Jayden dapat melihat luka memar di leher Apple dan itu membuatnya merasa tidak nyaman. Dia tidak pernah menyakiti wanita selama ini, karena selama hidupnya dirinya selalu dilimpahi kasih sayang oleh ibu dan kakak perempuannya, maka dari itu untuk melihat Apple memiliki luka yang berasal darinya, membuat Jayden merasa bersalah.
"Aku minta maaf," ucap Jayden dengan nada penuh penyesalan. "Aku tidak bermaksud begitu."
"Anggap saja kita seri, kau harus mengompres matamu juga, karena itu sudah mulai terlihat memar," Apple membalasnya dengan nada acuh tak acuh, tapi Jayden tidak bisa tidak melihat tersenyum ketika dirinya menyentuh sisi wajahnya yang terluka.
"Kau memukulku dengan sepenuh hati," ucap Jayden, lalu melangkah pergi sambil membawa remote AC di tangannya.
Dia harus segera tidur, karena beberapa jam lagi ada meeting- meeting penting yang harus dia hadiri, belum lagi dengan ditambah dengan dirinya harus berbicara terlebih dahulu dengan Pyro nanti pagi, yang berarti mengurangi jatah tidurnya lagi.
"Oh, ya, bangunkan aku kalau Pyro sudah bangun, ada hal yang ingin kubicarakan padanya."
"Pasang saja alarm di ponselmu."
"Aku sulit terbangun walaupun sudah memasang alarm." Terutama setelah malam yang panjang dan dia kurang tidur dan semua ini karena Apple menyembunyikan remote AC di kamarnya.
Ugh! Gadis ini benar- benar menyebalkan.
Sementara itu, melihat Jayden dengan tanpa rasa bersalah memasuki kamarnya lagi, Apple yang melihat itu hanya bisa mengerucutkan bibirnya dan memutar tubuhnya untuk melihat pantulan dirinya di cermin dan benar seperti apa yang Jayden katakan tadi kalau lehernya mulai terlihat memar.
Apple menghela nafas dalam- dalam, dia tidak dapat membayangkan sedalam apa trauma yang dialami oleh Jayden hingga dia sampai kehilangan akalnya seperti itu dan tidak menyadari sekelilingnya.
Lalu dengan malas, Apple mengambil kompres dan mulai mengompres memar di lehernya. Ayahnya akan membuat keributan yang tidak perlu kalau sampai dia melihat bekas memar ini.
Tapi, tidak mungkin juga bagi Apple untuk menutupinya hingga berhari- hari. Memar seperti ini paling tidak membutuhkan waktu tiga hari hingga memudar.
Ugh! pria itu benar- benar menyebalkan.
=================
Setelah semalam, Apple tidak bisa tidur lagi dan ketika matahari sudah mulai bersinar, dia memutuskan untuk membuat sarapan bagi mereka bertiga karena biasanya ayahnya akan bangun tidak lama lagi.
Apple melihat ke dalam kulkas dan mendapati kalau bahan makanan mereka sudah menipis dan dia harus keluar untuk berbelanja bulanan.
Oleh karena itu, Apple membuatkan sarapan dari bahan makanan yang tersedia dan salah satu masakan yang dirinya sangat mahir buat adalah telur orak arik dan kentang goreng.
Tidak butuh waktu lama bagi Apple untuk membuat sarapan tersebut dan ketika dia sudah selesai, dirinya dapat mendengar suara pintu kamar ayahnya yang terbuka dan Pyro berjalan terhuyung- huyung ke arah dapur karena mencium bau sarapan. Matanya yang masih mengantuk hanya separuh terbuka dan dia menguap dengan lebar.
"Cuci wajahmu dan sikat gigimu dulu sebelum makan," ucap Apple sambil menepis tangan ayahnya yang hendak mengambil fried potatoes di atas piring.
Pyro mendengus sebal, tapi kemudian dia menyadari ada sesuatu yang janggal. "Kenapa ada tiga piring untuk sarapan di sini?" Mereka hanya tinggal berdua, jadi untuk siapa piring ke tiga tersebut?
Apple mengangkat kepalanya dari atas wajan dan memberitahukan kalau Jayden menginap semalam.
"Dia ada di sini?" tanya Pyro dengan wajah terkejut, seketika itu juga rasa kantuknya hilang dan dia mengerutkan keningnya pada anak perempuan satu- satunya tersebut.
"Ya, dia menginap di sini."
"Dimana dia tidur?"
"Di kamarku," jawab Apple secara langsung.
"APA?!"
Apple lalu menjatuhkan sendok yang tengah dia pegang karena terkejut mendengar suara ayahnya yang tengah berteriak dengan cukup keras.
"Apa? Kenapa?" bahkan sampai di sini, Apple masih belum menyadari apa yang salah dengan jawabannya tadi.
Tapi, ayahnya segera memberondongnya dengan pertanyaan lain lagi.
"Lalu kalian tidur bersama di satu kamar?!" Pyro merasa kalau luka- luka yang dia derita akibat kebodohan dan impulsiveness dari Jayden sama sekali tidak berarti apapun ketika dia berpikir kalau sesuatu telah terjadi pada mereka berdua.
Jayden bukanlah pria yang jahat, tapi sebagai orang yang telah mengikutinya sejak lama, tentu saja Pyro mengetahui sepak terjang pria itu dengan para wanita yang berada di sekelilingnya.
Dan mengetahui hal tersebut, bagaimana mungkin Pyro bisa membiarkan putrinya berada dalam cengkeraman pria seperti itu?!
"Apa?" Apple mengerutkan keningnya ketika melihat reaksi berlebihan ayahnya, tapi begitu menyadari apa yang ayahnya tersebut maksudkan, dia segera membelalakkan matanya. "Tidak, tidak, tunggu sebentar, kau salah paham." Dia mengibaskan tangannya dengan cepat dan panik untuk menghentikan ayahnya salah paham lebih jauh lagi.
"Jelaskan padaku, apa kesalahpahamannya?" Pyro memasang wajah galak pada putrinya dan melipat tangannya di depan dada. Dia lalu melirik ke pintu kamar Apple yang masih tertutup.
"Aku tidak tidur di dalam kamarku!" seru Apple dengan cepat. "Pria brengsek itu menempati kamarku dan aku justru disuruh tidur di sofa depan!"
Apple lalu menunjukkan bekas selimut yang memang belum dia bereskan, yang masih berada di sofa di ruang tengah.
Pyro dengan cepat mengikuti arah yang ditunjukkan putrinya dan mendapati 'trace' putrinya yang memang telah tidur di sofa semalam.
Dan seketika itu juga tawanya pecah. "Jadi kau dipaksa tidur di ruang tengah sementara dia menguasai kamarmu?"
Apple memberengut. "Memangnya ada yang lucu."
"Dia itu sangat manja. Dia tidak akan mau tidur di sofa, dia hanya mau tidur di ranjang, bahkan dia tidak mau tidur di mobil," ucap Pyro.
Tapi, Apple meragukan kalimat terakhir ayahnya, karena Jayden tertidur di mobil semalam ketika dia mengendarai mobil pulang.
"Baiklah, karena kau sudah bangun, sekalian bangunkan dia. Dia bilang, dia ingin bicara padamu dan memintaku untuk membangunkannya kalau kau sudah bangun," Apple berkata sambil bersungut- sungut dan masih mendengar tawa ayahnya ketika pria itu berjalan menuju kamarnya untuk membangunkan businessman yang menyebalkan ini.