Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 56 - Serbuk Perak (5)

Chapter 56 - Serbuk Perak (5)

Salaka bergerak ringan dan cepat.

Menyambar sosok pemuda berambut coklat kemerahan yang mengenakan bros perak bersimbol paruh. Tak ada yang menyadari bahwa Salaka mendekati sang tamu, menggamit lengannya, dan mereka menyelinap cepat ke ruang kesenian Nirvana. Tepatnya ke titik ruang Dahayu yang tersembunyi.

🔅🔆🔅

Sedikit pertarungan ala lelaki mengawali. Saling memukul, menangkis, berkelit. Tubuh ringan melompat. Walau tangan melayang dengan kecepatan penuh yang menyebabkan angin bersiut, tak terlihat tanda-tanda kedua belah pihak ingin saling melukai. Lewat beberapa waktu, keduanya mengambil jarak agak berjauhan untuk mengukur rahasia-rahasia. Masing-masing menepuk baju yang dikotori sedikit debu.

Pertarungan tadi bukan permusuhan.

Ada yang tak bisa dibuktikan dengan kata-kata, yang hanya dapat digambarkan lewat pandangan mata dan gerakan-gerakan tertentu. Baik Salaka ataupun sang tamu Eropa, segera dapat mengambil kesimpulan.

Mereka berbeda bangsa.

Berbeda warna kulit dan bahasa. Tapi Salaka langsung mengenali dan dapat berbicara.

"Vlad. Valadimir Ivanov," pemuda itu memperkenalkan diri. Salaka pun menyebutkan nama. Mereka berjabat tangan. Mencoba akrab, namun juga mengukur kekuatan.

"Aku tak mengenalmu. Tak pernah melihatmu sebelumnya," Salaka berkata tajam. "Mengapa kau di sini. Apa yang kamu lakukan?"

"Aku tak mengerti apa maksudmu," Vlad mengelak.

"Kau paham bahasaku," Salaka berkata menelisik. "Kau menggunakan bros perak bersimbol paruh burung. Itu pasti punya makna!"

Vlad menatap Salaka dalam-dalam.

"Kau salah satu…?" Vlad menggantung ucapan.

Salaka menunggu tenang. Waspada. Menajamkan pendengaran agar tak ada yang tahu.

"Baik," Vlad mengangkat tangannya, tanda menyerah. Ia mengambil sesuatu dari balik saku jas, menaburkan ke sekeliling. Selapis batas keperakan namun tembus pandang menjadi dinding mereka berdua.

Salaka menahan napas. Mempertimbangkan bahwa pemuda –tamu dari Eropa yang dikatakan sebagai seorang pelajar atau guru muda itu, bukan sembarang orang.

"Salaka, kau seorang prajurit perak," ujar Vlad, menebak dengan tepat. "Aku bersyukur dapat menemukanmu di sini."

Salaka terdiam. Tak terlalu terkejut akan kata-kata Vlad.

"Oh, bukan," Vlad meralat. "Kutebak kau bukan hanya seorang prajurit. Apa pangkatmu? Panglima? Bangsawan?"

Salaka menahan napas.

"Apa yang kau lakukan di sini, Tuan Vlad. Mengapa Eropa jauh-jauh mengirim seorang utusan perak sepertimu, sampai ke Indonesia? Sampai ke tanah Jawa?"

Vlad, menatap tajam dan dalam ke arah mata Salaka.

"Kau pasti tahu jawabannya, Salaka," desah Vlad.

Terdengar ramai orang bercakap-cakap di luar. Tertawa-tawa. Musik tradisional dialunkan. Aroma masakan menguar.

"Mereka…?" Salaka ingin tahu.

Vlad menggeleng, "Tidak. Mereka bukan siapa-siapa. Mereka semua orang biasa."

Salaka tersenyum.

"Jangan berbohong padaku, Vlad. Kau pasti tidak sendirian ke mari. Berapa orang bersamamu?" Salaka bertanya.

Menyadari, pemuda di depannya tak mudah dikelabuhi, Vlad mencoba berterus terang.

"Aku tak dapat mengatakan jumlah kami yang sebenarnya. Semua menjalankan misi rahasia," Vlad mencoba jujur. Suaranya penuh permohonan kemudian, "Salaka, kami butuh bantuan prajurit perak sepertimu."

Salaka mencoba mendengarkan. Ia tak dapat sepenuhnya percaya pada orang yang mengendap-endap di acara jamuan ramah tamah Javadiva.

"Aku ingin bicara sedikit jujur padamu, tapi aku tak bisa mengungkapkan semua," Vlad berkata. "Aku bersama rekanku, Cristoph dari Austria. Seperti yang kau ketahui, aku dari Rumania. Kami berdua utusan Eropa. Orang-orang di luar sana memang memiliki kepentingan dengan Javadiva."

"Seperti dirimu yang juga punya kepentingan dengan Javadiva?" tajam pertanyaan Salaka.

Vlad menahan napas. Sebuah perintah rahasia tersulam rapi di benak. Ia tak bisa memberitahukan kepada sembarang orang. Tetiba bertemu pihak tak terduga, di tempat yang diam-diam sedang ia intai.

"Kami butuh banyak perak," ujar Vlad pelan. "Sangat banyak."

"Untuk apa?"

"Untuk memburu musuh. Menaklukan mereka," jelas Vlad, sangat berhati-hati

"Musuh apa yang kau lawan hingga butuh perak demikian banyak dan kau pun sampai menyeberang lautan?"

"Bangsa Eropa memiliki musuh yang hanya bisa ditaklukan dengan peluru perak," Vlad berkata penuh perhitungan. Kalimat berikutnya diucapkan berbisik, "Kami menyebutnya : Vampir."

Salaka menaikkan alis.

"Aku pernah mendengar sedikit tentang mereka," Salaka mengangguk. "Makhluk penghisap darah yang tidur di siang hari dan berkeliaran di malam hari. Menggigit manusia, menjadikan manusia sebagai budak mereka. Lalu budak-budak itu perlahan menjadi bangsa vampir kelas dua. Hidup tidak. Mati tidak. Betul?"

"Ya," Vlad mengiyakan. "Ada yang perlu kukoreksi."

Salaka mengerutkan kening.

"Vampir sekarang bergerak di siang dan malam hari," jelas Vlad.

Salaka menarik napas panjang.

"Mengapa kau sampai jauh-jauh ke mari? Apakah cadangan perak kalian habis, atau menipis, Vlad?"

"Perak di sini adalah perak terbaik, Salaka. Kami ingin menggunakan bahan terbaik untuk menaklukan musuh."

Mereka terdiam. Berbicara lewat telepati dengan bahasa -bahasa simbol yang hanya dapat dipahami oleh masing-masing.

"Vlad," Salaka berujar kemudian. "Bagaimana jika kami tak lagi memiliki perak?"

"Maksudmu?"

"Maksudku, tidak ada lagi perak di Indonesia. Tidak ada lagi perak di Jawa."

Vlad menatap Salaka tajam, ia lalu tertawa perlahan.

"Apa maksudmu, Salaka?"

"Kau tahu apa maksudku, Vlad! Kami tak punya perak seperti yang kau harapkan."

Vlad menarik napas berat. Tatapannya tajam bagai membelah tubuh Salaka.

"Maksudmu, Salaka, kau ingin menyimpan patung-patung perak di bawah ruang rahasia ini untukmu sendirian?"

🔅🔆🔅