Chereads / Teman atau Cinta / Chapter 5 - Afi vs Fai seri, skor 1:1

Chapter 5 - Afi vs Fai seri, skor 1:1

Afi pulang ke rumah sesuai janji, tepat 10 malam Afi sudah di rumah.

Ketika Afi memasuki gerbang Pesantren, terlihat sudah banyak santri yang bubar dari Majelis Ilmu (Musholla Ponpes). Memang Ponpes asuhan Abah Kh. Zacky Al-Aminuddin (Abah Afi) terdiri dari dua program. Satu yakni Thakhasus Al-qur'an dan yang kedua Thakhasus kitab. Kebetulan hari itu Abah Zacky sedang tidak enak badan jadi tidak dapat mengajar. Jadi kegiatan rutin santri Muroja'ah dan ngaji kitab yang biasa diampu Abah Zacky, terpaksa di gantikan oleh pengurus yang sudah lama mondok (istilahnya mbadal).

Afi langsung memarkir motor di depan musholla dan masuk ke ndalem (rumah Kyai, yakni Abah Afi). Rasa lapar Afi sudah hilang karena makan bersama teman-temanya. Jadi makanan di dapur dia berikan pada Santri yang berjalan melewati depan ndalem sebelum masuk kamar.

"Kang sini sebentar" Panggil Afi pada Kang Santri yang lewat

"Dalem Gus" Jawab Kang Santri dengan mendekat ke arah Afi

"Ini makanan nanti dimakan buat kamu Kang, monggo" Jawab Afi dengan menyodorkan makanan berupa nasi dan lauk rendang yang sudah di hangatkan Afi di dapur sebelum di berikan.

"Matur Suwun Gus" Jawab Kang santri dengan wajah bahagia

Afi meninggalkan Kang Santri setelah memberi makanan dan langsung menuju ke kamarnya di lantai 2.

Memasuki kamar meletakkan jaket di gantungan belakang pintu, kemudian duduk terdiam di sisi pinggir kasur bagian kanan. Afi menyentuh buku catatannya, dibuka kembali dari halaman pertama. Afi suka mengekspresikan perasaan yang dirasakan dengan merangkai kata. Buku catatan selalu berganti tiap Afi menyelesaikan studi tiap jenjang sekolah. Buku itu baru dia beli untuk menulis emosinya selama menjalani studi di perkuliahan.

------------------------------------------------------------------------------

Kampus, 29 Agustus 2019

Bertemu dengan cewek unik, Aku penasaran.

Memandangnya di balik pintu dengan mata indahnya, membiusku.

Mendengar uraian kata protes, mengendalikan pikiranku

~Afi~

-------------------------------------------------------------------------------

Rumah (Ponpes Al- Ikhlas),11 September 2019

Terbayang selalu embusan angin selama motor berjalan

Kesenangan yang tidak tergambar, mengantarkan pulang

Mengapa aku seperti ini?

~Afi~

------------------------------------------------------------------------------

Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 7 November 2019

Aku bingung dengan sikap itu, menjauh tanpa alasan

Mengapa terasa ada yang hilang

Apakah aku masih normal

~Afi~

------------------------------------------------------------------------------

Basecamp PMII, 17 November 2019

Kak Ferdi terbaik, terima kasih sarannya

Ketika usahaku membuahkan hasil

Meski tampak konyol, hanya untuk berbicara denganmu

~Afi~

------------------------------------------------------------------------------

Basecamp PMII, 19 Desember 2019

Diriku yang lama kembali, hampir menghajar orang brengsek

Ucapannya benar, itu gayaku

Mengapa aku marah?

~Afi~

-------------------------------------------------------------------------------

Kelas, 13 Juli 2020

Kebohongan terungkap, sekuat apa pun aku menyembunyikan

Suasana ini menyiksa, tidak terkecuali untuknya

Keputusan kuat meminta maaf

~Afi~

--------------------------------------------------------------------------------

Semua yang di tulis Afi selama menjalani perkuliahan tidak pernah luput dari Fai. Mata Afi terus membaca dan berhenti pada catatan terakhir tanggal 13 Juli 2020.

Jam menunjukkan pukul 11 malam. Afi membuka tutup pena, tangannya bersiap menulis di halaman selanjutnya kata yang berasal dari hatinya

--------------------------------------------------------------------------------

Rumah (Ponpes Al- Ikhlas), 23 Juli 2020

Jika memaksa hanya akan menyakitimu

Biar Aku kesampingkan perasaan ini

Bolehkah Aku meminta sesuatu, yang tidak akan pernah kau "Iya" kan

~Afi~

--------------------------------------------------------------------------------

Afi menutup buku catatan kecil berwarna hitam berbahan kulit sintetis.

Kalimat terakhir dibuku menggambarkan perasaannya. Afi ragu hanya akan menyakiti Fai nantinya. Dia masih belum bisa tahu perasaan untuk Fai sungguh tulus atau hanya ego dirinya untuk memiliki dan memainkan cewek seperti biasa. Lebih baik mengesampingkan rasa dibanding harus menyakiti Fai.

"Ahh... mikir ini terus, Aku harus tidur udah jam 11 malam juga" Membaringkan tubuh di kasur dan mata menatap jam

Jam 10 Pagi di kelas...

Aksi pertandingan saling diam antara Afi dan Fai berdampak pada ketertarikan Afi pada perkuliahan di kelas. Sekarang Afi jarang terlihat bertanya di setiap presentasi yang dibawakan teman yang bertugas, bahkan meskipun itu Fai. Tetap saja baik Afi maupun Fai kukuh dengan sikap diam masing-masing. Situasi antara Afi dan Fai ditanyakan oleh Zia.

"Fai kamu kenapa sama Afi?" Tanya Zia dari arah bangku belakang tempat duduk Fai

"Tidak ada apa pun Zia" Jawab Fai menoleh menghadap belakang

"Kamu bohong kan? Kenapa Afi jadi pendiam? Padahal dulu selalu bertanya kalau kamu yang presentasi?" Zia terus memojokkan Fai

"Tidak ada apa-apa Zia" Sapa Afi pada Fai yang berpapasan

"Hai Fai, aku itu temanmu dari MA, kamu tidak bisa bohong padaku. Kamu juga akhir-akhir ini tidak pernah bertanya kalau Afi yang presentasi, padahal kamu itu aktif bertanya setiap ada presentasi" Tatap Zia tajam dan menelisik kebenaran di mata Fai

"Perasaanmu saja Zia, tolong ini masih jam kuliah" Jawab Fai dengan wajah berpaling kembali menghadap Dosen di depan kelas

"Kamu jangan bohong Fai, aku tunggu jawabanmu nanti selesai Mata kuliah" Bisik Zia di telinga Fai yang terus menatap ke depan

Fai hanya bisa diam, tidak ada kata yang terpikir untuk diucapkan Fai kepada Zia

Selama 2 minggu sudah aksi saling diam terjadi, kesepian membuat Afi lebih banyak berada di Basecamp/markas PMII dari pada di rumah.

"Fai kamu masih disini?" Tanya Kak Ferdi dengan tangan menepuk tubuh Fai yang masih tertidur di lantai

"Eh Kak Ferdi. Iya kak" Jawab Afi sambil tangan menggosok mata karena masih lengket bangun tidur

"Kamu kenapa Afi?" Tanya Kak Ferdi menepuk punggung Afi

"Tidak apa-apa kak. Memangnya kenapa?" Menjawab dengan berubah posisi dudu, menggelengkan kepala berusaha menyadarkan diri setelah bangun tidur

"Afi, kamu tidak bisa bohong. Kamu tidak seperti biasanya. Pagi di markas, siang pulang kuliah di markas, sampai hari libur kuliah juga kamu tidur di sini. Kamu kenapa? Seperti menghindari pulang ke rumah" Tanya Kak Ferdi dengan tatapan serius

"Huff... kelihatan banget ya Kak? Aku sedang mencari kesibukan kak, mengalihkan pikiran dari sesuatu. Kalau di sini banyak orang jadi ramai dan melupakan. Tapi jika di rumah saya malah makin ke pikiran karena sendirian" Menghela nafas dan berwajah malu di hadapan Kak Ferdi

"Iya tahu, tapi tetap kamu harus pulang. Istirahat di rumah, kalau di sini tidak nyaman, nanti sakit tidur di lantai terus" Nasihat panjang Kak Ferdi yang khawatir dengan kesehatan Afi 2 minggu ini

"Iya Kak" Afi tersenyum memandang Kak Ferdi

"Oke gini, Apa maslah itu? Mungkin kamu bisa dapat solusi kalau cerita?" Kak Ferdi bertanya bermuka penasaran

"Terima Kasih Kak. Kamu satu-satunya orang yang pengertian dan tidak berubah meski tahu identitasku di area kampus ini" Jawab Afi merasa bahagia dengan senyum menyungging

"Santailah, kamu itu sudah seperti adik. Aku juga dulu mengalami hal serupa. Seharusnya memang bukan masalah, apa kedudukan orang tua kita tidak penting diketahui, yang kita mau cuma berjuang dengan nama kita sendiri" Ucap Kak Ferdi panjang lebar

"Apa? Kakak juga putra Kyai?" Tanya Afi sedikit mendekat karena kaget

Kak Ferdi hanya membalas senyum pertanyaan Afi.

"Sudah sekarang kamu mau cerita tidak Fi?" Tersenyum menatap kekagetan Afi

"Emm... begini Kak. Tentang teman cewekku yang waktu itu, sekarang kami seperti bertengkar, bahkan bertegur sapa juga jarang. Dia seperti tidak nyaman karena masalah terbongkar identitasku kak" Jawab Afi dengan wajah sedih

"Hahhha... jadi cuman karena ini? Afi kamu itu sudah pernah menangani ini, kenapa masih bingung?" Jawab Kak Ferdi dengan tawa khasnya

"Maksud Kak Ferdi rencana mengobrol waktu itu?" Ucap Afi kebingungan Di

"Iya, lakukan saja seperti dulu" Jawab Kak Ferdi menepuk pundak Afi

"Tapi pembicaraan kami mulai sungkan Kak, aku takut hanya akan membuatnya marah" Jawab Afi berwajah khawatir

"Kamu sudah coba dulu dan berhasil. Pasti ini juga berhasil, jika kau ladeni keinginan teman cewekmu maka yang terjadi ya terus seperti sekarang. Tapi jika kamu tidak meladeni, mungkin dia akan marah tapi pasti akan menyerah nantinya. Dan hubungan akan kembali normal karena dia lelah sendiri, kuncinya itu hanya usahamu Afi" Senyum Kak Ferdi yang selalu bijaksana dan selalu memberi solusi terbaik untuk Afi

"Baiklah Kak, akan aku pikirkan dulu. Nanti pasti aku coba" Mencoba menolak halus

"Iya Fi. Jangan galau-galau lah, setiap maslah pasti ada solusinya" Timpal Kk Ferdi dengan tubuh berdiri meninggalkan Afi yang masih terduduk diam

Fai ternyata punya juga punya rahasia, Fai memiliki orang tua yang diberi amanah untuk menjadi guru dan pengasuh tetap dalam sebuah lembaga Tahfidz (Rumah Tahfidz Darul Qur'an) sejenis pondok pesantren, jadi untuk masyarakat dan orang yang mengenal sekilas Fai akan menganggap Fai itu putri Kyai. Meski hanya bertugas mengajar dan tidak punya kebijakan atas yayasan maupun peraturan lembaga tersebut.

Walau kenyataannya lembaga itu bukan milik orang tua Fai, semua yang terlintas di benak orang-orang hanya bisa di balas dengan senyum. Mau dijelaskan juga percuma, karena yang dilihat dari luar itu Fai memang seorang Ning(Anak Kyai).

Pada akhirnya di kampus Zia membuat masalah dengan membongkar identitas Fai

"Mbak Fai nanti bantu sediakan properti acara bisa ya? Nanti kita ambil tempat kumpul dirumah kamu Mbak?" Tanya Davit dengan senyum

"Eh kamu Vit sembarangan aja. Gak bisa, rumah Fai itu banyak santri ngaji. Kalau dipakai kumpul mengganggu kegiatan pesantren" Celetuk Zia tanpa sadar didengar semua orang di kelas

"Apa? Fai Anak Kyai? Santri? Seorang Ning?" Ucap riuh semua orang di kelas

"Aduh maaf Fai. Aku ceroboh" Ucap Zia berwajah ketakutan dan menggenggam Fai erat

"Mbak Fai beneran ini?" Tanya Bayu di sebelah Afi yang juga ikut mendengar

Fai menatap kearah Bayu, di samping Bayu ada Afi yang langsung berdiri setelah mendengar kebenaran Fai. Dia menatap Fai tajam ketika akan keluar kelas. Fai dan Afi sekitar 2 menit terpaku dan saling memandang dengan banyak prasangka. Fai merasa kini mereka memiliki skor sama, mereka sama memiliki kebenaran yang disembunyikan. Niat Afi merencanakan berbaikan diurungkan karena hal ini.

Setelah semua kebenaran terbongkar, satu kelas kini tahu ada dua anak Kyai di kelas mereka.

Fai pulang ke rumah, masuk kamar dan melihat Syazani merapikan kerudungnya

"Syaza, kamu mau ke mana?" Tanya Fai meletakkan tasnya di meja belajar

"Mau ke pantai Mbak. Ayo ikut, aku yang boncengin deh" Tanya Syazani dengan mata berbinar

"Ke pantai? Bersepeda? Kamu sudah sehat?" Tanya Fai dengan tangan mengecek suhu kening Syazani

"Iya Aku sehat kok. Aku bosan di rumah, sebelum kembali ke pondok aku pengen main ke pantai Mbak" Jawab Syazani menyingkirkan tangan Fai dari keningnya

"Ya sudah Mbak temani. Mbak ganti baju dulu" Fai tersenyum ke arah Syazani

Fai berganti baju memakai pakaian berwarna biru dengan detail garis berwarna putih, kemudian bawahan rok hitam dan kerudung hitam. Fai menyetujui keinginan adiknya sekalian bertujuan merelakskan pikiran penat karena masalah di kampus tadi.

Fai menuju depan rumah dan mendekati adiknya yang sudah di atas sepeda, kemudian Mbak santri lewat di depan Fai dan Syazani.

"Mau ke mana Mbak?" Tanya Mbak Saidah, santri senior yang sudah 3 tahun di Rumah Tahfidz asuhan Orang tua Fai

"Ke pantai Mbak" Jawab Fai dan Syazani menjawab pertanyaan Mbak Saidah

"Eh begitu. Nggeh Mbak hati-hati. Monggo" Jawab Mbak Saidah tersenyum

"Nyuwun Sewu" Ucap Mbak Saidah pamit masuk ke dalam asrama santriwati

"Nggeh Mbak, Monggo" Jawab Fai dan Syazani bersamaan

Syazani Ilmi adik Fai yang manis, dia gadis imut yang mencintai Al-qur'an hanya fokus pada hafalan, merelakan kehidupan masa muda dengan berada di Ponpes untuk menunut ilmu. Dia juga menyukai deburan ombak, kali ini mereka akan menuju pantai Cangkring yang asri nan indah. Fai dan Syazani bermain di pinggir pantai, Fai memilih duduk di pasir sedang adiknya menikmati deburan ombak menabrak kakinya dan terus tertawa senang.

"Mbak ayo main air, seru lho. Sini... huu...seger hee..he..." Tawa Syazani berteriak memanggil Fai

"Tidak Syaza, Mbak mau disini saja" Senyum Fai memandang kegirangan adiknya

Fai lebih suka menikmati hembusan angin dan pemandangan pantai dibandingkan bermain air. Kemudian Fai merasa lapar dan memberi tahu Syaza akan membeli makanan.

"Syaza Mbak ke warung dulu ya beli mie" Tanya Fai sedikit berteriak karena suara angin kencang pantai

"Iya Mbak, Syaza titip satu mie dan gorengan ya" Jawab Syazani

Fai meninggalkan bibir pantai, tiba-tiba angin kencang membawa debu membuat mata Fai kelilipan. Penglihatan Fai kabur dan menabrak seseorang

"Astagfirullohhaladzim" Ucap seseorang di hadapan Fai terkejut kemudian corn es krim tangannya jatuh ke pasir

" Astagfirullohhaladzim, maaf saya tidak sengaja" Ucap Fai dengan mata masih tertutup

Orang yang ada dihadapkannya ternyata cowok, cowok itu menatap Fai kemudian tertawa, ternyata ada es krim di wajah Fai karena bertabrakan dengan cowok yang kebetulan membawa es krim.

"Maaf, saya tidak bisa melihat karena ada debu masuk ke mata saya" Ucap Fai ketiga kalinya karena merasa bersalah sambil mengusap mata yang masih sulit terbuka

"haha...ha....ha..." Tawa cowok cikup lama itu karena melihat muka Fai bagian kening yang terkena es krim yang dibawanya, menjadikan wajah Fai seperti memiliki tanduk putih dan tampak imut. Itu terjadi sebab Fai tingginya tidak sampai pundak cowok itu. Jadi es krim mendarat di keningnya

"Emm... maaf, saya tertawa karena wajah Anda terkena es krim yang saya bawa" Jawab cowok itu setelah merasa bersalah menertawakan Fai

"Hah es krim?" Fai terkejut kemudian mengambil tisu di tasnya dan membersihkan wajahnya

"Saya juga minta maaf Mbak. Karena saya wajah Mbak jadi kotor terkena es krim" Jawab cowok itu merasa bersalah dan memandangi Fai yang masih sibuk membersihkan keningnya

"Eh iya Mas. Maaf juga saya menabrak tadi" Jawab Fai masih sibuk membersihkan wajah tapi di daerah yang salah

"Emm...eh... maaf Mbak, bukan di bagian pipi kanan tapi kening bagian kiri hehe..he..." Ucap cowok itu memberi tahu letak es krim di wajah Fai yang benar

"Oh heh...he.... Terima kasih" Jawab Fai dengan wajah malu

Setelah Fai selesai membersihkan wajahnya, Cowok itu di panggil dari jauh oleh temannya

"Ehh Mbak sekali lagi maaf ya" Ucap cowok itu memandang Fai

"Eh iya. Tidak apa Mas, saya juga salah, gara-gara saya es krim Mas jadi jatuh. Maaf ya Mas" Jawab Fai dengan wajah mulai mendongak menatap cowok itu

Cowok berpenampilan menawan itu seperti tidak asing, Fai merasa pernah melihatnya disuatu tempat.

"Hai ayo sudah mau sore" Teriak teman cowok itu dari jauh

"Iya sebentar" Jawab cowok menoleh ke belakang dan membalas panggilan temannya

"Baik Mbak. Masalah es krim tidak apa. Saya permisi dulu" Jawab laki-laki itu dan pergi meninggalkan Fai

Fai melanjutkan ke warung dan membeli mie, kemudian kembali ke tempat Syazani dan makan bersama. Setelah puas bermain kemudian pulang bersama.

"Ayo Syaza, sudah sore" Terburu-buru Fai membereskan barang bawaan dan botol air minum

"Iya Mbak sabar, masih ada satu gorengan lagi" Jawab Syzazani degan santai dan menggigit gorengan ditangannya

Di rumah Fai...

"Assalamu'alaikum" Ucap Fai dan Syaza bersamaan masuk rumah

"Wa'alaikumussalam. kalian kok lama sekali di pantai?" Tanya Ibu Fai kepada dua putrinya

"Iya Bu maaf, kami tidak akan mengulanginya" Jawab Fai mewakili Syeza

"Ya sudah Syeza kamu kembali ke pondok sekarang Ayah sudah menunggu. Mandi terus langsung ke mobil ya" Perintah Ibu Fai pada Syeza

"Iya Bu " Jawab Syeza diikuti langkah kaki menuju ke kamar Fai

"Kamu Fai Ibu mau bicara" Panggil Ibu Fai dengan tangan melambai ke arah Fai

"Iya Ibu" Jawab Fai dan mendekati Ibunya

"Duduk sini Fi" Pinta Ibu Fai dan menunjuk posisi di sampingnya

"Iya Bu. Ada apa? Tanya Fai penasaran

"Ibu mau beritahu kamu ingat temanmu yang pernah Ibu ceritakan bukan? Berbulan-bulan lalu Ayah mau berkunjung tapi gagal. Jadi rencana besok kita akan ke Semarang bersama, Ayah sudah putuskan tadi malam" Jelas Ibu Fai dengan serius

"Fai harus ikut Bu?" Tanya Fai dengan muka polos

"Iya Fai, sudah lama sejak terakhir kali. Kamu masih balita" Jawab Ibu tersenyum dan mengelus kepala Fai

"Nggeh Bu" Jawab Fai mantap

Setelah mengantar Syazani ke Ponpes di daerah Kudus. Esok harinya yang bertepatan hari Ahad. Ayah bersiap menuju ke Semarang. Selama perjalanan selama 2 setengah jam terasa cepat.

Semua orang turun dari mobil, suasana Pondok Pesantren sangat kental terasa. Banyak santri berkegiatan terlihat dari luar gerbang. Mereka sedang menjalankan aktivitas muroja'ah bersama di teras depan pinggir Aula yang berfungsi juga sebagai musholla. Dominasi hijau menghiasi gedung pesantren, lalu hiasan ornamen berwarna putih serasi. Kami menuju ke dalam melewati gerbang Pondok, hal yang terlihat pertama ialah gedung asrama putra. Baru setelah masuk beberapa meter gedung tertutup dengan gerbang besi menjulang tinggi itu gedung putri.

Melihat gerbang besi itu, Fai mengingat betul tempat itu. Iya itu tempat pertama Fai mondok di tahun 2015, tepat setelah kelulusan SMP. Fai terjebak dalam lamunan. Kemudian disapa salah satu santriwati.

"Monggo Bapak Ibu, ada keperluan apa? Mendaftarkan putrinya?" Sapa Mbak santri sopan, berwajah bulat dan mata besar di hadapan Fai dan orang tuanya. Bersamaan dengan getaran tubuh Fai yang terkejut dan sadar dari lamunannya.

"Bukan daftar mondok Mbak. Hendak sowan bertemu Abah Adnan" Jawab Ibu Fai kepada Mbak santri

"Baik Bu. Monggo masuk dulu, menunggu di ruang tamu. Biar saya matur ke Pak Kyai dulu" Mempersilahkan ke arah Ndalem

Pantas didepan tidak bisa menyadari Ponpes ini. Itu karena semua bangunan banyak yang direnovasi. Bahkan Ndalem berubah drastis jadi sangat indah. Cat rumah berwarna putih polos, ornamen tidak heboh. Didepan terdapat 4 tiang besar menjulang hingga ke lantai 2. Satu yang tidak berubah, tetapi manis khas identik pintu-pintu kayu dengan ukiran indah, biasa disebut gebyok. Hampir seluruh Ndalem, pintunya berbentuk gebyok. Tidak ada bentuk pintu modern kayu posolan. Detail ukiran bunga besar-besar yang mengelilingi pintu sangat elegan dipandang mata. Hanya pintu gebyok yang Fai ingat, semua warna cat dan bentuk Ndalem berubah. Dulu hanya rumah biasa berwarna abu-abu tanpa tiang gagah di depannya.

"Silakan..." Mbak santi mempersilahkan duduk di ruang tamu dan menyodorkan air minum berupa teh hangat

"Terima kasih Mbak, tidak perlu repot" Ucapan Ibu Fai disambut senyum dari Mbak santri

Di dalam ruang tamu nuansa putih masih terasa, tetapi lampu dan barang berwarna hangat coklat, karpet berwarna hijau. Bulu karpet sangat lembut diduduki. Abah Kh. Adnan Al-Faqih keluar dari arah dalam rumah hendak ke ruang tamu.

"Masya Allah Kang Huda. Akhirnya datang juga, lama tidak bertemu." Wajah bahagia Abah Adnan terlihat jelas kemudian menghampiri Ayah FiFaie dan berjabat tangan akrab

"Alhamdulillah. Maaf baru bisa datang sekarang Gus" Jawab Ayah Fai, Ayah memanggil Gus karena dulu pernah jadi teman dan kebiasaan dari masih muda

"Nggeh. Eh monggo dimakan roti keringnya. Kang Huda mau kopi saja?" Perkataan Abah Adnan menawarkan kopi. Minuman favorit Ayah Fai

"Hhh... ingat kesukaanku Gus. Nggeh kopi segelas saja sudah mengurangi, faktor usia Gus" Jawab Ayah Fai senang

"Alhamdulillah. Jadi tambah mensyukuri nikmat sehat ya Kang hhh...." Diiringi tawa ringan Abah Adnan di akhir kalimat

"Ini Kang kopi secangkir saja untuk obat rindu. Eh iya, Anak perempuan ini, putrimu Kang?" Tanya Abah Adnan menyodorkan kopi sambil memperhatikan Fai yang terus menatap ke bawah, tidak berani menatap Abah Adnan

"Alhamdulillah, Matur Suwun kopinya Gus. Iya Gus anak pertamaku, dulu pernah mondok disini tapi tidak bertahan lama. Tiga adiknya mondok di Kudus" Jawab Ayah Fai dengan tangan menerima cangkir kopi, nada santai jawaban Ayah Fai sambil menyeruput Kopi

Seorang perempuan cantik berusia hampir 50 tahun, tapi wajahnya masih terlihat kencang. Kulitnya bersih seputih susu, badanya kecil, bermata indah dengan senyum cantik. Benar-benar definisi kecantikan yang tidak luntur oleh usia.

"Alhamdulillah, Bu Hafsah. Bagaimana kabarnya?" Suara halus Bu Nyai dan mendekati Ibu kemudian mengulurkan tangan untuk bersalaman

"Alhamdulillah baik Bu Nyai" Jawab Ibu Fai sambil menerima uluran dan berjabat akrab

"Ini pasti Fai. Ya Allah Nduk, gimana kabarnya? Ibu sampai bingung pas kamu boyong padahal baru 1 bukan Nduk." Tatap Bu Nyai kearah Fai yang masih menyembunyikan wajahnya

"Alhamdulillah baik Bu Nyai. Fai minta maaf Bu Nyai jika membuat khawatir" Jawab Fai menyambut pertanyaan dengan mencium tangan Bu Nyai dengan tulus

"Tidak Nduk. Bukan salah siapa-siapa, kamu sekarang kesibukannya apa? Masih mau mondok di sini ya, nanti sama Ibu mengajinya" Tawaran Ibu Nyai meyakinkan Fai

Fai bingung dan hanya terdiam mendengar tawaran Bu Nyai.

"Bu Nyai, Fai sekarang kuliah dan sudah mau masuk semester 2. Mohon doanya supaya diberi kelancaran" Jelas Ibu Fai sambil tersenyum

"Alhamdulillah, iya Mbak Fai semoga diberi kelancaran" Senyum Bu Nyai menatap Fai

Fai terbayang pertemuan pertama dengan Ibu Nyai Adawiyah. Tahun 2015 ketika itu Fai masih berusia 15 tahun

"Alhamdulillah, ini putrinya Bu Rifa yang pertama Nggeh. Cantik sekali, namanya siapa?" Suara lembut Bu Nyai dibarengi senyum Bu Nyai Adawiyah

"Nggeh Bu Nyai. Namanya Faidah Afifah Zahra. Panggilannya Fai Bu Nyai" Senyum Ibu sambil menjelaskan

"Mbak Fai. Nggeh semoga betah ya, ini dimakan jajannya, Monggo" Menyodorkan stoples berisi rengginang ke depan Fai

"Matur Suwun Bu Nyai" Jawab Fai lengkap dengan senyuman

Lamunan Fai buyar setelah suara Bu Nyai memanggil Fai.

"Mbak Fai, jangan diam saja. Monggo diminum tehnya nanti dingin." Suara Bu Nyai dan tangannya memegang tangan Fai yang melamun

"Nggeh Bu Nyai" Tersenyum kemudian meraih gelas teh dan meminumnya

Dari arah luar ada suara motor diparkirkan, kemudian suara seseorang mengucap salam.

"Assalamu'alaikum" Suara berat anak muda dan berjalan memasuki ruangan

Wa'alaikumussalam" Jawab semua orang dalam ruangan bersamaan

"Eh Vir. Sini Vir duduk sini, samping Ibu." Panggil Bu Nyai

"Iya Bu" Jawab Gus Vir dengan berjalan menuju tempat duduk Bu Nyai Adawiyah, kemudian duduk di sampingnya

"Ini putranya Bu Nyai?" Tanya Ibu Fai antusias

"Iya Bu. Ini anak laki-laki saya yang pertama, namanya Tanvir Raakan Ghazzal. Panggilannya Vir" Jawab Bu Nyai sambil tersenyum dan tangan menyentuh pundak Gus Vir

"Eh ini Gus Vir ya? Fai ini Gus Vir, kalian sering main pas kecil kalau Fai ikut Abahnya main ke sini. Fai sapa Gus Vir" Celetuk Ibu mencairkan suasana

"Nggeh" Balas Gus Vir tersenyum

"Assalamualaikum Gus Vir" Sapa Fai pelan kemudian memandang Gus Vir

Fai menatap kearah Gus Vir. Mata Fai berkaca-kaca, ada perasaan aneh. Seperti ada panah tajam menghunus jantungnya, ritme debaran jantung naik dua kali lipat saat menatap Gus Vir. Penampilan yang sama difoto waktu itu. Wajahnya lebih tampan aslinya. Wajahnya mirip song joong ki tapi beralis tebal, kulit putih sekali tapi tidak pucat seperti orang Korea, mata teduh, syal persis di foto juga ada di leher Gus Vir. Ditambah baju hangat mirip jaket tebal diletakkan di bahunya, sedang bajunya mengenakan kemeja putih polos.

"Wa'alaikumussalam" Menjawab salam Fai terlambat karena matanya terpaku menatap Fai tapi kemudian kebingungan dengan reaksi mata Fai yang berkaca-kaca

"Vir salim dulu sama Ayah Fai, itu bapak Huda teman Abahmu" Pinta Ibu Nyai pada putranya

"Iya Bu." Jawab Vir kemudian mendekat ke Ayah Fai dan bersalaman

"Wah ini anak pertamanya Gus? Tampan dan gagah sekali" Senyum Ayah Fai dengan tangan mengelus punggung Gus Vir

"Iay Kang. Ini umurnya beda satu tahun dari putri Kang Huda. Sekarang dia kuliah semester 6" Senyum bangga Abah Adnan menjawab pertanyaan Ayah Fai

Kemudian Gus Vir berpindah dan mendekati Ibu Nyai Adawiyah dan meminta izin masuk

"Ibu saya masuk dulu" Gus Vir meminta izin dan berdiri meninggalkan ruang tamu masuk ke dalam rumah

Gus Vir menuju ke kamar membuka pintu. Dan meletakkan Jaket di gantungan. Melepas lelah dengan berbaring diatas kasur dengan mata menatap langit-langit kamar yang berwarna putih polos. Gus Vir merasa penasaran kenapa Fai langsung berkaca-kaca menatapnya, mereka baru bertemu tapi kenapa Gus Vir merasa tidak asing dengan mata Fai yang berkelopak ganda, mata bulat berlensa coklat pekat yang teduh dengan pandangan sayu dan tajam. Ditambah alis tipis indah dan bulu mata lentik. Hati Gus Vir terasa sejuk saat memandang Fai. Setelah berpikir cukup lama Gus Vir ingat sesuatu.

"Apa ini aku kok jadi memikirkan ini. Ahhhh... aku saja tidak ingat dia siapa? Ibunya bilang kami pernah bertemu dan bermain tapi aku tidak ingat sama sekali" Gerutu Gus Vir kemudian menutup wajahnya dengan syal di lehernya dan mencoba tidur

"Eh tunggu dulu. Pantai Cangkring. Iya dia gadis es krim yang bertabrakan denganku" Membuka syal yang menutupi wajah dan bangkit duduk karena ingat kejadian dengan Fai di pantai.

Fai tiba di rumah, Fai keluar dari mobil dan langsung membereskan semua barang, kemudian bergegas ke kamar untuk membersihkan diri, sholat Ashar dijalan tadi jadi Fai sholat Magrib saja dan berbaring di kasur seperti rutinan biasanya. Saat berbaring di kasur kembali bayangan Gus Vir mengusik.

"Ah... sudahlah aku harus tidur" Menutup wajah dengan selimut dan memaksa untuk tidur