Bola api terlepas dari mulut Tala.
Menyambar cepat, melelehkan bebatuan.
Bila cadas saja luluh lantak, bagaimana tubuh Pasyu dapat bertahan?
❄️💫❄️
Syiiiuuut.
Lhaaaarrrr.
"Agni! Itu agni!" bisik Galba, menahan keterkejutan dan rasa panik.
Wuha pun berteriak tertahan, "alad! Nyala api! Dari mana Tala mendapatkannya? Apakah Penguasa Langit??"
Galba terpana. Wuha pasi.
Kekuatan apa yang telah dimiliki Tala? Mengapa kekuatannya bukan hanya berlipat ganda, tapi juga memiliki daya merusak yang sama sekali berbeda dengan klan-klan Vasuki lainnya? Dinasti Pasyu tak pernah memiliki kekuatan api! Satu-satunya penakluk api adalah Penguasa Langit yang denganNya, tak satupun makhluk berani menggunakan kekuatan tersebut sebagai senjata pemusnah.
Selama berabad-abad yang tercatat, perang antar bangsa telah lama menjadi catatan buram nan kusam. Penguasa Langit menghapus zaman kegelapan yang dipenuhi peperangan oleh kaum yang mengerikan. Perang yang menghancurkan tatanan, menghabiskan sumberdaya dan semua yang bernama kehidupan punah. Ketika Akasha dan Pasyu tercipta, mengucap janji kepadaNya, seiris kehidupan surga dititipkan ke dunia. Keindahan tubuh, usia hidup yang panjang, kemegahan dan kemewahan yang mudah didapat. Selain kekuatan dan persenjataan untuk menghadapi berbagai kemungkinan buruk yang mungkin ada di dunia.
Namun, selama itu, sepanjang itu, tak pernah ada kejadian yang benar-benar buruk kecuali kematian.
Bahkan, sakit yang demikian parah masih dapat diobati dengan airmata kristal, liur ludah, lendir tubuh dan cairan bisa.
Apakah dunia kali ini juga akan berakhir seperti zaman sebelum wangsa Akasha dan Pasyu?
"Anala! Anala! Analaaa!!!" gelombang teriakan Tala hal Vasuki. "Anala-ku akan membakar semua musuhku!!!"
Terbang di udara, mengepakkan sayap, nyala merah mata dan cakar-cakar mengembang. Lidah terkulum ke dalam, lalu menjulur kembali ke luar sembari memuntahkan gulungan anala. Alad. Agni. Api-api yang hanya diciptakan bagi lembah-lembah kematian tak berujung, penjara bagi bangsa-bangsa yang melawan undang-undang Penguasa Langit.
"Tala!!!" teriak Galba. "Bagaimana kau bisa menggunakan api untuk melawan kami??"
"Kau tak pernah memilikinya selama ini," Wuha menambahkan, berpikir cepat. "Bagaimana bisa kau melakukannya?"
Alih-alih menjawab, Tala mengulum lidah panjangnya untuk bersiap-siap melancarkan serangan berikut.
"Apa kau bermaksud membunuh kami, Tala?!" Galba melompat ke balik bukit, mencari tempat berlindung, mengubah diri menjadi harimau bercakar dan bertaring dengan mata menyala.
Wuha, tetap dalam wujud A-Pasyu dan merasa, bila ia beralih menjadi buaya bermoncong; belum tentu dapat selincah Galba.
"Kau boleh baik ke punggungku Wuha," bisik Galba mendekati Wuha yang memperkuat kuda-kuda, "dan kita selesaikan perkara ini seperti apa yang diinginkan Tala."
Hanya kedua lengan Wuha yang menegang, mengeras, dan memunculkan cakar-cakar dengan kuku yang mampu meremukkan cadas. Dengan lompatan manis, Wuha menaiki punggung Galba, mencari tempat paling memungkinkan untuk membalas serangan Tala.
"Berhati-hati dengan mulutnya," Wuha memperingatkan. "Gunakan daya terjangmu untuk melemahkan ekornya!"
"Ekor?" Galba bertanya sangsi.
"Ya! Tala tak akan membakar ekornya sendiri!"
"Aku akan menyerang perutnya," Galba menggeram pelan.
"Jangan," bisik Wuha di telinga Galba, "kau lihat? Cengkraman cakar Tala bisa merobek tubuhmu yang berada dalam jangakauan lengannya."
Galba mempercayai kecerdikan Wuha.
Keduanya melompat dari balik bayang bukit, mencoba menghindari mata Tala. Dengan kemampuan semburan lidah api, baik Galba maupun Wuha belum mengetahui seberasa besar kekuatan Tala yang sebenarnya. Pun, bagian mana dari dirinya yang memiliki kelemahan ketika bertarung menggunakan gelombang api. Boleh jadi, seluruh kekuatannya ikut berlipat ganda. Atau sebaliknya, ada bagian dirinya yang jauh melemah.
Tala melihat bayang raksasa mengendap dan melompat-lompat tanpa suara. Ia mengerahkan kemampuan memuntahkan lidah api, menyambar tempat berpijak Galba. Landasan batu itu lumer seketika, untung, Galba telah mendorong tubuhnya sejauh mungkin. Walau selamat dari amukan Tala, tak urung ekor Galba memanas terbakar. Terdengar geraman kecil di balik seringai. Auman pelan.
"Kau terluka?" Wuha berbisik cemas.
"Tak apa! Hanya sedikit ekorku terbakar. Api di mulut Tala bukan hanya sekedar api, Wuha. Itu adalah api pemusnah!"
"Aku tahu. Berhati-hatilah," Wuha menepuk pelan leher Galba, menggunakan ujung kakinya yang tak bercakar. "Kita cari tempat lebih terang."
"Apa??"
"Percayalah padaku, Galba," bisik Wuha. "Percayalah padaku, Raja Galba hal Vasuki, Sahabatku."
❄️💫❄️