"Bahkan sekarang, kau menyerang sekutumu sendiri? Wangsa-mu sendiri? Golongan Vasuki yang seharusnya kau lindungi??!"
Tala hal Vasuki menyerang keras lawan, yang selama ini merupakan sekutu-sekutu dari wilayah yang lebih kecil.
"Apakah kalian ingin kuhancurkan, seperti Aswa?!!" ancam Tala beringas.
Galba, menatapnya tak percaya.
Di sisinya, Wuha mengeraskan lengan dan menajamkan kuku.
❄️💫❄️
Vasuki adalah wangsa yang menguasai daratan dengan keahliannya berkelana. Berlari, merayap, merangkak. Memiliki senjata pamungkas mematikan yang sangat ditakuti : cakar-cakar. Dalam bentuk Pasyu, Tala hal Vasuki sosok perkasa yang ditakuti langit dan bumi. Memiliki tubuh gilig, bersisik, bersayap dan bercakar.
Klan keturunan Tala adalah yang terbesar dalam ukuran dan terhebat dalam kekuatan; satu-satunya yang bersayap selain bercakar. Diberkahi dengan ketampanan dan kecantikan yang luar biasa, saat berubah menjadi A-pasyu atau bukan Pasyu. Tala dapat berkelana di langit, terbang melintasi awan-awan yang merupakan wilayah kekuasaan Aswa atau melewati puncak-puncak tertinggi wilayah naungan Paksi. Meski, melewati awan dan puncak tertinggi bukan berarti menguasainya.
Itulah sebabnya, Tala hal Vasuki dapat menangkap berita-berita rahasia langit yang tak dapat ditangkap oleh golongan Vasuki yang lain.
Galba hal Vasuki, terkenal dengan keberanian dan keteguhan hati. Keberanian yang sesungguhnya merupakan ciri paling istimewa dari dinasti Vasuki, dan paling disegani dari dinasti lain. Klan Galba hal Vasuki bertubuh kuat dan kokoh, dengan suara keras menggemparkan saat bertarung. Dapat mengubah diri merangkak berkaki empat yang sepenuhnya bercakar. Melompat, menerjang, mencabik mangsa dan lawan begitu mudahnya seperti merobek perca hingga serpihan.
Wuha hal Vasuki, klan yang terkenal memiliki kekuatan dan kecerdikan. Sedikit kelicikan. Kelincahannya bertambah ketika berada di air, kemampuan yang sama baiknya ketika ia berada di daratan. Berbeda dengan Galba yang benar-benar hanya dapat bergerak dan bertarung di daratan, Wuha bersahabat dengan air dan udara. Walau tentu, ia tak sehebat Galba saat berada di daratan.
Terikat dengan klan Tala hal Vasuki yang kuat dan berjaya, Galba dan Wuha lama mempersembahkan kesetiaan.
Lalu tetiba…Tala menyerang?
❄️💫❄️
Galba menggelegar.
Wuha mengeraskan cakar.
Di atas, Tala mengepakkan sayap sembari mengembangkan kaki dan lengan yang memiliki kuku seruncing pedang. Menerjang ke bawah dengan kekuatan penuh, bersiap melumat apapun yang didapatkan.
Hujan-hujan debu. Kerikil terlontar. Lapisan teratas kerak bumi terkelupas, merekah, membongkah. Terlempar ke udara. Bebatuan sebesar anak-anak bukit terlempar. Jarum-jarum takdir melesat membelah udara. Kematian yang tak pernah dibayangkan, tetiba berbisik di telinga. Anugerah usia panjang tak selama yang dijanjikan! Ratusan tahun seakan kedipan mata. O, mengapa hanya Akasha yang berhak menguasai dunia ribuan tahun?
"Aku melindungi kalian!
Aku membentengi kalian!
Mengapa ini yang aku dapatkan??"
❄️💫❄️
Tala berteriak lantang. Lengan tangan dan kakinya ramping, namun lawan tak akan meremehkan daya tusuk ujung-ujung kukunya. Lehernya yang panjang dipenuhi sisik-sisik tajam yang siap menggergaji kulit, seberapapun kerasnya.
"Kami setia padamu!" teriak Galba dan Wuha nyaris bersamaan.
"Apakah kesetiaan namanya, jika kalian menolak menyerang Aswa?" bentak Tala.
"Katakan : apa kesalahan Aswa?" Galba bertanya keras.
Tala menghantam tempat berpijak Galba dengan ekor panjangnya yang bergerigi. Andai tak melompat jauh, tubuh Galba lumat.
"Apakah kau benar-benar buta, Galbaaa??!!" suara Tala memecah udara. Gelombang angin menggulung. "Ratu Aswa menggalang dukungan untuk melawanku. Melawanku!"
"Kau membunuh prajurit-prajurit Aswa! Kau membuat kekacauan!" Wuha berpihak pada Galba.
"Mereka membunuh Kundh, panglimaku!" bentak Tala. "Aku akan menuntut balas pada Aswa dan sekutu-sekutunya!"
"Apa hubungannya dengan kami?" Galba gusar, bertahan sekuat tenaga.
"Kau seharusnya berada di belakangku : Galba dan Wuha! Kita dinasti dengan simbol cakar ini harusnya bersatu!" Tala menggeliat, memuntahkan kemarahan.
Galba dan Wuha menarik diri sesaat.
Galba mencari titik di balik bukit-bukit. Wuha melindungi diri di balik bebatuan.
"Bagaimana kita bersatu, ketika kau menindas kami seperti ini? Kamu menyerang tanpa ampun! Bahkan ketika kami tak tahu, apa yang harus kami bela dan apa yang harus kami serang!" Wuha melontarkan pembelaan.
"Kami akan membelamu dan berbalik menyerang Aswa, jika kau benar adanya!" Galba menegaskan.
Tala berputar-putar di langit. Mengepakkan sayap. Memaikan ekor. Matanya merah. Lidahnya menjulur.
"Kemarahanmu benar-benar tak dapat diterima semesta, Tala!" ujar Galba. "Kau bahkan tak mengirim utusan. Tak mengirim surat peringatan. Kau hanya bertanya sesuatu yang kami tak mengerti!"
Tala menggeram.
Mendung dan badai berpadu, berkumpul, melepas tenaga di angkasa. Gemuruh memekakkan telinga.
"Seorang raja tak harus menyampaikan semuanya!! Tidak semua bisa dipahami rakyat dan bawahannya! Aku tahu banyak hal dibanding kalian!!" teriak Tala.
Galba dan Wuha menahan diri.
Mereka berdua bahkan tak mengerti, mengapa tak bersepakat dengan Tala kali ini menimbulkab kericuhan panjang? Membunuhi prajurit Aswa sangat memalukan, walau kerugian Vasuki pun terasa sangat berat dengan kematian panglima Kundh.
Wuha menahan Galba yang akan melancarkan serangan. Tangannya menghalangi Galba sekuat mungkin.
"Katakan! Apa yang kau ketahui, Maharaja Tala hal Vasuki! Apa yang tidak kami ketahui? Apa yang harus kami patuhi?"
Tala menarik cakar-cakarnya. Ekor tak lagi melepaskan amukan gada. Ia mengepakkan sayap megah dengan kekuatan penuh.
"Kalian harus tunduk padaku. Hanya padaku! Kalian harus mendengar kata-kataku dan patuh sepenuhnya, bila wangsa Pasyu tak mau hancur!" tegas, berat, mengancam suara Tala.
Galba dan Wuha waspada penuh, walau tak melepas serangan balik.
"Kehancuran macam apa, Wahai Maharaja Tala?" Wuha memancing.
"Hanya aku yang mengetahui rahasia langit terbesar. Patuhilah!" bental Tala.
Galba menatap Wuha sejenak.
"Rahasia langit apa yang kau ketahui, Tala?" gelegar Galba.
Tala menggeram.
"Aku tak bisa memberitahumu, sebelum kau bersumpah setia seutuhnya padaku, Galba! Wuha!"
Galba menegakkan punggung. Mengeraskan lengan dan kaki. Mengasah sejenak kuku-kuku di ujung buku-buku cakar.
"Dan…bila kami tak sepakat denganmu kali ini?" teriak Galba.
Wuha menahan diri sembari menghadang Galba agar tak membuat perang terbuka semakin ganas. Tanpa dinyana keduanya, sebuah lidah api terlepas.
Lidah api panjang, dengan bola sebesar anak bukit, warna merah kehitaman. Bergulung, melingkar, berpilin, bagai memiliki mata menuju sasaran : bebatuan yang melindungi Galba dan Wuha. Cadas-cadas itu meleleh bagai lilin terbakar api unggun.
❄️💫❄️