Di rumah Fai…
Fai berada dikamar duduk di meja belajarnya yang terbuat dari kayu berbahan jati, berwarna natural kayu. Mata Fai sibuk menatap layar memeriksa file makalah di laptop, Fai mengecek makalah untuk presentasi 2 hari lagi. Tiba-tiba Fai teringat perilakunya kemarin saat berteriak pada adik tingkat. Fie merilekskan tubuh dengan menggerser kursi dan sedikit melakukan peregangan tubuh ke kanan dan ke kiri. Tapi pikirkan Fie terus memikirkan tingkahnya dan merasa makin kecewa.
"Ahhh…Kenapa akau bereaksi begitu? Kenapa Afi harus berubah perilaku seperti itu? Sulit percaya dia berubah derastis" Fie bergumam dengan tangan memainkan bolpoin di tangan
Fie mencoba berdamai dengan keadaan, perlahan menerima perubahan Afi dan menganggap semuanya baik-baik saja. Meski merasa kehilangan Afi yang dulu. Tapi Fai memutuskan menerima perubahan Afi dan tetap berteman normal.
Pagi itu sebelum perkuliahan dimulai, Afi berjalan keluar kelas bersama Bayu, Dimas, dan Davit dan berpapasan dengan Fai di Lorong.
"Hai Mbak Fai" Sapa Afi pada Fai yang berpapasan
"Hai Afi, mau kemana? Sebentar lagi masuk ini sudah hampir jam 9" Tatap Fai menoleh ke Afi dan ekpresi penuh tanya
"Mau ke kantin sebentar Mbak. Paling cuman 15 menit" Jawab Afi santai
"Oh begitu, cepet balik ya. Nanti kamu yang presentasi, dan ini mata kuliah aku yang koordinir. Malu aku sama dosen, kalau tidak kondusif" Tatapan tajam Fai kepada Afi kemudian mata berkeliling menatap Bayu, Dimas, dan Davit bergaantian
"Siap Mbak" Balas Bayu, Dimas, dan Davit bersamaan
3 menit setelah Afi dan yang lain meninggalkan Fai. Dari arah tangga bagian timur terdengar Laily (mahasiswi semester 1) yang memanggil Fai dengan keras.
"Mbak Fai, tunggu?" Tegur Laily dari jauh sambil berlari menuju kearah Fai yang berjalan mendekati pintu kleas
"Eh iya Laily. Ada apa?" Menjawab dan berhenti berjalan
"Ha...huff....Mbak lihat Gus Afi gak hah huff. Aku udah cari dari pagi belum ketemu juga. Saya diutus Abah Kyai buat ngasih titipan bajunya," Napas terengah Laily membuat nada bicaranya kurang jelas dan menjelaskan dengan cepat
"Gus? Maksud kamu Afi teman sekelasku?" Sedikit kebingungan juga menatap penuh tanya
"Iya mbak, selama ini aku itu mondok di tempat Gus Afi, tapi beliau udah pesan untuk tidak memanggil Gus di kampus. Tapi ini sudah hampir dua semester saya lelah Mbak, hhh..." Menjawab Ara meyakinkan dan sedikit menghela nafas
"Sepertinya ada di kantin karena tadi aku sempat papasan baru saja 3 menit lalu" tersenyum dan wajah masih sedikit tidak percaya
"Oke mbak, Makasih," berlalu pergi dengan terburu-buru
Kebenaran Afi adalah Gus (seorang anak Kyai, yakni pengasuh Pondok Pesantren) tersebar cepat setelah Laily bertemu Afi dikantin…
Kantin kampus mwmiliki bangunna dengan sekat di setiap kedainya. Laily celingukan memandangi setiap cowok yang sedang makan di beberapa kedai berbeda. Laily celingukan dan menegecek tiap kedai hingga menemukan Afi di kedai ke lima milik Mpok Zubaidah, yang terkenal kenikmatan kopi tubruknya.
"Gus Afi, Masya Allah. Saya cari dari pagi ternyata disini" Tanya Laily menghampiri meja Afi, Bayu, Dimas, dan Davit yang sedang menikmati kopi
Afi terkejut, matanya melotot kearah Laily yang terus berbicara.
"Kenapa tidak angkat telpon saya Gus. Ini baju titipan Abah, pesan Abah pulangnya jangan terlambat lagi seperti kemarin" Ucap Laily nyerocos cepat dan menyodorkan bungkusan berisi baju ganti untuk kegiatan organisasi nanti sore
"Apa? Afi kamu Gus?" Tanya Bayu, Dimas, dan Davit berurutan dengn mulut terbuka sangking terkejutnya
"Iya Gus. Kalian tidak tahu Ponpes Al- Ikhlas? Itu milik Abah Gus Afi" Tersenyum lugu
"Shuuttt… udah Laily bicaranya diluar saja yuk jangan disini" Ajak Afi dengan isyarat tangan menunjuk keluar
Laily hari itu mendapat omelan dari Afi. Semua rahasia yang disimpan Afi hampir 2 semester terbongkar hanya dalam 1 menit. Semua karena kecerobohan Laily. Tapi Laily juga tidak sepenuhnya salah, seharusnya Afi menyadari kalau kebenaran pasti akan terbongkar cepat ataupun lambat. Laily meminta maaf dan kembali ke kelasnya.
"Mohon maaf Gus. Saya salah, tapi bukan maksud saya membuat Gus Afi marah. Saya ceroboh, maafkan saya Gus" Laily meminta maaf untuk kali ke 3
"Ya semua terbongkar karena kamu Laily, saya kecewa dengan perbuatanmu barusan Laily. Tapi ini juga salah saya karena berbohong. Sudahlah, kamu bisa kembali saja ke kelas" Ucap Afi menenangkna diri dan mulai menurunkan nada suaranya
Di kelas Afi…
"Afi anak Kyai" Heboh Davit dengan suara keras kepada mahasiswa lain di kelas
"Wah pantas aja, jarang bnget dia nawarin nongkrong dirumahnya, hahhhaaa.." Tawa Galih menanggapi pernyataan Davit
Bagi kelas kami yang mengambil Program Studi Sejarah Kebudayaan Islam, faham betul kedudukan dan penghormatan pada Kyai dan keluarganya. Semenjak hari itu semua orang di kelas selalu memanggil Afi dengan sebutan Gus. Suasana kelas berubah total, kecanggungan antara Fai dan Afi muali muncul terlihat di berbagai kesempatan. Fai sekarang lebih banyak diam dan jarang bertegur sapa dengan Afi, bahkan Fai sering mencari jalan lain, jika tahu Afi akan melewati jalan yang sama.
Hingga suatu hari Afi geram dan bertanya langsung pada Fai.
Afi menghampiri Fai yang duduk kursi dekat gerbang kampus, untuk menunggu jemputan Ayahnya
"Mau pulang Mbak? Aku antar?" Senyum Afi melihat Fai yang duduk sendirian, Fai tampil dengan pakaian merah maroon dan kerudung senada yang makin memancarkan kilauan kulit kuning langsatnya
"Tidak Gus. Sudah ada yang jemput," Mencoba menolak halus
"Gak usah panggil Gus Mbak. Seperti dulu saja Afi. Jemputnya lama tidak Mbak? Ayo aku antar saja," Tanya Afi yang masih berusaha
"Tidak perlu Gus. Dulu saya tidak tahu, sekarang sudah tahu. Jadi lebih baik memanggil begini supaya lebih sopan Gus," Membalas dengan senyum
"Ya sudah Mbak. Senyamannya saja. Kabarnya bagaimana, jarang lihat Mbak Fai selain dikelas. Chat saya juga jarang dibalas kenapa Mbak?" Tersenyum dan berharap jawaban Fai
"Kabar saya baik. Tidak ada apa-apa Gus, hanya memang akhir-akhir ini sedang sibuk dan sering terlambat membalas pesan. Maaf jika itu menyinggung Gus Afi" Jawab Fai dengan menunduk untuk menghindari kontak mata dengan Afi
"Tidak menyinggung kok Mbak. Alhamdulillah kalau kabarnya baik. Saya permisi ke dalam lagi. Assalamu'alaikum" Afi mengakhiri pembicaraan, karena tahu Fai sudah mulai tidak nyaman berdekatan dengannya
"Wa'alaikumussalam" Jaawab Fai dengan menghela nafas diakhir kalimat
Afi merasa bersalah membuat Fai yang periang dan akrab dengannya menjadi sungkan juga segan sekarang. Rasanya Afi salah menyembunyikan identitasnya, karena ini hubungan Afi dan Fai yang biasanya akrab sebagai teman. Tapi sekarang, jadi terasa menyiksa jika bertemu. Memikirkan ini Afi menjadi bingung dan mencoba memperbaiki keadaan, Afi memutuskan meminta maaf pada Fai soal kebohongnnya ini.
Di depan kelas Gus Afi berdiri di dekat pintu dari jam 8 hanya untuk menunggu kedatangan Fai untuk masuk kelas.
Setelah 30 menit Afi berdiri, Fai datang bersama Zia menuju ke kelas
"Mbak Fai bisa bicara sebentar" Tegur Afi saat Fai siap melangkah memasuki pintu yang sedari tadi berdiri Afi di sisi kanan pintu
"Iya Gus, ada apa?" Menjawab teguran Afi
"Fie aku masuk dulu ya" Ucap Zia merasa tidak tepat disana mendengar obrolan Afi dan Fai
"Iya Zia" Jawab Fai
"Ada apa Gus?" Tanya Fai tetap menjaga pandangannya
"Aku mau minta maaf soal kebohongan identitasku selama ini. Seharusnya akau jujur sejak awal" Ucap Afi dengan wajah menyesal
"Iya Gus. Bohong memang salah, tapi pasti ada alasan dibaliknya dan semoga itu untuk alasan yang baik. Saya justru bingung kenapa Gus minta maaf kepada saya?" Fai sedikit kebingungan dengan prilaku Afi dan tersenyum di akhir pertanyaannya
Kata "saya" dari Fai benar-benar tenunjukkan rasa sungkan Fai pada Afi
"Iya Mbak aku punya alasan baik dibaliknya, dan tentang kenapa aku minta maaf. Itu karena Aku merasa bersalah membohongimu Mbak. Sekarang pun obrolan kita terasa tidak nyaman, aku menyesali kebohonganku" Jawab Afi dengan nada sedih menatap Fai yang masih menunduk
"sudahlah Gus. Saya sudah maafkan, tetapi untuk masalah keakraban. Maaf sepertinya sekarang tidak akan bisa kembali seperti dulu. Jika sudah tidak ada yang ingin di bicarakan, saya permisi masuk kelas Gus" Jawab Fai di ikuti langkah kaki pergi meninggalkan Afi
Sekarang setiap hari antara Afi dan Fai tidak pernah ada tegur sapa lagi. Situasi juga serasa mendukung, sepertinya keadaan tidak pernah lagi mempertemukan Afi dan Fai dalam kelompok tugas bersama. Ketika tidak sengaja berpapasan, baik Fai maupun Afi hanya saling melempar pandangan tanpa saling menyapa seperti dulu, kecanggungan menjadi teman Afi dan Fai di semester 2 ini.
Seminggu kemudian Afi dan bayu duduk di kursi taman depan fakultas, kebetulan kelas baru usai 5 menit lalu. Masih banyak teman Afi masih di kelas karena mata kuliah kedua kosong. Sedangakan Afi dan Bayu memilih dududk ditaman menikmati udara segar dan mencari asupan oksigen dari pohon-pohon di taman.
"Gus makan bareng ke kantin yuk" Ajakan Bayu pada Afi yang duduk berdampingan di kursi taman
"Emmm... iya. Makan apa ya enaknya?" Jawab Afi meletakkan ponsel ke dalam tas, tepat ketika Fai lewat bersama Zia
Mata Afi terus menatap ke arah Fai yang berjalan, Fai kemudian menoleh tidak sengaja membalas pandangan itu meski hanya satu menit kemudian berpaling
"Makan batagor gimana Gus? Heh malah diam" Ucap Bayu dengan nada kesal karena Afi tidak menjawab, malah bengong kemudian menepuk Pundak Gus Afi
"Hah, apa Bayu?" Afi terkejut dan beralih pandangan ke Bayu
"Ayo makan batagor mau tidak? Udah ayo ke kantin, kamu ini kenapa Gus? Tidak fokus begitu" Berjalan lebih dulu di depan Afi
"Iya deh Maaf" Jawab Afi mengikuti langkah Bayu di belakang
Afi dan Fai terjebak di dalam kecanggungan, kejadian serupa sering terjadi. Membisu menjadi pilihan untuk tetap menjaga kenyaman Bersama.
Rumah Afi…
Afi duduk termenung dengan tangan memainkan ponsel. Banyak pesan dari teman-temanya mengajak pergi keluar rumah untuk nongkromg. Tapi tidak satupun di balas, Afi sibuk merenungkan apa yang salah darinya beberapa minggu ini. Seperti ada yang hilang, Afi mulai mrmikirkan perasan antara dia dan Fai. Afi kesepian tidak dapat akrab dengn Fai, ingin selalu berada disamping Fai. Tapi tidak yakin benar cinta atau hanya mersa egonya tersakiti karena kesenengannya memaklukkan hati wanita yang untuk pertama kalinya gagal meski sudah banyak perhatian ditunjukkan Afi. Afi tidak yakin dengan hatinya, yang dia tahu pasti sekarang dia rindu berada di sekat Fai. Lagi pula Afi bukan tipe yang ingin menikah muda, sedangkan Fai itu cewek yang tidak mau menjalin hubungan tidak pasti.
Andai Fai mau berpacaran, Afi pasti sudah sejak awal menyatakan perasaanya. Afi takut akan membuat Fai benci ,karena sudah tahu penolakan akan dilontarkan Fai. Afi memprediksi itu karena tidak sengaja mendengar sendiri jawaban Fai yang langsung menolak tawaran Zia mengenalkan temannya kepada Fai yang bertujuan ke arah pacarana, ketika di perpustakaan.
Afi juga tidak yakin apa dia tidak akan menyakiti Fai. Jika yang dia rasakan ini hanya tujuannya seperti biasa menaklukkan hati cewek dan hanya untuk bersenang-senang, jika ini yang akan terjadi Afi lebih memilih mengabaikan perasaannya daripada hanya menyakiti Fai nantinya.
Ketika pikiran Afi terus beradu di dlama otak, tangan lembut Ibunya menyentuh pundaknya
"Afi kamu makan kapan ?" Tanya Ibu Afi dengan tagan menyentuh pundak Afi, sontak Afi sedikit begetar tubuhnya karena kaget
"Nanti saja Bu. Afi masih bekum lapar" Tersenyum menjawab pertanyaan Ibunya yang penuh kasih, dengan menoleh ke arah Ibunya
"Kamu kenapa kok kaget begitu? Sudah jam 9, nanti makan sendiri ya kalau lapar. Abah sudah selesai makan" Tanya Ibu Afi dengan wajah heran
"Tidak apa-apa Bu. Afi ngelamun jadi tidak tahu Ibu masuk kamar. Iya nanti makan sendiri kalau sudah lapar" Jaawab Afi tersenyum
"Ngelamunin apa Fi? Jangan terlalu sering, tidak bai. Oh iya. Ibu simpan makanan di lemari dapur nanti kalau makan, kamu hangatkan sendiri yai" Ucap Ibu Afi bersamaan tangan mengelus kapala Afi lembut
Afi berfikir saat mendengar nasihat Ibunya. Dia terimgat ajakan teman-temnnya, dan berfikir lebih baik keluar rumah agar tidak terus memikirkan masalahnya saat ini.
"Iya Ibu. Nanti Aku keluar sebenatar boleh ya? Ada urusan dengan temn-teman" Menatap IBunya dengan wajah berharap
"Afi, kamu begini lagi. Kamu sudah dapat teguran Abah kan kemarin, jangan keluar malam lagi" Ucap Ibu Afi tegas dan mimik muka berubah kecewa
"Tidak lama kok Bu. Tidak sampai tengah malam seperti kemarin, tolong Afi Bu. Abah juga sudah istirahat di kamar, pasti tidak tahu kalau aku keluar" Rengek Afi pada Ibunya
"Afi jangan lakukan ini terus. Hari ini ibu izinkan tapi Cuma satu jam annati jam 10 harus sudah di rumah. Kalau kamu melanggar batas waktu dari Ibu, kamu tidak akan bisa keluar rumah lagi" Jawab Ibu Afi dengan nada berwibawa dan sedikit kesal di awal
"Ibu yang terbaik, Afi sayang Ibu. Afi janji pulang jam 10, tidak akan melewati batas waktu" Afi berdiri dari kursi beljar dan memeluk Ibunya erat
Begitulah cara Ibu Afi mendidik Afi, tarik ulur selalu di lakukan agar Afi patuh pada aturan, tetapi ada saat mengendurkan aturan supaya Afi tidak memberontak lebih keras. Ini juga karena Afi anak cowok satu-satunya dari 5 bersaudara. Ditambah dia anak terakhir, menjadikannya mendapat lebih banyak perhatian dari Ibunya.
Afi keluar rumah menuju parkiran yang tepat berada di depan musholla Pondok Pesantren milik Abah Afi, terdengar suara para santri sedang berkegiatan muroja'ah di sisi utara dan pengajian kitab di sisi selatan musholla. Beberapa santri juga ada yang lewat di depan Afi yang menaiki motornya dan bersiap keluar area Pesantren
"Nyuwun Sewu Gus" Sapa beberapa Santri yang lewat di depan Afi yang menyalakan mesin motornya
"Nggeh Kang. Monggo" Senyum Afi dengan kepla menganggu kemudian tancap gas menaiki motornya keluar gerbang Pesantren
Sedang di rumah Fai…
"Mbak.. Mbakkk… Mbak…" Panggilan dari Syazani (adik Fai) yang diulang berkali-kali tetapi tidak di jawab Fai yang melamun
"Mbak" Ucap Syazani kemudian menjentikkan jari didepan wajah Mbaknya karena tidak mendapat respon
"Hah.. apa Syaza?" Gelagapan tersadar dari lamunan
"Mbak kenpa sih? Mikir apa? Mbak gak suka aku pulang ke rumah?" Celetuk Syazani memborbardir pertanyaan
"Eh apa sih Syaza, tidak. Mbak senang kamu pulang dari pondok, apalagi kamu sedang tidak sehat" Jawab Fai dengn wajah mserius dan mengelus rambut Syazani
"Terus kok ngelamun aja. Aku piker Mbak tidak sennag ahrus berbagi kamar lagi dengnku. Kayak bukan Mbak Fai deh kalo ngelamun gini" Tanya Syazani Panjang
"Tidak Syaza, cuman sedang kelelelahan saja kok. Sudah ayo tidur, kamu juga sudah minum obat harus istirahat biar cepat pulih" Tersenyum menatap adik manisnya yang bermata besar nan indah. Syazani yang selalu perhatian dan cerdas karena hampir menjadi Hafidzoh tahun depan, hafalannya sangat cepat dan kuat. Berbanding terbalik dengan Fai yang kesulitan hingga umurnya hampir mencapai 20 tahun
Saat Syazani sudah tertidur. Fai tetap tidak bisa memejakan matanya. Pikirannya tidak tenang, bercampur aduk dengan segala masalahnya sendiri dalam menghafal yang selalu tertinggal. Bahakan dari adiknya yang masih berusia 17 tahun.
Dan sekarang ditambah dengan perilaku Afi yang menambah beban otaknya berfikir apa yang salah dengan pertemuan mereka. Seharusnya dari awal Fai tidak akrab dan terlalu dekat, apalagi kenyataan status Gus yang disandang Afi menambah kekhawatiran Fai. Bagaimana jika kejadian mereka berkendara diketahui oleh orang tua Afi, hanya rasa malu yang terus terbayang di benak Fai. Meski mereka tidak melakukan hal apapun selama di berkendara bersama. Alasanya juga karena terpaksa dan satu kali dilakukan, tetap itu salah karena mereka bukan mahram. Tentu saja tidak pantas melakukan itu.
"Astagfirulloh, apa yang sudha aku lakukan? Aku kenapa bisa mlakukan perbuatan itu?" Ucap Fai lirih dengan posisi terduduk disamping Syazani yang tertidur, air mata Fai mulai berlinang di bola mata indah berlensa coklat pekat itu.