Suara letusan senjata itu terdengar memekakkan telinga di tengah malam yang dingin dan sepi ini.
Apple merasa kalau dirinya hampir saja menghilang dari kesadarannya dan menanti rasa sakit atas tembakan yang dia terima, tapi setelah beberapa saat, rasa sakit itu tidak kunjung datang dan yang terjadi adalah; Apple mendengar suara pria yang tengah mengerang kesakitan dan suara tubuhnya yang jatuh berdebum ke lantai.
Dengan hati- hati, Apple membuka matanya dan mendapati pria yang tadi menodongkan pistolnya padanya justru telah jatuh ke tanah, berbaring tidak bergerak dengan darah yang bersimbah di sekeliling tubuhnya.
Sementara tidak jauh dari dirinya, dari balik tubuh pria tersebut, Apple dapat melihat Jayden berdiri, pistol di tangannya masih mengeluarkan asap putih tipis, sebagai bukti bahwa suara tembakan yang Apple dengar sebelumnya adalah berasal dari senjata pria itu.
Barulah ketika menyadari dirinya baik- baik saja dan masih hidup, Apple dapat bernafas dengan lega dan menjatuhkan tubuhnya, terduduk di lantai kapal yang dingin, sementara Jayden berjalan menghampirinya.
Ada yang berbeda dari cara pria itu menghampiri Apple, terutama bagaimana ekspresi wajahnya.
Jayden terlihat syok, bahkan bisa dibilang sedikit ketakutan, tangannya gemetar dan nafasnya pendek- pendek, seolah dia baru saja terbangun dari mimpi buruk yang melelahkan.
Satu pikiran konyol melintas di benak Apple yang berpikir kalau Jayden ketakutan karena telah membunuh pria tadi.
Dia ingin tertawa di tengah situasi tegang ini. Mana mungkin pria seperti Jayden ketakutan karena telah membunuh orang lain yang merupakan musuhnya? Dia telah membunuh lebih banyak daripada ini kalau Apple mengingat cerita- cerita yang ayahnya katakan padanya.
Pasti ada sesuatu hal yang mengganggu Jayden sehingga dia bereaksi seperti ini, hanya saja, Apple tidak tahu apakah itu dan tidak memiliki kesempatan untuk bertanya, karena pria itu sudah membentaknya dengan kasar.
"JANGAN PERNAH MELAKUKAN HAL CEROBOH SEPERT ITU LAGI, KAU MENGERIT?!" Jayden berteriak dengan sangat marah pada Apple dan membuatnya tercengang. Dia mengambil satu Langkah mundur karena terkejut dengan teriakannya yang keras tersebut. "Kau tidak akan kemana- mana sampai aku mengatakan sebaliknya dan tidak akan bertindak sembrono seperti tadi!"
Jayden kelihatannya sangat marah atas apa yang baru saja terjadi.
Kata 'terimakasih' yang baru saja akan Apple ucapkan pada Jayden karena telah menyelamatkan nyawanya, kembali tertelan karena rasa terkejutnya atas bentakan yang Jayden berikan padanya.
Kenapa dia marah- marah? Padahal dirinya sendiri yang tidak bisa mengatasi traumanya dengan baik dan terlihat ketakutan ketika melihat kapal- kapal ini.
"Kau bisa mati! Dan apa yang harus kukatakan pada Pyro ketika anak perempuan satu- satunya mati karena ulah konyolnya sendiri?!" Jayden kembali berteriak, sementara beberapa pria datang dari arah belakangnya, menghentikan langkah mereka, karena melihat Jayden sedang marah besar pada Apple. "Kau akan melakukan pergerakan ketika aku mengatakannya dan kalau aku tidak menyuruhmu untuk melakukan sesuatu, jangan pernah melakukan hal tersebut!"
Terdapat keheningan sesaat setelah Jayden mengeluarkan seluruh kemarahannya dan Apple hanya terduduk di lantai, mendongakkan kepalanya dan menatap langsung ke mata Jayden.
Dia terlihat tidak ketakutan sama sekali, tapi juga tidak seperti yang Jayden bayangkan, karena dia berimajinasi kalau Apple akan balas membentaknya dan memarahinya balik.
Hanya saja, dia tidak melakukannya karena dia tahu lebih baik untuk tidak melakukan hal tersebut pada pria pemarah ini dan membiarkan beberapa menit berlalu tanpa ada satupun dari mereka yang berbicara.
Barulah setelah dia yakin kalau Jayden tidak akan marah- marah lagi, dia bicara dengan suara yang polos.
"Apa kau sudah selesai marah- marahnya?" tanyanya. "Kalau kau sudah selesai, bantu aku berdiri." Apple mengulurkan tangannya, meminta agar Jayden menarik dirinya agar bangun dari posisi yang tidak nyaman ini.
Jayden merasa bingung karena Apple tidak bereaksi seperti yang dia bayangkan, tapi dia tidak menunggu waktu lama untuk menarik gadis itu agar bisa berdiri di kakinya sendiri.
"Kau terluka?" tanya Jayden, kali ini suaranya terdengar lebih pelan, sementara matanya melihat ke sekujur tubuh gadis itu dengna cepat dan singkat.
"Tidak," jawab Apple cepat.
Jayden juga melihat kalau gadis ini tidak terluka sama sekali. Setidaknya dia tidak akan mendapatkan another problem with Pyro untuk mengembalikan putrinya dalam kondisi penuh luka.
"Baguslah," Jayden berkata dengan cemberut. Dia kemudian melemparkan kunci mobil pada Apple, yang mana gadis itu tangkap dengan cukup mudah. "Giliranmu untuk menyetir, aku sekarang mengatuk, lagipula, kamu telah sudah tidur tadi sepanjang jalan."
Apple memberengut ketika dia menerima kunci mobil tersebut dan menatap punggung Jayden yang bergerak menjauh, sementara beberapa orang pria telah datang ke arah dirinya untuk membantu teman- teman mereka dan mengamankan pria yang ditembak oleh Jayden.
Bahkan dari belakang seperti ini, Apple dapat melihat kalau Jayden sama sekali tidak sedang baik- baik saja, jalannya sedikit terhuyung dan his shoulder slumped.
Dengan tanpa menunggu waktu lama atau menunggu sampai Jayden memarahinya lagi, Apple segera berlari mengejarnya.
=====================
Apple beberapa kali menoleh ke arah Jayden yang tengah mengistirahatkan kepalanya ke jendela mobil sambil menutup matanya, sepertinya dia sudah tidur.
Wajahnya terlihat sedikit pucat dan bulir- bulir keringat mulai bermunculan di keningnya.
"Kau yakin tidak mau pulang ke rumahmu?" tanyanya Apple. "Kau bisa menemui ayahku besok dan bicara dengannya."
Jayden bersikeras untuk menemui Pyro malam ini dan menolak untuk pulang ke rumah, karena dia tahu kalau di kediaman Tordoff dia akan sendirian, karena tidak ada lagi orang yang tinggal di sana kecuali dirinya.
Kedua orang tuanya memilih untuk tinggal di pulau favorit mereka sejak enam bulan lalu dan tidak dapat dipastikan kapan mereka akan kembali.
Jayden pun tidak ingin pulang ke apartementnya karena dia tidak ingin sendirian.
"Tidak," jawab Jayden singkat, tanpa membuka matanya.
"Kau ingin kuantarkan ke rumah sakit?" tanya Apple lagi, karena dia tahu trauma seperti apa yang Jayden telah alami sebelumnya.
"Tidak," jawab Jayden lagi dengan suara yang lebih tegas.
"Atau…"
Tapi, sebelum Apple menyelesaikan kalimatnya, Jayden telah memotongnya. "Diamlah dan menyetir saja."
Mendengar itu, Apple mengerang dengan kesal, tapi kemudian dia terdiam.
Perjalanan malam ini terasa panjang, terutama ketika Apple harus mengendarai kendaraan ini sendirian tanpa ada teman mengobrol.
Apple tidak tahu apakah Jayden benar- benar tidur atau tidak, tapi yang pasti ketika mereka akhirnya sampai ke rumahnya, dia sama sekali tidak terbangun.
"Jayden, kita telah sampai," panggil Apple. Dia mengulurkan tangannya dan hendak mengguncang tubuhnya, tapi Jayden tiba- tiba membuka matanya dan mencekik dirinya.