja untuk besok pagi" Ucap Ayah Fai dan meletakkan lapis legit di meja makan dengan tapak meja berwarna merah tua

Keesokan harinya...

"Ayah sudah pulang, jam berapa sampai rumah kemari?" Tanya Fai dengan wajah semringah

"Iya Fai sudah dari jam 10 malam, ini Fai lapis legit pesananmu" Jawab Ayah Fai tangan mengambil dari piring lapis legit kemudian memberikan pada Fai

"Wah... Alhamdulillah Makasih Ayah" Ucap Fai dengan wajah senang

"Ayah jadi Kh. Adnan sudah tekat bertekat bulat menjodohkan putranya sekarang? Bukannya umurnya masih muda?" Tanya Ibu Fai penasaran dan menuju meja makan meletakkan teko air minum

"Iya Bu. Aku juga terkejut, kok bisa secepat itu sahabatku akan segera punya mantu" Ucap Ayah dengan senyum tipisnya

"Gus Vir dijodohkan?" Ucap Fai dengan tangan bergetar dan lapis legit ditangannya terjatuh diatas meja makan

"Iya Fai. Kenapa? Itu lapisnya jatuh" Ucap Ibu Fai

"Tidak apa Bu. Fai tidak sengaja" Senyum Fai menyembunyikan keterkejutannya dan memungut lapisnya dari atas meja

Fai merasa kecewa, entah apa sebenarnya yang dirasakan. Seperti ada benda asing masuk ke tubuhnya dan membuat sesak nafasnya, sangat sakit hingga ingin menangis. Tapi Fai sadar hannyalah orang yang berharap sesuatu yang sulit tergapai. Menjadi seseorang dihidup Gus Vir terasa sangat sulit untuk posisi seorang anak dari guru mengaji yang dianggap Kyai, padahal hanya guru biasa tanpa kekuasaan.

Semenjak mendengar berita perjodohan Gus Vir, Fai jarang tersenyum bahkan ketika bersama Zia juga sulit menceritakan, tapi karena Zia itu suka menyelidiki, akhirnya Zia pun tahu sesuatu.

"Fai kamu kenapa murung terus berhari-hari. Kayak orang tidak ada semangat" Tanya Zia serius dan menghentikan jalan sahabatnya dengan memegang tangannya

"Tidak ada Zia. Sudah ayo pulang" Menjawab dengan wajah datar tanpa senyum, padahal Fai selalu mengamalkan sunah Nabi yang satu ini

"Kamu kenapa dengan Gus Vir?" Tanya Zia langsung pada intinya yang membuat Fai langsung berkaca-kaca

"Emm tidak Zia. Tidak ada apa-apa" Jawab Fai tetap mengelak dan duduk di kursi depan Ruang Dosen

"Fai kamu tidak bisa bohong. Kenapa?" Tanya Zia tetap memaksa dan duduk di samping Fai

"Iya Zia, Gus Vir Dijodohkan" Ucap Fai mengakhiri percakapan karena sudah di jemput

Senyum Fai yang tidak terlihat diperhatikan betul oleh Afi. Dia heran kemarin baru saja bersikap senang dan bahagia kenapa tiba-tiba berubah dalam waktu singkat. Afi memang tidak tahu penyebabnya, tapi rasa rindu dengan senyum Fai membuatnya menjadi gila.

Afi membagikan cokelat batang kepada semua anak dikelas hanya bertujuan supaya Fai mendapatkan cokelat dan bisa tertawa lagi. Ini karena Fai suka cokelat, dan cokelat mengandung senyawa kimia yang bisa menjadi penyebab seseorang merasa lebih bahagia.

"Afi kenapa kasih cokelat terus sih? Sudah 3 hari kamu bagi-bagi cokelat, mau bikin aku gemuk apa gimana? Kamu tahu kan kalorinya besar" Omelan Farah pada Afi dan mengembalikan cokelat yang diberi Afi ke tangan Afi kembali

"Emm iya Farah, biar kamu agak berisi badanya. Jangan diet terus, kurang enak dipandang nanti di kira gizi buruk. Tapi sebenarnya ada alasan dibalik aku bagi di kelas" Jawab Afi tetap mengejek Farah

"Terserah kamu, tapi jangan beri aku lagi besok. Terus alasannya Afi?" Tanya Farah ke Afi dengan wajah bete

"Alasannya karena ada orang di kelas ini yang sudah berhari-hari sulit tersenyum. Aku bagi ini supaya dia bisa tersenyum lagi" Jawab Afi dengan bertujuan menyindir Fai

"Huuuu ternyata, kenapa tidak beri langsung saja? Kenapa harus melibatkan kami?" Tanya semua orang di kelas

"Sudahlah sekalian sedekah sama kalian tidak apa kan?" Senyum Afi menyembunyikan kenyataan bahwa dia tidak bisa memberi langsung pada Fai pasti di tolak maka dengan cara ini pasti diterima

Semua perlakuan Afi tidak cukup sampai di sana, dia begitu memperhatikan. Cokelat gagal membuat Fai tersenyum jadi rencana lain di buat.

"Semuanya aku akan mengumumkan sesuatu" Ucap Afi setelah Dosen keluar sebentar karena ada urusan

"Apa?" Tanya semua orang di kelas kompak

"Perkenalkan aku badut Afi, tugasku menghibur kalian hari ini, aku akan melakukan sulap. Lihat kosong nanti ketika aku tarik kain di sini akan keluar sesuatu" Afi mencoba membuat pertunjukan sulap lengkap dengan rambut kribo berwarna dan juga hidung merah

Bayu diminta Afi maju dan menjadi salah satu penonton untuk membantunya melakukan sulap.

Tiba-tiba guru masuk dan membuka pintu, tetapi Afi dan bayu belum sempat kembali ke tempat duduk. Jadi terjadilah dorong mendorong dan bayu terjatuh menyenggol bangku yang di duduki Santi saat sedang minum, sedang Afi berlepotan wajahnya karena hidung merah yang dibuat terkena air minum yang tumpah.

Melihat kejadian itu Fai tersenyum, bahkan tertawa lebar karena melihat wajah Afi yang berlepotan dan posisi bayu jatuh yang lucu.

Dosen memarahi Afi dan Bayu, tapi Afi senang karena akhirnya bisa melihat Fai tersenyum lagi setelah 2 minggu. Tapi senyuman Fai tidak bertahan lama karena dia hanya tersenyum sekali saja saat Afi membuat pertunjukan itu.

Karna rasa geramnya, Afi mulai lelah melakukan banyak hal. Namun akhirnya Fai hanya tersenyum sejenak dan kembali sedih.

Afi akhirnya memberanikan diri untuk bertanya langsung pada Fai tentang keanehan perilaku Fai.

Di dengan gerbang Kampus duduk menunggu jemputan...

"Mbak Fai" Ucap Afi menyapa

"Nggeh Gus" Menjawab dengan wajah datar

"Kita berteman kan?" Tanya Afi serius

"Ya Gus, kenapa memangnya?" Tanya Fai bingung dan berdiri menghormati Afi yang berdiri sedari datang

"Aku ingin bertanya..." Ujar Afi ragu-ragu

"Iya Gus Monggo" Jawab Fai mempersilahkan

"Ke mana senyummu Mbak?" Ucap Afi sedikit ditahan suaranya

"Hh maksudnya?" Tya Fai semakin bingung

"Kau kenapa? Apa yang membuatmu sedih?" Tanya Afi dengan wajah khawatir dan sedikit bernada marah

Jawaban Fai ditunggu Afi beberapa menit...

Fai kebingungan harus menjawab apa, dia tidak mengerti cara menjelaskan kepada Afi.