Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 40 - Pelarian (2)  

Chapter 40 - Pelarian (2)  

"Kamu ngapain?"

"Mencari kamu!"

***

"Gimana bisa Candina nemukan aku? Dia sama sekali nggak tau bu Tina, koki keluargaku dulu. Dia gak mungkin tau juga kalau rumah bu Tina sampai masuk ke daerah pinggiran kayak gini. Aku sama sekali gak kenal Candina dan gak mungkin juga dia kenal aku. Yah, setidaknya aku baru-baru aja kenal dia. Kok bisa-bisanya dia ngikuti aku ke sini??"

Pikiran Silva dipenuhi kecamuk tanya.

Dulu, saat seisi rumah selalu menyudutkannya -termasuk mama- , bu Tina diam-diam menghiburnya. Membuatkan makanan khusus untuk Silva. Kadang, bu Tina membelikan coklat yang diselipkan ke tas Silva meski tahu gadis itu punya cukup uang saku. Hal yang diingat Silva adalah, bu Tina membuat bolu ulang tahun mini untuknya. Semua kakak-kakaknya lupa. Mama menganggap hal itu tak penting, apalagi papa.

Candina cepat menemukan Silva dengan bantuan indra ke enam Salaka lewat semedinya. Dibantu sepasang mata seekor elang yang mudah menelisik mangsa dari angkasa, jejak Silva tak terlalu sulit ditemukan. Meski kata Salaka, kemampuannya tak dapat lebih jauh lagi dari wilayah sekitar Javadiva.

Bu Tina cepat menyukai Candina.

Siapa tak menyukai sosok gadis sangat sopan dengan bahasa Indonesia sangat baku seperti itu?

"Saya teman Silva, Bu," begitu perkenalan dadakan di depan pintu. "Apakah Silva baik-baik saja?"

Bu Tina menyambut dua tamunya dengan gembira. Rumahnya kini sepi penghuni setelah Najma bekerja dan sering pulang malam. Dua gadis muda di rumah pasti membawa keceriaan. Ia dapat mempraktikkan kemampuan memasak dan mendapatkan pujian!

🔅🔆🔅

"Kamu harus segera ke Javadiva!"

Kembali ke tempat penyiksaan? Ogah, pikir Silva.

"Hanya di situ satu-satunya tempat aman buatmu. Buat kita!"

Aman? Kalau aman ia tak akan menerima pukulan dan hinaan.

"Kamu dicari-cari para guru. Mereka panik karena kamu menghilang."

Mereka hanya takut nama Javadiva jelek kalau ada murid yang kabur, pikir Silva.

"Kenapa kamu lari seperti ini, Silva?" Candina bertanya hati-hati. "Tidakkah kamu takut bertemu orang jahat?"

Ups, gak di rumah , gak di sekolah, banyak banget ketemu orang jahat, batin Silva.

"Mari, kita kembali ke Javadiva," ajak Candina.

Tubuh Silva menegang. Males banget balik ke sana! Teriak pikiran Silva.

"Nanti kamu dikeluarkan, bagaimana?" Candina cemas, setengah mengancam.

Haha. Aku dah biasa keluar masuk sekolah. Sepanjang mama masih ada duit, aku bakal bisa pindah sekolah. Yah, walau kata mama, ini kali terakhir. Kalau nggak, aku bakal nggelandang di jalanan, pikir Silva muram.

"Aku harap kamu tidak melarikan diri dari Javadiva. Dulu, kamu tak punya teman. Sekarang, ada aku dan Salaka," Candina memberi dorongan.

Silva menatap Candina.

Emang di dunia ini masih ada orang baik? Pikirnya. Kalau bu Tina baik, itu juga kebetulan.

"Malam ini kita bermalam di sini," ujar Candina. "Esok kita kembali ke Javadiva. Aku janji, akan melindungimu sekuat tenaga bila ada yang mengganggumu lagi."

Silva menatap Candina tak percaya.

Apa benar di dunia ini masih ada orang yang benar-benar peduli padanya? Satu-satunya yang peduli padanya adalah bu Tina. Itupun ia sangsikan ketulusannya, mengingat bu Tina sangat setia pada keluarga Cahyadiningrat.

"Jangan punya pikiran buruk. Bu Tina, adalah orang baik," Candina berujar seolah membaca pikiran.

Silva menatapnya tajam.

Candina tertawa sembari berkata, "Di pintu ruang tamu kami berkenalan, Silva. Dapat kurasakan kehangatan dan kebaikan hatinya. Putrinya juga demikian. Siapa namanya?...Ma, ma…begitu kedengarannya."

"Najma," ujar Silva pendek.

Alis Candina naik. Terlihat senang mendengar sebuah suara meluncur dari tenggorokan Silva.

🔅🔆🔅