Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 37 - ●Muslihat Ratu (5) : Ghiwa

Chapter 37 - ●Muslihat Ratu (5) : Ghiwa

Istana Aswa di atas awan tetap sama seperti ketika Laira meninggalkannya.

Kesibukan rakyat dan prajurit yang tiada henti berkerja, kali ini bertambah dengan pembangunan benteng-benteng kristal. Raja Shunka, bersemedi sepanjang hari untuk menguatkan pondasi dan membangun ketangguhan perbatasan serta pilar-pilar perlindungan kerajaan. Gosha yang mulai pulih selalu setia berada di samping raja.

Jagra hal Aswa, panglima muda, dan Watsa hal Mina, panglima utama Mina, menyambut Laira tergesa. Setelah perjalanan panjang, kunjungan dengan berbagai sambutan; tanpa terasa seluruh energi terkuras menghadapi jauhnya jarak dan perselisihan pendapat.

Wajah Laira yang lelah terkejut.

"Apakah Ratu Ghiwa ada di sini?" tanya Laira, nyaris tak percaya.

❄️💫❄️

Tubuh Ghiwa tak berdaya. Istana Aswa yang jauh dari kerajaan Mina membuat ketahanan jasadnya melemah. Ia terduduk di kursi kehormatan tamu besar di aula Moga, aula utama kerajaan Aswa. Kematian Kundh dan kemarahan Raja Tala hal Vasuki membawa kecemasan yang panjang. Rasa takut yang tak menemui ujung. Bagaimana semua akan berakhir? Atau seburuk apa kisah akan berawal? Berada di Mina tak membuatnya tenang. Ia ingin tahu bagaimana Laira bersepakat ataukah justru berseteru dengan para ratu.

Laira berlari ke arahnya, menggenggam jemarinya yang dingin.

"Aku akan mehangatkanmu dengan kubah perlindungan," Laira berujar.

"Jangan lakukan itu, Yang Mulia," Watsa mencegah. "Ratu Laira juga melemah setelah perjalanan jauh."

"Ratumu akan mati!" Laira tampak cemas. "Ia tak akan kuat di sini."

"Biarkan aku yang mencoba membuat kubah perlindungan," sebuah suara muda dan lunak, menyeruak. Sosok cantik yang menyerupai Laira, dengan kemudaan dan kelincahan.

Laira melihat ke arah suara.

"Kau belum siap, Calya," ujar sang ratu, mencegah putri kesayangannya.

"Pangeran Barid dan pangeran Abra membantu ayahanda bersemedi, Ibu. Aku akan mencoba sebaik kemampuanku," Calya bersiteguh. "Baik Ibu ataupun Ratu Ghiwa harus selamat. Ibu istirahatlah terlebih dahulu."

Calya mengerahkan kemampuan membuat gelembung kubah hingga sekujur tubuhnya basah kuyup dan keringat sebesar kristal memenuhi pelipis. Kubah pelindung yang disiapkannya masih rapuh, berbentuk kecil, dan tak cukup sempurna melindungi ratu Ghiwa. Tubuh Calya yang melemas tak mampu berdiri, hingga Gosha dan Jagra terpaksa memapahnya.

"Aku hanya bisa melindunginya dan memberinya sedikit waktu," Calya menyesal dan merutuk dirinya sendiri.

Ghiwa, wajah pucat dan tubuh lunglainya bersemayam di dalam kubah perlindungan. Kecil dan rapuh, tubuh Ghiwa hanya mampu berbaring dengan melingkar, persis janin di dalam perut ibu. Walau kubah itu terlihat tak sekuat gelembung kubah milik Laira, Ghiwa terlihat dapat bernapas dan wajahnya lebih segar seketika.

"Kaupun terlihat mulai melemah, Watsa," Jagra mengkhawatirkan panglima Mina.

Walau wajah Watsa memerah dan uratnya mengeras, ia berkata masih sanggup bertahan beberapa lama di Aswa.

"Apa yang ingin Ratu Ghiwa sampaikan?" Laira berujar dari balik kubah pelindung. "Keberanianmu dan kesungguhanmu sungguh tak ada bandingan."

"Bagaimana pertemuan Ratu Laira dan Ratu Jaladhini?" Ghiwa tak menggubris pujian. Ingin langsung mengetahui kabar buruk atau baik. "Raja Vanantara? Ratu Madhavi dan Mihika?"

"Tak semuanya baik, kukira," Laira jujur berkata. "Ada yang berkenan mendukung kita, ada yang masih ragu. Ada yang sepertinya jelas-jelas berseberangan."

"Kita harus menemui Ratu Dhaya halla Paksi," Ghiwa menyarankan.

Laira menatap Jagra dan Watsa. Watsa memberikan isyarat bahwa Ghiwa sangat bersikukuh untuk menemui Dhaya. Entah apa pertimbangannya. Dalam pertempuran antar panglima yang menewaskan Kundh hal Vasuki, jelas-jelas panglima Haga hal Paksi membela Kundh. Tentu raja Ame hal Paksi mengetahui hal tersebut dan memberikan restu bagi Haga untuk membela Kundh dan melawan siapapun yang berseberangan dengan Vasuki.

Apakah menemui Ratu Dhaya akan memberikan pengaruh?

"Laira," Ghiwa berbisik. "Aku mengenal Dhaya. Ia ratu yang baik hati. Sosok agung dan mulia yang selalu berusaha mendengar pihak lain. Kurasa, raja Ame pun terjebak pada situasi di mana mau tak mau ia harus membela Kundh."

Laira terdiam.

"Laira," bisik Ghiwa lagi. "Kalau kita, wangsa Pasyu, bersedia menempuh jarak jauh dan mencoba meyakinkan wangsa Akasha; tidakkah menurutmu kita juga harus melakukan hal yang sama dengan wangsa Pasyu sendiri?"

Laira mengangguk.

"Aku telah mendantangi Madhavi, dan di sana tak sengaja bertemu Gayi. Ia sepertinya juga menggalang dukungan," Laira berkata segan.

"Aku tak berpikir Nagen sama dengan Gayi," Ghiwa merumuskan.

Laira menaikkan alis.

"Maksudmu, bisa jadi Gayi dan Nagen berbeda pendapat?" Laira tampak tak percaya.

"Entah. Mungkin demikian," Ghiwa menggeleng ragu,"segala sesuatu harus dicoba, bukan?"

Laira tampak merenung.

Dalam kubah perlindungan, Ghiwa tak lama tertidur tenang.

Wajah eloknya pucat pasi, terlihat lemah dan kehilangan kekuatan. Laira menoleh ke arah Calya yang tampak kehilangan banyak tenaga namun terlihat bangga.

"Kerja bagus, Putri Calya," puji Laira, tersenyum lembut. "Apa kau bisa membuat satu lapis kubah lagi? Ratu Ghiwa harus segera kembali ke kerajaan Mina. Panglima Watsa, antarkan ratu kembali. Ia harus segera beristirahat. Aku mengkhawatirkan keselamatannya."

"Banyak yang masih belum dibicarakan, Ratu Laira," Watsa menolak. "Kami sudah bertaruh banyak menempuh perjalanan ke sini. Kami bertahan agar dapat segera menemui Ratu dan Raja Aswa untuk segera dapat mengambil keputusan."

"Aku tahu. Kami butuh dukungan Mina seutuhnya," Laira menenangkan. "Tapi bila Ratu Ghiwa jauh sakit, keadaan tak akan bertambah baik. Akan kuutus pangeran kami dan panglima muda kami ke Mina untuk pembahasan lebih lanjut. Seperti kata Ratu Ghiwa, kemungkinan aku harus segera menemui Ratu Dhaya halla Paksi."

Laira, membantu Calya yang masih belum sempurna membangun gelembung kubah perlindungan bagi Ghiwa. Sedikit sentuhan jemari Laira pada putrinya, dengan memusatkan pikiran dan memadukan kekuatan, sebuah lingkaran yang jauh lebih besar dan memiliki lapisan kuat terbentuk. Prajurit-prajurit Aswa menarik gelembung itu keluar gerbang kerajaan, memanggulnya dengan sayap-sayap dan membawa cepat gelembung kubah diikuti Watsa.

Panglima Mina menunggangi salah satu prajurit Aswa yang bersayap kokoh. Menembus awan, angkasa dan udara untuk segera tiba di kerajaan demi memberikan laporan kepada raja Rohid hal Mina.

❄️💫❄️