Tanvir Raakan Gazzal, biasa di panggil Vir. Teman masa kecil Fai yang sama sekali tidak mengingat pertemanan itu. Baik Fai maupun Vir sama-sama tidak dapat mengingat kejadian 16 tahun lalu. Fie masih berusia 3 tahun sedang Vir berusia 4 tahun. Di saat umur sekian memang ingatan jarang dapat di ingat, hanya beberapa orang yang mampu mengingat pada umur balita.
Vir menjalani kehidupan seperti anak lain, dia masih menyukai belajar di perguruan tinggi di Jawa Timur. Tepatnya di Universitas Kediri dan mengambil bidang Fiqih Kenegaraan. Jalan yang di tempuhnya sangat berbeda dari adik laki-lakinya yang memilih belajar Al-Qur'an dan tidak menjalani jenjang perkuliahan.
"Gus Vir ganteng banget ya Mbak?" Tanya salah satu Santriwati ketika melihat Gus Vir menuju ke mobil untuk kembali ke Kediri dari atas lantai dua asrama putri
"Tentu saja. Dia itu gatengnya gak ketolongan. Udah gitu pintar banget selalu menjadi narasumber dan isi kajian di mana-mana padahal masih muda. Di tambah putra Kyai Pengasuh Pesantren Besar. Bahkan buatku Gus Vir mirip banget song joong ki, versi Sholeh lagi. Paket komplit banget, Sempurna" Jawab Santriwati lain yang bertambah banyak yang berkerumun di tepi balkon untuk melihat ke arah bawah
"Huss.. kesempurnaan cuman milik Allah" Timpal Santriwati lain
"Eh iya Astagfirullohhaladzim" Jawab Santri yang merasa bersalah dengan ucapannya
Vir memilih di Kediri karena menyukai daerah itu, entah apa yang ada di benaknya. Tetapi menjalani hari di Kediri membuatnya nyaman dan bahagia, apalagi berkumpul dengan teman-teman yang sefrekuensi. Vir dan kawan-kawannya punya hobi menaiki Vespa, kendaraan besi tua yang memberi kesenangan tersendiri bagi pengendaranya.
"Vir kamu sudah siap kembali ke Kediri kan Vir? Bulatkan tekat jangan banyak menyia-nyiakan waktumu" Nasihat Abah Adnan yang duduk di kursi depan samping Kang santri yang menjadi sopir perjalanan itu
"IsyaAllah siap Abah" Senyum Vir mengiyakan
"Vir Ibu di rumah selalu mendoakan kamu. Jangan lupa banyak berzikir supaya hati tenang" Suara Ibu Nyai Adawiyah dari luar mobil berdiri di depan jendela tempat Vir duduk di kursi penumpang
"Nggeh Ibu, Vir pamit. Terima Kasih doanya" Jawab Vir dengan mencium tangan Ibu Nyai Adawiyah berkali-kali
Kerinduan seorang Ibu hanya diketahui olehnya sendiri, Ibu Vir hanya bisa mengantar dari depan rumah karena tidak bisa meninggalkan Pesantren yang akan mengadakan kegiatan Muwadda'ah nanti malam. Banyak hal yang harus diawasi agar acara nanti malam berjalan lancar, setelah Abah Vir pulang dari Kediri
Mobil telah bergerak menuju ke gerbang dan meninggalkan area Pondok Pesantren Al-Masthsuriyah.
Setlah perjalanan panjang selama hampir 4 jam, Vir sampai ke Ponpes.
Di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri...
Setelah Abah Vir sowan dan berpamitan jam menunjukkan sekitar jam 5 sore, masih bisa mengejar waktu untuk acara nanti malam
"Abah pulang ya Vir, selalu ikuti peraturan. Jaga diri dan tetap junjung tinggi akhlak terutama kepada Guru" Senyum Abah Vir mengingatkan putranya sebelum pergi
"Nggeh Abah pasti" Ucap Vir dengan mantap dan bersalaman melepas kepergian Abahnya
Vir langsung menuju ke kamar untuk bertemu temannya yang sudah hampir 1 bulan tidak bertemu
"Assalamualaikum" Ucap Vir bersamaan memasuki kamar Ali bin Abi Tholib, itu adalah penamaan tiap kamar yang di beri nama tokoh islam
"Wa'alaikumussalam, MasyaAllah Gus Vir sudah kembali" Jawab bersamaan penghuni kamar dengan wajah semringah
Kemudian semuanya bergantian mendekati Vir dengan salam rahasia maupun hanya merangkul Vir.
Vir melepas rindu dan membagikan oleh-oleh dari rumah, di dominasi semuanya itu makanan khas Semarang.
"Gus terakhir kita ke pantai Cangkringan. Ke mana rencana selanjutnya? Nanti sebentar lagi libur pondok" Tanya Gazali dengan kedua mata polos dan tangan memakan lumpia dari Vir
"Libur kali ini aku tidak pulang. Tapi mungkin kita bisa ke pantai dekat sini saja, dan minta izin Pak Kyai Mahrus" Jawab Vir dengan sedikit memasang mata mengedip memberi kode
"Ah tidak seru. Padahal sudah lama tidak naik vespa keliling kota baru" Protes Baihaqi yang berbadan paling kecil di kamar
"Sudahlah nanti kita atur waktu lain, nanti juga pasti bisa keliling kota naik Vespa lagi" Jawab Vir dengan wajah meyakinkan
Begitulah kegiatan Vir, kebanyakan waktunya untuk belajar. Meski sesekali tetap ada sisi keseruan sebagai anak muda yang suka menjelajah dan bermain. Tapi yang unik dari Vir, dia tipe orang yang bisa menjadi motivator dan juga narasumber yang baik dalam setiap acara yang mengundangnya sebagai pembicara.
Sebuah Acar Kajian tentang Masa Muda yang Baik
"Jadi Gus Vir sebagai penutup, tolong berikan kesimpulan dari pembicaraan kita selama 2 jam kepada para penonton kita di chanel "Ngaji Bersama" ini Gus" Tanya Moderator yang kebetulan teman Gus Vir yakni Baihaqi
"Wah, apa ya? Ada banyak tapi mungkin kata ini akan cocok untuk anak muda. "Masa muda yang indah adalah masa muda yang dilalui dengan mengaji", begitu jadi bagi kita anak muda jangan bersenang-senang hingga melupakan kewajiban untuk mencari ilmu" Senyum Gus Vir sedikit malu
"Wah berkesan sekali Gus. Singaat tapi penuh makna. _Masa muda yang indah adalah masa muda yang dilalui dengan mengaji_" Jawab Moderator yang mengulang kata-kata Gus Vir
Tidak hanya itu, Vir juga sering mendapat banyak pertanyaan penonton kajian Online tentang jodoh.
Salah satu Kajian yang bertajuk "Jodohku Terbaik"
"Gus dari tadi ini ada banyak penonton Channel ini yang bertanya. Kebanyakan ini dari para kaum hawa he..he... mereka bayak bertanya tentang tanggapan Gus Vir maslah perjodohan. Sebab jelas pasti putra Kayai tidak dapat menghindari perjodohan, dan pasti akan mengalami. Nah tanggapan Gus bagaimana? Apakah menerima atau ada yang ingin disampaikan ke para penonton ini" Tawa Choliq menanyai Gus Vir yang menjadi Narasumber di kesempatan itu
"Baik, saya akan mencoba menjawab. Memang benar, dan untuk tanggapan saya. Memang dulu ketika masih muda, maksudnya lebih muda dari sekarang. Sempat berpikir untuk menentukan pilihan dan jodoh sendiri, tapi saya berpikir lagi bahwa saya takut akan membuat pilihan yang salah. Jadi saya sekarang sudah paham betul posisi saya yang menjadi penerus Ponpes, maka dari itu istri saya haruslah orang yang tepat agar bisa mendampingi dan memajukan pesantren. Jadi kini saya memilih untuk menerima perjodohan karena orang tua pasti memberikan yang terbaik untuk anaknya" Jawab Gus Vir panjang lebar
"Wah bagus sekali jawabannya. Baik kemudian pertanyaan selanjutnya Gus, rata-rata penanya ini perempuan, he..he... Gus Vir tipe wanita idealnya seperti apa?" Ucap Moderator yang semakin antusias
"Hhehe...he... wah pertanyaan tipe ideal. Mungkin begini, cantik tidak apa-apa asal Sholikhah he..he.. Tapi yang asti harus seorang Khafidhoh karena mengingat kelangsungan ponpes. Emm... tapi spesifiknya mungkin sesuai dengan yang tertulis di Al-qur'an yakni Qurrota Ayun, saya tidak tahu pastinya seperti apa. Tapi ketika Allah mempertemukan pada orang yang tepat saya pasti bisa memahami arti penyejuk pandangan ini" Senyum Gus Vir di akhir kalimatnya
"Wah sungguh sangat komplit ya" Jawab Moderator terkagum
Gus Vir saat bersama kawan-kawannya juga menyesuaikan penampilan. Meski ketika berada dalam majelis terlihat sangat berwibawa dan berpakaian ala santri, namun saat bersama ke suatu tempat dandanannya akan menyerupai anak muda lain dengan pakaian modern dan gaya keren ala anak muda.
Berpakaian santai dengan kaos oblong kekinian, memakai celana jeans dan juga sepatu keren yang berwarna-warni. Dai juga perokok seperti anak lain di Ponpes yang penyuka kopi.
Di mata para santri Pondok pesantren asuhan Abahnya, Gus Vir anak yang baik dan mudah membaur. Terbukti dengan banyaknya kontribusi Gus Vir memajukan literasi di Ponpes degan mengusulkan pada Abahnya mendirikan perpustakaan di Ponpes, juga membuat dan mengadakan media sosial untuk Ponpes dengan banyak Admin untuk meliput kegiatan Pesantren dan mengenalkan Ponpes pada anak muda.
"Gus Vir keren ya Cak. Karena beliau kita bisa baca buku di Ponpes, dulu sulit mendapatkan buku untuk di baca di Ponpes" Ujar salah satu santri yang nongkrong di Perpustakaan baru yang berdiri sekitar 1 tahun lalu
"Iya kamu betul, bahkan Ponpes kita makin dikenal kaulah muda karena Medsos Ponpes dan kegiatan yang di tunjukkan di Instagram dan Youtube" Jawab Santri lain yang juga menyetujui pendapat temannya.
Fai merasa sejak pertemuannya dengan Gus Vir, bayangannya wajah Gus Vir tidak terkendali muncul dalam pikiran Fai. Fai mencari media sosial Gus Vir melihat semua yang di posting, makin sering tiap hari. Bahkan ini tidak disadari Fai.
Hari Senin di kampus saat perjalanan ke Parkiran Motor
"Heh Fai, ngapain kamu senyum sendiri? Kayak kegirangan banget, punya pacar ya?" Tanya Zia melihat kearah Fai yang sibuk melihat layar ponsel kemudian mengintip sedikit
"Eh kamu ngapain. Jangan gitu ah, gak boleh lihat ponsel orang tanpa izin" Tegur Fai sedikit kesal dengan tangan menutupi layar ponselnya
"Habis kamu dari tadi sibuk sama ponsel, aku kamu cuwekin sepanjang jalan Fai. Aku jadi bete nih" Jawab Zia membela diri dengan wajah manyun
"Eh..he..he... Maaf Zia aku terlalu sibuk ya?" Senyum Fai menyesal sambil membuat permohonan maaf dengan tangan memohon
"Kamu sibuk stalker Ig siapa?" Tanya Zia dengan nada curiga, dengan tangan merebut ponsel Fai dan melihat foto Gus Vir
"Eh jangan. Bukan siapa-siapa Zia" Mengambil kembali ponsel dengan wajah gugup
"Wah, siapa itu? Ganteng banget Fai" Celetuk Zia dengan tangan menyenggol tubuh Fai ke samping
"Bukan siapa-siapa Zia. Udah ah bahas yang lain. Aku kan udah minta maaf karena cuekin kamu tadi" Jawab Fai sedikit gugup dan berusaha mengalihkan perhatian
"Aku perhatikan beberapa hari ini kamu itu sering begini Fai. Sering lihat layar ponsel dan senyum sendiri. Kamu sakit apa gimana?" Tanya Zia menjelaskan perubahan perilaku yang tidak Fai sadari
"Emm gak kenapa-kenapa Zia. Masak aku begitu banget ya? Baru sadar setelah kamu ngomong gitu" Menjawab dengan mata yang banyak pikiran
"Iya, kamu itu aneh akhir-akhir ini" Jawab Zia membenarkan pengamatannya pada perilaku Fai
"Aku gak sadar itu Zia, maaf. Aku sendiri bingung kenapa aku begini, padahal aku tidak pernah menyukai melihat media sosial seseorang, kecuali artis" Senyum Fai di akhir kalimat
"Ah... ini benar dugaanku kamu suka dia. Siapa dia Fai? Orang mana? Kenal di mana?" Berondong pertanyaan Zia dengan langkah kaki yang terus berjalan menuju tempat parkir
"Dia teman masa kecilku. Sudahlah Zia cukup membahas ini. Ayo kita pulang" Jawab Fai sambil menarik Zia kearah motor Zia yang di parkir dekat tiang
"Oke, tapi nanti ceritakan komplit soal ini lho" Ancam Zia sambil mencubit pipi Fai
"Ahh.. sakit. Insya Allah Zia" Sambil menyenth pipi yang kesakitan karen cubitn Zia
Fai mulai mencari informasi Gus Vir sejak pertemuan pertama mereka. Kebiasaan Gus Vir terlihat jelas di media sosialnya, dia senang dengan kegiatan kajian. Gus Vir sering menjadi narasumber maupun moderator sebuah acara perbincangan. Umumnya pembicaraannya berkaitan dengan kajian keilmuan dan berbagi pengalaman anak muda. Gus Vir juga ikut anggota hadroh bersama teman-temanya. Selalu saja ada kejutan di tiap postingannya, ini hal yang membuat Fai tersenyum sendiri tiap kali melihat ponselnya.
Syazani Ilmi adalah adik Fai, satu-satunya adik perempuan Fai. Anak Ibu setelah Syaza laki-laki semu yakni Asraf dan si kecil Syafiq yang masih SD. Semua adik Fai di pondok termasuk yang terkecil. Hanya Fai yang merasa gagal dalam hidup hingga tidak lama bias bertahan di Pondok Pesantren.
Syaza pulang lagi setelah dua minggu di pondok karena sakit gatal, saat seperti ini Fai memiliki teman untuk curhat dan bercerita banyak hal. Meski begitu sifat Syaza yang usil, kepo, selalu cerewet juga merepotkan Fai. Tapi tetap kehadirannya selalu bisa menghibur Fai.
Di kamar Fai yang memang dihuni dua orang jika Syaza pulang dari Ponpes…
"Oh jadi itu teman masa kecil Mbak, aku kira teman kuliah" Sambil menutup mulut menutupi senyumnya
"Iya dek. Mbak juga bingung kenapa tertarik sekali dengan media sosialnya. Padahal Mbak biasanya cuman suka medsos Artis" Dengan nada heran dan nyengir diakhir kalimat
"Fiks Mbak Fai suka sama Gus Tanvir. Ciye akhirnya ada yang jadi pencuri. Gus Vir pencuri hati Mbak Fai, hiiihiii…." Suara Syaza keras, dengna tawa membuat Fai khawatir Ibu mendengar dari luar kamar
"Syaza… jangan keras-keras nanti Ibu dengar" Fai mengatakan peringatan sambal menutup mulut Syaza dengan selimut
"Iya Mbak, maaf. Aku dibekap terus dari tadi sore. Ah ngeselin" Rajuk Syaza dengan melempar selimut kearah Fai
"Maaf Syaza. Ya udah besok kita belanja ya, nanti Mbak yang belikan tapi jangan marah lagi. Juga janji jaga rahasia ya?" Memohon dengan senyum termanis untuk meyakinkan penyihir kecil yang merepotkan yakni Syaza
"Oke.. tapi sogokannya kok sedikit banget. Yang harus dirahsiakan itu masalah serius lho… hiihiii…" Tawa Syaza mencoba mendapat keuntungan lebih dari Fai
"Ya udah, mau apa? Jajan apa Syaza? Es krim?" Tanya Fai membujuk adiknya yang berparas manis nan imut itu
"Iya jajannya mie instan pedas level 15, sama es krim coklat tabur choco chip ya Mbak. Ditambah aku boleh pake bandana Mbak Fai yang warna pink bentuk telinga kelinci yang baru dibeli minggu kemarin ya?" Mata berbinar dan memelas
"Hah? Bandana juga Syaza? Itu masih baru, Mbak belum pake sama sekali, jangan ya?" Fai terkaget dengan mulut terbuka mendengar permintaan Syaza
"Oke… kalua begitu aku bialng ke Ibu Mbak Fai suka Gus siap tadi? Ah… Vir kan?" Wajah berpaling dan nada bicranya mengancam
"Ya sudah kamu boleh pake tapi tidak kamu minta cuman aku pinjamkan" Fai menjawab dengn nada menyerah
Fai punya adik Permpuan berwajah manis, ini karena warna kulit Fai dan Syaza berbeda, tone warna kulit Syazalebih ke sawo matang dengan alis tebal dan bibir merah indah menambah manis senyumnya . Adik Fai ini cerdas, hafalannya sudah setengah Al-qur'an dalam waktu singkat yakni hanya 1 tahun lebih 5 bulan.
"Mbak tapi ya. Gus Vir emang tampan sih. Kulitnya bersih putih banget. Mbak Fai aja kalah putih. Hehehe…" Memandang foto Gus Vir dengan seksama
"Iya Syaza, Mbak aja minder. Perbedaanya jauh. Kalah putih Mbak" Senyum-senyum sendiri
"DM coba Mbak mungkin masih ingat Mbak Fai. Siapa tahu bisa sekalian dekat, kan dulu juga pernah berteman" Saran Syaza cukup menegangkan urat dahi Fai
"Eh… sembarangn jangan. Malu Mbak juga tidak pernah kirim pesan ke laki-laki duluan" Penolakan Fai dengan alasan yang memang jadi kebiasaan Fai
"Iya sih. Tapi kalau cuma pesan biasa dan tidak ada hubungan apapun, bukannya tidak masalah Mbak?" Semakin mendesak dengan tangan menggoyangkan tubuh Fai
"Iya sih, benar tapi tetap aku malu Syaza. Nanti aku pikirkan lagi" Senyum Fai mengembang
"Fai sama Syaza, ayo makan malam bareng. Syaza bawa obatnya sekalian. Diminum habis makan malam" Suara Ibu dari luar kamar memanggil dua putri kesayangnnya
Keluarga Fai punya kebiasaan selalu makan bersama dan menunggu Ayah, sebelum Ayah di meja makan dan mulai makan. Maka tidak ada yang akan makan terlebih dahulu. Kecuali Syafiq adik terkecil Fai, kadang Syafiq akan merengek dan meminta makan dahulu.
"Ayo Fai, Syaza ditambah ikannya. Syaza obatnya dihabiskan biar cepat sembuh, itu bukan penyebab kesembuhan tapi ikhtiyar untuk mendapat kesembuhan dari Allah. Baca do'a sebelum minum ya Syaza" Senyum Ayah mengakrbkan suasana di meja makan.
"Nggeh Ayah" Jawab Syaza dan Fai bersamaan dihiasi senyuman
Fai memikirkan dengan matang perkataan Syaza. Saat Syaza sudah tertidur karena efek obat. Fai megirim DM ke medsos Gus Vir.
📩DM dari Fai untuk Gus Vir...
"Assalamualaikum, Gus maaf mengganggu waktunya. Saya Fai teman masa kecil Gus Vir yang kemrin habis sowan dengan orang tua saya. Gus Vir masih ingat saya? Kita dulu pernah bermain bersama dan kejadian lucu yang selalu diceritakan Ibu saya yaitu kejadian penyandraan sandal saya oleh Gus Vir. Apa Gus Vir ingat? Waktu itu Gus Vir minta saya jangan pulang, kalau pulang sandal saya akan Gus ambil. Hii..hiii…"
Itu kejadian masa kecil yang Fai tulis untuk mencoba mengingtakan Gus Vir. Ini juga sebuah alasan obrolan kembali teman lama, meski Fai tidak yakin akan mendapat respon jawaban dari Gus Vir.
Keesokan harinya…
"Syaza… bangun ayo sholat. Ayah sudah menunggu" Berjalan ke arah tempat tidur dari kamar mandi kemudian tangan menggoyangkan tubuh Syaza.
"Ah nanti Mbak… aku masih ngantuk" Jawab Syaza dengan tubuh mergerak tidak beraturan
"Heh, cepet nanti telat. Ayah sudah di musholla" Mencipratken air minum digelas dengan tangan Fai
"Iya. Syaza bangun" Tubuh duduk diatas kasur dengan mata masih tertutup
"Heh ayo bnagun. Nanti aku tunjukkan DMku ke Gus Vir" Menarik tubuh Syaza turun dari Kasur
"Hah? Mbak Fai beneran DM Gus Vir? Wah… mau lihat sekarang" Langsung sadar dengan mata terbuka lebar dan berdiri tegak
"Giliran bahas Gus Vir semangat. Nanti Mbak tunjukkan, ayo sholat subuh dulu" Sambil mendorong punggung Syaza menuju kamar mandi
"Bener lho Mbak nanti tunjukkan. Jangan bohong" Wajah menoleh kebelakang menatap tajam Fai
"Iya.. udha masuk sana. Bau nafasnya" Memalingkan wajah dan keluar kamar menuju ke musholla
Fai bersiap berangkat kuliah. Tepat di pintu keluar rumah, Syaza menatap dengan seius kearah Fai yang masih menata tas di kursi raung tamu. Kemudian Syaza menghampiri Fai dan mulai bertanya karena rasa keponya.
"Mana Mbak DMnya, aku mau lihat" Menatap tajam menagih janji Fai
"Ini sesuai janji" Jawab Fai dengan wajah menyerah
"Bagus, aku yakin pasti dibales" Celetuk Syaza dengan senyum manis mengembang
"Mbak heran. Kenapa kamu antusias sekali dengan Mbak dan Gus Vir? Kamu semangat banget kalau bahas Gus Vir" Wajah keheranan Fai Nampak jelas
"Sudah pasti Mbak, kan Gus Vir ini itu sempurna buat Mbak Fai. Pokoknya cocok deh, hiihii…." Tawa Syaza dengan tangan memegang ponsel Fai
"Cocok apanya. Belum tentu dibalas, aku juga tidak pantas. Derajat berbeda terlalu tinggi, Mbak takut berharap yang tidak pasti" Menjawab tanggapan Syaza dan mengambil kmebali ponsel
Fai berangkat ke kampus seperti biasa. Dan saat pulang, Fai sudah berjanji untuk membelanjakan Syaza barang keinginnaya.
Toko aksessoris wanita…
"Mbak bagus banget. Kuncir ini 2 ya?" Senyum Syaza dengan mata memohon
"Iya Syaza, itu saja ya. Kita pulang sekarang, sudah terlalu lama kita belanja" Jawab Fai dengan wajah khawatir kemudian mengambil kuncir dan menuju ke kasir
Tiba-tiba saat kasir menhitung, notifikasi ponsel Fai berbunyi. Saat dicek ternyata itu DM balasan dari Gus Vir. Tangan Fai bergetar, waktu serasa berhenti berputar sejenak. Hingga panggilan MBak kasir tidak terdengar oleh Fai. Sampai Syaza menyenggol baru Fai sadar.
"Mbak semua Rp.50.000.00 ya. Mbak… Mbak…" Panggil Mbak kasir dengan wajah bingung dengan sikap diam Fai
"Mbak bayar itu lima puluh ribu" Bisik Syaza di telinga Fai, dan tangan menggoyangkan tubuh Fai menyadarkan
"Eh.. iya Mbak. Maaf lima puluh ya?" Menyodorkan uang dan merasa malu karena kebengongnnya
"Iya Mbak. Pas ya, terima kasih. Datang lahi ya" Senyum ramah Mbak kasir
Fai menyembunyikan notifikasi itu dari Syaza takutnya akan semakin memperburuk keadaan. Sesampainya di rumah Fai membuka pesan.
📩DM dari Gus Vir...
"Wa'alaikumussaam Warahmatullahi Wabarakatuh, Masya Allah. Nggeh...Nggeh…Mbak Fai, tapi mohon maaf untuk kejdian masa kecil itu saya sudah lupa"
Jawaban Gus Vir membuat jantung Fai serasa ada wahana roller coaster, campur aduk. Satu bahagia mendapat respon baik dari Gus Vir, kemudian perasaan terjun dalam karena Gus Vir lupa akan ingatan masa kecilnya sama seperti dirinya.
Fai menceritakan pesan balasan Gus Vir pada Syaza
"Syaza aku dapat jawaban dari Gus Vir" Senyum Fai merekah
"Beneran Mbak? Alhamdulillah, tuh kan apa aku bilang pasti dibalas" Senyum balasan Syaza ceria
"Tapi beliau bilang tidak ingat dengn kenangan mas kecil kami. Aku harus jawab apa?" Jawab Fai dengan mimik wajah berubah sedih
"Tidak apa-apa Mbak. Kan memang sudah lama, bahas saja kabar dan kegiatan saat ini. Pasti dijawab karena sudah mau menjawab DM awal" Antusias Syaza memberi semnagt baru untuk Fai
Setelah itu Fai dan Gus Vir berbalas banyak pesan tentang kegiatan masing-masing.
Diseberang sana kota Semarang…
Gus Vir duduk di sofa tersenyum sendiri, seperti merasa senang berbalas pesan dengan seseorang. Mentap layar ponselnya tanpa berpaling
"Mas.. sednag aapa hayo?" Tanya Abid adik Gus Vir dengan wajah curiga
"Tidak ada Abid, cuman DMan sama teman" Menjawab santai tapi teteap fokus ke layar ponsel
"Fokus banget. Perempuan ya?" Mata Abid menelisik dan hanya di balas senyum oleh Vir
Abid kemudian pergi meninggalkan kakanya yang terlalu focus untuk diajak berbincang.
Fai semakin sering berbalas DM dengan Gus Vir, terlihat jelas baik Gus Vir maupun Fai sama-sama salah tingkah dan menikmati berbalas pesan, meski pembicaraanya umum dan hanya sebatas tentang kegiatan dan berbagi pengalaman perkuliahan. Pesan Gus Vir dan Fai masih kaku jells menggambarkan salah tingkah dengan apa yang akan dibahas selanjutnya. Maklum karena teman lama yang tidak pernah berkabar, juga cuman bertemu sekali dimasa kecil itupun diusia balita.