Suara petir.
Auman yang menimbulkan gemuruh badai.
Cakar beradu. Suara keras benturannya memecahkan telur-telur segala makhluk di bumi.
Grrrhhhlll.
Wuuusssh.
Lhaaaarrrr!!
Pertarungan Tala, Galba dan Wuha di dataran tinggi Parbata yang terletak tepat di titik tengah antara tiga kerajaan Vasuki. Pasukan Tala hal Vasuki beserta panglima pengganti Kundh, Sarpa, waspada di perbatasan. Tala melarang siapapun mendekati medan pertempuran. Bahkan, seluruh pangeran-pangeran klan Tala hal Vasuki tak diizinkan sama sekali terlibat. Baginya, ini adalah pertarungan tiga raja. Bukan pertarungan rakyat biasa.
Sekaligus, Tala ingin memperlihatkan sesuatu.
❄️💫❄️
"Galba, ikuti perintahku," bisik Wuha.
"Kita harus sangat berhati-hati!"
"Aku tahu! Aku tahu!" Wuha bersiteguh. "Kita tak dapat mengalahkannya bila sembarangan bertindak."
"Apa rencanamu? Jangan sampai kita berdua celaka!" Galba menggeram pelan. Bukan ketakutan yang merajai benak. Ia tak ingin seluruh Vasuki berada di tangan Tala.
Wuha mengamati sekeliling. Kehancuran yang disebabkan bola api dari mulut Tala. Pukulan ekor gada. Cakar kaki dan lengan Tala. Segalanya telah dikenali, kecuali serangan agni. Alad. Anala – atau dengan kata lain, semburan api.
"Lompat ke kanan, Galba," perintah Wuha.
Galba mengikuti arahan, menuju ke puncak tinggi yang lebih dekat ke ekor Tala. Walau ekornya menggodam kanan-kiri, tanpa petunjuk sepasang mata, amukannya tak mengenai lawan.
"Ke kiri. Lalu ke kanan! Kiri-kanan, ya! Kau lincah, Galba!" puji Wuha.
Galba langsung memahami bahwa ia harus bergerak cepat dan tepat demi menyelamatkan diri dari amukan ekor Tala. Asalkan kepala naga tak memutar dan menghadap ke arah keduanya! Gerakan Galba dan Wuha tak dapat bertahan lama. Tala berputar di angkasa, melihat kedua lawannya menghindar lincah, ia bersiap mengulum lidah. Mematangkan bola api di area perut dan dada sebelum memuntahkan ke luar.
"Ia akan melontarkan api!" teriak Wuha.
"Ya! Aku tahu!"
Galba mencoba memperhitungkan segala kemungkinan : menghindari ekor sembari mengawasi gerakan kepala Tala.
"Kau awasi kepalanya, biarkan aku yang menangani ekornya!" perintah Wuha.
Tala merasa di atas angin. Mengejek dengan tawa keras yang menimbukan uap kelabu. Namun, mengerahkan ekor dan menyusun elemen api sekali waktu, bukan perkara mudah. Gerakan ekornya sedikit kehilangan tenaga hingga saat menghantam ke arah lawan, cepat Wuha menghajarnya dengan lengan cakar.
Rhaaaaa!
Heaaaa!
Tala dan Wuha sama-sama berteriak, mengerahkan tenaga dan melepas rasa sakit. Ekor gada Tala, ujung bandul sekeras cadas, remuk dan cabik . Begitupun, kuku-kuku Wuha rontok sebagian.
"Wuhaaa? Kau terluka?!" Galba mencemaskan sahabatnya.
Menahan sakit, Wuha mengatur napas. Sekujur tubuh dirambati rasa nyeri luarbiasa. Ia menempelkan tubuh ke punggung Galba, menenangkan diri dan berharap hawa panas akan membantunya cepat pulih. Merasakan sakit yang sama, Tala mengambil jarak menjauh sesaat. Belum sempat jeda panjang, leher Tala tertarik ke belakang. Kepalanya tegak dengan mulut tertutup yang menandakan kuluman lidah nyaris siap sepenuhnya.
"Pegang tubuhku, Wuha!" teriak Galba. Sang harimau melompat ke arah ekor panjang Tala, mencoba lebih melukai dari arah belakang agar Tala tumbang.
Mengamuk, Tala mengibas-ngibaskan ekor raksasanya hingga Galba harus mencengkramkan empat cakarnya agar mereka berdua tak terhempas dari angkasa dan menjadi serpihan. Tubuh Tala kacau. Bukan berarti Galba dan Wuha menang. Berputar-putar di angkasa, mengeluarkan raungan yang menghujam gendang telinga, berusaha membanting dua penumpang gelap di ekor. Ujung ekor gada Tala tetap dapat menyerang, meski tak sepenuhnya. Walau kekuatan ekor gada tinggal separuh, gerakannya dapat melukai hingga Wuha terpaksa menahan serangan dengan kedua lengannya yang terluka.
"Galba! Segera cari daratan yang aman untuk melompat! Cepaattt!"
Ketika putaran Tala naik-turun , berpilin tak karuan dan pada akhirnya sedikit mendekati daratan, Galba melepaskan cengkraman. Meluncur turun ke bumi dengan kekuatan penuh.
"Pegangan tubuhku, Wuha! Kita pasti akan terluka!" raung Galba. "Tapi aku akan melindungimu!"
Melayang cepat dari angkasa, terlepas dari ekor Tala, meluncur deras ke daratan bumi. Galba mengerahkan kesaktian, memperkuat keempat kakinya agar daratan keras melunak ketika menerima hantaman keras mereka berdua. Keempat kuda-kuda Galba menyentuh permukaan dengan suara dahsyat.
Wuha terbanting keras. Galba menyusul kemudian. Tubuh keduanya terluka.
"Segera naik ke punggungku, Wuha! Cepat! Tala akan memuntahkan api!!!" terhuyung Galba mencoba bangkit.
Wuha merangkak. Tenaganya tandas oleh rasa sakit dan pertempuran yang sangat menguras kemampuan. Sekuatnya ia menaiki punggung Galba dan mereka berdua bersiap untuk pertandingan berikut.
"Kita harus selamat dari api Tala," bisik Wuha.
"Aku tahu itu," desis Galba, tertawa miris melihat kenyataan tak berpihak.
"Sekali saja, Galba! Berusahalah dengan kemampuan terbaikmu untuk berkelit. Aku mulai dapat meraba kekuatan anala milik Tala."
Galba mengangguk.
Mengeraskan semua bagian tubuh menjadi perisai, walau Wuha semakin kesulitan bergelayut. Tubuh perisai Galba lebih licin dan sulit ditembus.
"Bawa aku ke dataran terang, Galba. Biarkan mataku ini menuntaskan pertarungan!" pinta Wuha.
Permintaan tak masuk akal yang disambut Tala dengan tawa membahana. Dua lawan yang seharusnya menjadi sekutunya, hari ini harus binasa. Apakah ia akan berbaik hati memberikan umur panjang, atau sebaliknya? Lebih baik seluruh Vasuki benar-benar menjadi milik Tala? Melihat Galba memacu tubuhnya melompat menuju dataran terbuka yang terang benderang, Tala mempersiapkan serangan akhir.
❄️💫❄️