Apple tidak tahu apa yang dibicarakan antara ayahnya dan Jayden dan tidak ingin tahu menahu juga mengenai hal tersebut, tapi mereka berbicara cukup lama dan dirinya sudah kelaparan.
Maka dari itu, setelah lama menunggu, Apple memutuskan untuk makan lebih dulu tanpa menunggu mereka berdua, sambil menonton televisi di ruang tengah setelah membereskan selimut- selimut dan bantal yang dia gunakan untuk tidur di sofa ini.
Dirinya merasa miris karena harus terusir dari kamarnya sendiri dan harus berakhir dengan tidur di sofa ruang keluarganya.
Tapi, ketika Apple hampir selesai dengan sarapannya, akhirnya kedua pria itu keluar dari kamarnya dan dari ekspresi yang mereka berdua tunjukkan dapat terlihat kalau keduanya baru saja membicarakan suatu masalah yang cukup serius.
Hanya saja yang membuat Apple protes adalah kalimat ayahnya selanjutnya.
"Kenapa kau belum bersiap- siap?" tanya Pyro, sambil menatap putrinya.
"Bersiap- siap?" Apple tidak mengerti mengapa pagi ini banyak segala ketidaksepahaman antara dirinya dan ayahnya. "Kemana aku harus bersiap- siap?" tanyanya dengan bingung.
"Kau akan bekerja menggantikan ayah, bukan?" Pyro mengingatkan Apple. "Pyro akan berangkat lebih pagi dan kau akan ikut dengannya."
"Kenapa aku harus ikut dengannya, dia tidak memerlukan aku untuk posisi tersebut," Apple protes, dia tidak ingin bekerja dengan pria menyebalkan tersebut, melihatnya beberapa jam saja sudah sangat melelahkan apalagi kalau dia harus melihatnya sepanjang hari.
"Pyro telah menceritakan pada ayah apa yang terjadi pada kalian semalam dan bagaimana kau mendapatkan luka di lehermu itu." Pyro mengangguk ke arah leher Apple. "Kau melakukan pekerjaan yang baik, dan walaupun Jayden sedikit terluka, itu jauh lebih baik daripada dirinya kehilangan nyawa."
Apple yang mendengar pernyataan tersebut hanya bisa melongo dengan bingung. Memangnya cerita seperti apa yang ayahnya dengar dari Jayden.
Apple merasa kalau pria itu mengarang sebuah cerita yang sama sekali berbeda dari kenyataannya.
"Tunggu dulu, memangnya cerita seperti apa yang ayah dengar?" Apple berusaha untuk mencecar ayahnya untuk memberitahukan padanya cerita karangan seperti apa yang Jayden sampaikan.
Pria ini bukan hanya menyebalkan dan manipulative, tapi juga pembohong ulung.
Tapi, daripada menanggapi putrinya, Jayden melambaikan tangannya, untuk mengalihkan pembicaraan mereka dan lebih memilih untuk masuk ke dalam dapur lalu memakan sarapannya.
Sementara itu, Jayden berjalan ke arah Apple dan duduk di sampingnya, mempertontonkan senyuman yang penuh dengan kelicikan pada Wanita di sampingnya.
"Apa yang kau katakan pada ayahku?" geram Apple dengan kesal, dia menyingkirkan piring sarapannya dari hadapannya dan menatap galak pada Jayden.
Jayden mengangkat bahunya dan menatapnya dengan sorot mata tidak bersalah. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya mengenai pengejaran dua pria semalam," jawabnya dengan santai.
"Lalu bagaimana dengan ini." Apple lalu menunjuk ke memar di lehernya. "Dan itu." Dia menunjuk ke arah sisi wajah Jayden yang kini telah terlihat membiru karena tidak diobati.
"Aku membuat sedikit improvisasi," jawab Jayden dengan ringan, dia lalu menyeringai melihat betapa frustasinya Apple dalam menghadapinya, menurutnya, ekspresi wajah yang Apple tunjukkan sangatlah lucu.
Tapi, sebelum Apple dapat membalas kata- katanya ataupun mengatakan sesuatu, ayahnya telah datang dari arah dapur sambil membawa piring yang berisi omelet, yang merupakan sarapan bagi Jayden.
"Ini sarapanmu, makanlah dulu, walaupun masakan ini tidak seenak buatan ibumu," ucap Pyro, yang lalu mengambil posisi duduk di seberang ke duanya.
Jayden mengambil piring dari tangan Pyro lalu menatap Apple. "Ini kau yang membuat?" tanyanya.
"Iya, kenapa?" tanyanya dengan offensive.
"Kau tidak memasukkan hal- hal yang aneh- aneh di dalamnya, kan?"
Apple merasa kalau dirinya ingin membuat memar lainnya di sisi wajah Jayden yang terlihat masih sehat, sementara ayahnya tertawa karena menganggap itu adalah lelucon yang lucu, di sisi lain, Jayden justru serius dengan kata- katanya.
Karena dia tahu apa yang bisa dilakukan gadis ini. Kalau dia bisa terpikir untuk menyembunyikan remote AC darinya dan membuat Jayden tersiksa semalaman, bukannya tidak mungkin gadis ini memasukkan hal yang aneh- aneh di dalam sarapannya.
"Kalau kau tidak mau memakannya, kau bisa meletakkannya saja di atas meja," ucap Apple dengan ketus.
"Tidak ada racun?" tanya Jayden dan dia menyaksikan bagaimana Apple berusaha membunuhnya dengan tatapan matanya yang tajam. "I will take that as you didn't put poison in this poor omelet."
"Kalau kau begitu khawatir, kau tidak perlu memakannya."
Jayden memasukkan satu suap omelet ke dalam mulutnya. "Aku butuh tenaga untuk menghadapi hari ini, terutama ketika kau akan berada di sekitarku dan menghabiskan banyak energy- ku."
Apple tidak ingin memberikannya kesenangan untuk meledeknya lebih jauh lagi, maka dari itu dia diam saja dan membiarkan ayahnya yang terus berbicara dengan Jayden.
Kebanyakan, Pyro akan membicarakan mengenai masa kecil Apple dan juga betapa aneh dan lucunya dia ketika ayahnya berbohong padanya.
"Kau yang bilang kalau aku tidak boleh memiliki kekasih sampai aku setidaknya berusia delapan belas tahun." Apple terlihat kesal ketika mengatakan hal tersebut.
"Kenapa?" Jayden bertanya sambil mengunyah omeletnya, dia terlihat seperti seseorang yang tidak makan selama berhari- hari. Pria ini benar- benar memiliki nafsu makan yang besar.
"Karena dia bilang pacarku akan mati," jawab Apple dengan ketus, dan dia merasa bodoh ketika dirinya yang berusia dua belas tahun saat itu percaya akan hal tersebut, sampai seorang temannya memiliki boyfriend di usia lima belas tahun dan her boyfriend was still alive.
"Dan kau mempercayai hal itu?" Jayden membelalakkan matanya tidak percaya akan betapa bodohnya Apple untuk mempercayai kebohongan semacam itu.
Tapi, sebelum Apple dapat membalas kata- kata Jayden, ayahnya sudah menjawab hal tersebut lebih dulu di antara gelak tawanya yang tidak tertahankan karena mengingat memori saat itu.
"Oh, sayangku, dia akan mati, percayalah padaku. Pria itu akan mati kalau dia sampai berani mengencani putriku yang masih belum cukup usia," ucap Pyro.
Dan kata- kata tersebut justru mengingatkan Jayden akan betapa protektifnya ayahya pada Alina ketika seorang pria berani datang ke rumah dan mengajaknya untuk berkencan.