Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Invocation

Loose_Strife
--
chs / week
--
NOT RATINGS
10.6k
Views
Synopsis
“Menurutmu, apakah kita ini sama seperti manusia biasa?” * Untuk mengatasi penurunan SDM akibat wabah mandul, SEES berusaha menciptakan manusia buatan yang bisa berpikir serta memiliki perasaan seperti manusia. Sampai sembilan belas tahun kemudian, Profesor Lant berhasil menciptakan AI yang sempurna bernama Ivy. Dengan keberhasilan Ivy, Profesor Lant berusaha mengembangkan AI yang sempurna dengan menciptakan Augfheim—sebuah dunia buatan tempat tumbuhnya para AI. Ivy pun ditugaskan untuk membantu para mereka, lalu bertemu dengan Ash dan Ciel di Kota Junon. Namun, teman lama Profesor Lant sekaligus pemimpin organisasi militer ISAC, berusaha menghancurkan IVY dan mengembangkan AI pembunuh. Lavent menyekap Profesor Lant, lalu meretas dunia Augfheim dan menahan IVY. Karena rasa persahabatan, Ash dan Ciel pun berencana menyelamatkan IVY. Akan tetapi, selama perjalanan mereka, rahasia besar dunia mereka mulai terungkap.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1

Suara dering bel bergema dari kejauhan ketika Ciel dan Rune menyarungkan pedang masing-masing. Dengan napas terengah, Ciel tersenyum lalu membungkuk hormat pada senior yang satu tingkat di atasnya.

"Perkembanganmu cukup pesat. Rasanya aku bisa melepasmu dengan damai untuk mengikuti turnamen pedang."

Ciel tersenyum canggung. "Itu pujian yang berlebihan."

Mata hijau daun Rune menatap mata biru Ciel. "Dua tahun lalu ketika kau ditetapkan sebagai muridku, aku selalu berpikir, suatu saat nanti kau pasti akan melampauiku. Dan sekarang, aku tahu hal itu akan menjadi nyata."

Ciel melebarkan matanya. Di dunia ini, ada berbagai macam sword skill dan sihir yang dikembangkan secara turun-menurun atau diwariskan pada orang lain. Akan tetapi, Ciel tidak berasal dari keluarga kesatria. Dia hanyalah anak dari dua petani biasa di Kota Junon. Hal tersebut yang menyebabkan Ciel tidak memiliki sword skill dan sihir warisan sehingga akhirnya dia mempelajari semua itu secara acak.

Sementara murid di akademi ini kebanyakan terlahir di keluarga bangsawan elite yang memulai latihan sejak usia lima atau enam tahun. Oleh karena itu, Ciel dan saudara kembarnya, Ash, harus mengalahkan orang-orang itu dan menjadi top rank agar bisa mengikuti turnamen pedang tahun ini. Dengan begitu, dia dan Ash bisa mendapatkan hak untuk menjadi Holy Knight. Demi bertemu lagi dengan pencipta dunia ini dan satu-satunya sosok yang melanggar Kanon.

"Menjadi murid Anda adalah sebuah kehormatan bagi saya."

Mendengar Ciel berkata dalam bahasa formal, Rune menunjukkan senyum yang mengejek dirinya sendiri. "Kau masih saja bersikap kaku padaku. Sebenarnya aku sudah melanggar peraturan karena menunjukmu sebagai murid. Biasanya, para bangsawan yang hidup sebagai kesatria harus memilih bangsawan lain yang tingkatannya lebih rendah. Lalu, ketika kau menjadi muridku, banyak anak bangsawan lain yang protes."

"Kalau boleh tahu, kenapa Anda memilih saya waktu itu?"

Rune mengeluarkan tawa yang sedikit aneh dan tidak cocok dengan kesan tegasnya. "Karena aku yakin seseorang yang tidak terikat dengan tradisi turun-temurun bisa berkembang lebih bebas daripada kami. Tapi, aku sedikit kecewa karena kau masih menganggapku sebagai guru dibandingkan teman dekat. Yah, kita memang belum sedekat itu sampai bisa memanggil nama, tapi yang lebih penting, aku berharap kau dan kembaranmu bisa mendapat surat rekomendasi untuk mengikuti turnamen."

"Ah. Saya akan berusaha keras agar bisa mendapatkannya tahun ini."

"Kalau begitu, sudah cukup untuk hari ini." Rune mengulurkan tinjunya yang terkepal. Kali ini bukanlah salam formal antara senior dan junior, melainkan sebagai sesama calon kesatria. Ciel menyambutnya dengan senyuman lebar dan seruan penuh semangat.

Ketika Ciel membereskan peralatan latihan mereka, Ash memasuki area latihan. Meski kembar, penampilan fisik Ash benar-benar berbeda dengan Ciel. Ash memiliki rambut biru muda yang hampir mendekati putih seperti ibunya, sementara Ciel memiliki rambut biru tua seperti ayahnya. Satu-satunya yang membuktikan bahwa mereka kembar hanyalah mata biru yang diturunkan dari sang ibu. Selain itu, Ash juga jauh lebih pemalu dibandingkan Ciel. Dia hanya membungkuk tanpa berani menatap Rune ketika berpapasan, lalu menghampiri Ciel dengan langkah tergesa-gesa.

"Maaf membuatmu menunggu. Latihan hari ini benar-benar panjang." Ciel tersenyum lebar pada Ash yang hendak menggerutu.

"Yah, aku juga baru saja datang. Karena ini adalah latihan terakhir libur panjang, Tuan Ceane memberiku latihan sedikit lebih keras."

Ciel mengernyit, lalu memperhatikan saudara kembarnya dengan bingung. "Sungguh di luar dugaan."

"Benar, kan? Padahal biasanya Tuan Ceane tepat waktu, tapi sekarang dia mengayunkan pedang dan menunjukkan sihir-sihir rumit padaku."

"Kupikir, semua itu karena turnamen sihir akan diadakan sebentar lagi. Tuan Rune juga baru saja membicarakan hal ini."

Wajah Ash menjadi mendung. "Ah, turnamen sihir …."

"Kalau mendapat rekomendasi dari guru, kita bisa mengikutinya kan?"

Ash tertawa getir. "Entahlah. Aku rasa akan sulit ikut turnamen sihir sebelum kita menjadi murid tingkat akhir."

Dalam peraturan dasar akademi, memang tidak ada larangan bagi murid akademi untuk ikut serta dalam turnamen. Akan tetapi, dalam peraturan kasta, para peserta yang berasal dari keluarga bangsawan akan didahulukan. Di Augfheim, ada enam kasta bangsawan. Orang-orang biasa seperti mereka yang berasal dari desa kecil tergolong dalam kasta terendah, sehingga sulit bagi mereka untuk berdiri sejajar dengan murid akademi dari keluarga bangsawan.

Setelah itu, Ash kembali teringat pada impian mereka sewaktu kecil. Mereka berjalan menelusuri koridor sambil tersenyum lebar. Bangunan bersusun berwarna putih dengan ornamen-ornamen biru yang begitu luas menyambut mereka. Akademi sihir satu-satunya di Augfheim yang melahirkan para Holy Knight dari generasi pertama hingga saat ini.

"Tidak terasa kita sudah dua tahun berada di tempat ini."

"Dan kita sudah belajar banyak hal. Sedikit lagi, kita bisa mencapai tempat itu, kan?"

Ciel melihat ke arah yang ditunjuk Ash. Sebuah menara putih dengan guratan-guratan emas yang sangat megah jika dilihat dari bawah, yang menjadi menara tertinggi sekaligus pusat dari Dunia Manusia. Di sekitar menara, terdapat empat dinding pelindung dengan atap berselimutkan awan. Di sanalah Tuhan mereka berada. Celestial Cathderal. Untuk masuk ke menara itu, mereka harus menjalani seleksi ketat. Satu-satunya posisi yang memungkinkan mereka untuk bertemu Absolute hanyalah Holy Knight.

"Benar. Sedikit lagi …." Gumaman Ciel masih bisa ditangkap oleh Ash yang memiliki pendengaran di atas rata-rata. "Sebentar lagi, jika berhasil memenangkan turnamen sihir, kita bisa menjadi kandidat Holy Knight lalu bertemu Ivy."

"Tapi, kurasa kita tidak akan mengikutinya tahun ini." Ash tertawa getir, kembali melangkah meninggalkan Ciel yang masih terpaku.

"Aku yakin pasti ada cara untuk mendapatkan surat rekomendasi turnamen!" Ciel berseru sambil menyusul langkah Ash. "Aku tidak bisa berlama-lama lagi. Bagaimana kalau kita terlambat menjemput Ivy?"

Raut wajah Ash kembali mendung. Semua manusia tunduk dalam kepatuhan mutlak pada Kanon Celestial Cathderal yang diciptakan oleh Absolute. Berkat keberadaan Celestial Cathderal dan Absolute, dunia ini pun menjadi harmonis, tanpa ada pencurian, pembunuhan, peperangan, atau kejahatan berat lainnya.

Namun, Ash dan Ciel tidak mengerti pada satu hal. Kenapa gadis kecil yang melepaskan batas authority untuk melindungi sebuah desa dari serangan monster malah dianggap penjahat? Bayangan saat Iris dibawa oleh Holy Knight dan tidak pernah kembali masih terasa jelas dalam benak mereka. Tanpa kepastian apakah Ivy masih hidup atau tidak, Ivy telah menjadi tujuan Ash dan Ciel selama hampir lima tahun.

Pikiran Ash terpotong ketika menyadari tatapan para murid yang berkumpul di koridor. Mereka berbisik begitu melihat Ash dan Ciel. Yah, hal ini sudah bukan pemandangan baru. Hanya saja, bukan hanya Ash dan Ciel, melainkan juga murid-murid yang berasal dari rakyat biasa. Mereka akan mengundang tatapan sinis dari murid-murid bangsawan.

Entah disebut untung atau rugi, peraturan kasta tidak terdampak pada fasilitas yang didapatkan di akademi. Posisi asrama dan kafeteria para murid hanya dibedakan berdasarkan tingkatan pendidikan dan prestasi mereka.

"Dulu, tatapan mereka itu sangat mengerikan." Ciel mengatakannya dengan senyum sinis. "Tapi sekarang, mereka tampak seperti kerumunan lalat yang langsung kabur ketika dipukul."

Ash hanya tertawa getir. Tak lama, mereka tiba di depan pintu kafeteria yang terlihat cukup mewah. Ash menarik napas, mempersiapkan diri saat Ciel membuka pintu dengan santai. Begitu pintu terbuka, tatapan puluhan murid langsung tertuju pada mereka. Situasinya mirip ketika mereka melintasi koridor tadi, tetapi yang ini jauh lebih menyebalkan.

Kafeteria ini terdiri dari tiga lantai. Lantai satu dipakai oleh murid baru, lantai dua dipakai oleh para senior tingkat kedua, dan lantai tiga dipakai oleh senior tingkat akhir tanpa memandang jenis kelamin. Kebanyakan dari murid laki-laki tampak bergerombol memenuhi satu meja panjang sama seperti perempuan. Hanya saja, di antara kerumunan murid laki-laki itu, selalu ada murid bangsawan yang mendominasi.

Bagi Ash dan Ciel yang berasal dari keluarga biasa, pemandangan itu cukup menijijikkan. Bagaimana bisa orang-orang itu membawa kehidupan kasta mereka ke tempat netral seperti akademi? Sialnya, jika para bangsawan itu memukul atau mengatakan sesuatu yang kasar pada rakyat biasa, peraturan kastalah yang berlaku, bukan peraturan akademi. Jadi, murid baru yang berasal dari rakyat biasa dan belum memiliki prestasi akan rentan didiskriminasi.

Dengan berusaha sebisa mungkin menghindari tatapan menghina dari para murid bangsawan, Ash dan Ciel buru-buru melewati mereka, mengambil nampan makanan yang telah disiapkan, lalu pergi ke meja kosong di pojokan.

"Duh, makanan ini benar-benar memuakkan."

Ash menahan Ciel yang hendak menoleh ketika tidak sengaja mendengar perkataan tersebut dari sisi lain kafeteria. Tanpa menoleh pun, Ash sudah tahu seseorang yang baru saja mengeluh itu. Dia adalah Eron, salah satu bangsawan tingkat tinggi yang menguasai hampir setengah dari populasi murid baru laki-laki di akademi.