Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 55 - Serbuk Perak (4)

Chapter 55 - Serbuk Perak (4)

"Kau pergi seabad lamanya," sindir Salaka.

"Kau tak tahu apa yang kuhadapi di luar sana," Candina membalas sengit.

"Bagaimana Silva?" tanya Salaka khawatir.

"Tak begitu baik," desah Candina. "Yang penting, ia sudah aman berada di kawasan ini. Dalam pengawasan kita."

Salaka mengangguk.

"Aku tak dapat mengamatimu karena kalian jauh di luar jangkauanku, Candina."

Candina menatap Salaka, prihatin.

"Kekuatanku melemah, Candina," ujar Salaka merenung. "Apa kau tahu, Javadiva kedatangan tamu-tamu dari Eropa?"

Candina membelalakkan mata.

🔅🔆🔅

Sebagai salah satu sekolah bakat minat ternama, Javadiva kerap menerima tamu-tamu dari berbagai negara. Yang terdekat, tentu negara-negara dari Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Menjalin kerjasama dan saling mengirimkan utusan guru maupun siswa, dilakukan pula ke Jepang dan Korea Selatan. Tak ketinggalan, negara-negara Skandinavia seperti Finlandia, Denmark dan Norwegia menjadi tamu pula.

Bukan hal aneh, sekolah berbenah dan seluruh siswa dipersiapkan untuk mengenakan baju daerah. Berhubung Javadiva terletak di wilayah Jawa Tengah, pakaian yang dikenakan lebih sering bercorak batik. Selain musik dan tarian tradisional diperagakan, makanan-makanan khas daerah disajikan. Minimal sate dan nasi goreng.

Siswa siswi berpakaian daerah amat cantiknya. Perempuan berkebaya dan berkain batik, lelaki mengenakan beskap dan kain batik pula. Salaka, Rasi dan Bhumi terlihat sangat gagah dan tampan dalam pakaian tradisional lelaki Jawa. Candina, Initta , Zaya dan Shona pun terlihat bersinar dalam kebaya. Silva tak menampakkan diri dan merasa lebih baik bersembunyi di ruang kesenian. Bu Santi tampaknya tak akan memaksanya pula. Selama aliran dana dari bu Candra lancar, memilik siswa merepotkan seperti Silva akan dianggap baik-baik saja.

"Kita memiliki beberapa kelompok tamu dari sekolah-sekolah di Eropa kali ini," bu Santi menyampaikan. "Kebetulan, tamu dari negara Austria dan Rumania. Ibu harap kalian memberi sambutan mengesankan."

Initta dan Salaka terpilih sebagai sepasang penyambut.

Walau Salaka terlihat tak terlalu bersemangat, Initta sebaliknya. Ia yang mulai sembuh dan beraktivitas normal, menampakkan keceriaan dan tentu, kemampuan berkuasa.

"Aku seneng banget bisa bareng kamu, Salaka," Initta mengedipkan mata.

Salaka hanya memasang senyum singkat yang kikuk.

"Kita pakai kain batik dengan corak yang sama, ya?" pinta Initta tempo hari, ketika ia dan Salaka ditetapkan sekolah sebagai pasangan paling serasi sebagai penyambut tamu. Bahasa Inggris mereka berdua pun fasih.

Dan di sinilah mereka hari itu. Menyambut tamu-tamu Eropa yang dikabarkan berasal dari Austria dan Rumania. Rombongan guru, kepala sekolah dan utusan pelajar yang ingin mengenal wilayah Asia lebih baik. Salah satunya Indonesia. Berbagai ragam sosok bercampur baur di aula Javadiva yang sering digunakan sebagai tempat pertemuan. Rambut pirang, mata biru, postur tinggi, hidung mancung dan kulit cerah berbintik. Tubuh siswa dan guru Javadiva lebih mungil. Berambut hitam, mata gelap dan kulit coklat.

"Salaka," bisik Initta manja sembari melempar pandang ejekan pada Candina. "Jangan sampai jauh-jauh dari aku!"

Candina, menatap Initta sebal. Ia yang berpasangan dengan Bhumi lebih banyak berdiam diri dan baru berbicara bila ada tamu yang bertanya.

"Sonna, Silva sudah sarapan pagi ini?" Candina mencuri-curi waktu untuk bisa mendekati Sonna, teman sekamar Silva.

"Jangan khawatir," Sonna memberikan ibu jari, tanda aman. "Kamu jaga baik-baik abangku ini, ya!"

"Apaan sih kamu!" bentak Bhumi lirih. Wajahnya memerah. Jelas ia canggung namun terlihat senang bersama Candina.

Pak Gatot dan bu Santi memimpin perjamuan serta ramah tamah. Initta dan Salaka melayani pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pelajar seputar Javadiva. Segalanya tampak berjalan sempurna sampai waktu istirahat tiba. Salaka menangkap sosok yang tampak tenang. Dingin. Mencoba berbaur dengan tamu dan tuan rumah, namun tetap tampak memisah. Tubuhnya ramping, rambut coklat kemerahan ikal. Wajah tirus dengan hidung runcing dan mata biru laut yang tajam.

Pemuda itu terlihat tampan dan bersungguh-sungguh.

Mengenakan kemeja putih, dengan celana panjang dan jas hitam.

Di krah jas, terselip bros keperakan. Sekilas, hanya seperti hiasan untuk menambah artistik penampilan. Mata jeli Salaka menangkap, bros itu bukan sekedar tempelan.

Simbol paruh perak tampak jelas bagi yang memperhatikan dan mengenal makna.

🔅🔆🔅