Chereads / My Fierce and Lovely Bodyguard / Chapter 14 - AKU BISA TIDUR DI KAMARMU

Chapter 14 - AKU BISA TIDUR DI KAMARMU

Jayden merasa sangat tidak nyaman setelah berada di atas kapal tadi. Suara ombak dan bagaimana kapal tersebut bergerak- gerak terombang- ambing, sungguh memabukkan bagi Jayden dan dia sama sekali tidak menyukai sensasi tersebut.

Hal itu membuatnya kembali mengingat hal- hal yang tidak ingin dia ingat sama sekali. Memori yang dengan susah payah dia kubur dalam- dalam, yang menurut psikolognya merupakan his chopping mechanism to heal and survive from the trauma yang dirinya alami.

Kepalanya terasa pusing selama dalam perjalanan pulang ke rumah Apple dan ini membuat Jayden merasa tidak nyaman.

Tapi, ketika akhirnya dirinya berhasil untuk tertidur, bayangan serta mimpi buruk lah yang menunggunya, dia merasa sesak.

Jayden merasa kalau dirinya kembali ke sosok dirinya yang berusia lima belas tahun ketika kejadian buruk itu dia alami. Seorang remaja yang kesulitan untuk mempertahankan dirinya sendiri dan juga melindungi dirinya, sehingga dia membiarkan hal buruk itu terjadi tepat di depan matanya tanpa bisa melakukan apapun.

Nafasnya memburu dan bulir- bulir keringat mulai bermunculan di atas dahinya, tapi Jayden tidak terbangun, karena dirinya telah terjerat di dalam mimpi buruk tersebut.

Jayden memang tidak melihatnya, tapi dia merasakan dan dapat mendengar suara seorang wanita yang memanggilnya. Suara yang asing, tapi dia yakin dirinya pernah mendengar suara itu entah dimana.

Wanita itu terus memanggil namanya, meminta perhatian darinya, tapi he was too occupied dengan mimpi buruk yang harus dihadapi, maka dari itu Jayden tidak bisa memberikan respon yang dia inginkan.

Dan tepat pada saat itulah Jayden dapat merasakannya, wanita itu bergerak mendekat dan tangannya terulur hendak menyentuhnya.

Secara naluriah, Jayden membuka matanya dan dengan cepat dia menangkis tangan wanita tersebut, sementara tangannya yang lain terulur ke lehernya, hendak mencekik wanita yang telah berani mendekatinya itu.

"Jayden!" Apple berteriak dengan terkejut ketika mendapat mata Jayden yang dipenuhi dengan kebencian. Pria ini seolah hendak membunuhnya tanpa berpikir dua kali, matanya terlihat tidak fokus dan terselubungi oleh sesuatu yang Apple tidak bisa jelaskan. "Lepaskan!"

Untuk sesaat, Jayden tidak melepaskan cengkeramnnya pada leher gadis itu, sementara Apple berusaha untuk mencakar tangannya dan menjauhkan tangannya dari lehernya, hanya saja, tenaganya tentu tidaklah sebanding dengan pria dihadapannya.

Maka dari itu, langkah terakhir yang bisa Apple lakukan adalah mengepalkan tinjunya dan mengahantamkannya ke sisi wajah Jayden hingga pria itu mengerang kesakitan dan melepaskannya.

"Kau gila!?" seru Apple dengan marah, dia memegang lehernya dan terbatuk- batuk, mencoba untuk menarik udara sebanyak- banyaknya ke jantungnya, karena dia merasa hampir saja mati kehabisan udara. "Kau ingin membunuhku!?" serunya lagi dengan kesal.

Dan tanpa menunggu waktu lama, karena Apple pun takut kalau Jayden masih berusaha untuk membunuhnya dan merasa kalau dirinya tengah berada di dalam mimpi, Apple segera keluar dari dalam mobil, setidaknya dengan berada di luar, dia dapat memberikan perlawanan yang jauh lebih maksimal bila Jayden mencoba untuk membunuhnya lagi.

Sementara itu, di dalam mobil, Jayden menggelengkan kepalanya keras- keras, seolah dia ingin menghapus ingatan buruk yang telah menghantui kepalanya tersebut.

Barulah setelah beberapa saat dia tersadar akan apa yang baru saja dia lakukan terhadap Apple, atau apa yang mungkin terjadi kalau saja gadis itu tidak menghajarnya tepat waktu.

Dengan cepat, Jayden keluar dari dalam mobil dan mengampiri Apple, tapi gadis itu justru mengambil jarak darinya, dan dia mengerti mengapa dia melakukan hal tersebut.

Therefore, Jayden terdiam di tempatnya, memberikan jarak yang dibutuhkan oleh Apple untuk merasa aman dari dirinya. "Apakah kau baik- baik saja?" tanya Jayden dengan wajah berkerut.

"Terlepas dari hampir saja mati di tangan pria bodoh yang hampir membunuhku karena aku membangunkannya dan dia masih mengigau, aku baik- baik saja, hidupku sangatlah sempurna," Apple berkata dengan melebih- lebihkan, rasa kesal di dalam nada suaranya dapat terdengar dengan sangat jelas.

Kalau di saat yang berbeda, Jayden pasti akan tertawa mendengar komentar pedas Apple, tapi tidak kali ini. Dia sedang tidak ingin tetawa sama sekali karen adia tahu apa yang Apple katakan itu benar. Dia hampir membunuhnya.

"Thanks karena kau sudah memukulku tepat waktu," jawab Jayden. "Tapi aku bisa meyakinkanmu sekarang kalau aku sudah aman dan jinak." Dia mencoba untuk membuat suasana menjadi sedikit ringan dengan mengangkat kedua tangannya, menandakan kalau dia menyerah.

Beruntungnya, Apple melihat usaha Jayden tersebut dan tidak memperpanjang masalah ini. "Any time," jawabnya dengan ketus. "Lain kali kau melakukan itu lagi, aku akan menghajarmu hingga kau tidak tahu apakah kau sedang bermimpi atau tidak."

"Ya, lakukanlah," jawab Jayden dengan suara pelan, dia lalu berjalan ke arah pintu rumah Apple dan masuk mengikuti di belakangnya.

"Kurasa ayahku sudah tidur," gumam Apple, dia lalu berjalan dan memeriksa kamar Pyro dan mendapati ayahnya memang telah tertidur, lalu kembali pada Jayden untuk memberitahukan hal ini. "Ayahku sudah tidur, kau tidak bisa berbicara padanya sekarang."

Jayden mengangguk- angguk. "Aku akan berbicara padanya besok pagi kalau begitu," jawab Jayden dengan suara pelan. Dia lalu berjalan ke dapur dan mengambil gelas untuk minum.

Rumah Pyro tidaklah terlalu besar dan bukan rumah tingkat dan hanya diisi dengan dua kamar tidur, dan kalau Pyro telah menempati satu kamar, kamar lainnya merupakan kamar Apple, jadi dimana Jayden akan tidur.

"Kau akan pulang, kan? Kau akan kembali besok pagi untuk berbicara dengan ayahku." Apple mengikutinya ke dapur dan menuangkan air mineral untuk dirinya sendiri.

"Kenapa aku harus pulang? Aku bisa menginap di sini," ucap Jayden dengan suara acuh tak acuh dan ini membuat Apple mengerutkan keningnya.

"Siapa yang mengizinkanmu untuk menginap?"

"Pyro akan mengizinkanku untuk menginap kalau kau membangunkannya sekarang."

"Lalu dimana kau akan tidur? Kami tidak memiliki kamar kosong yang tidak terpakai."

"Aku bisa tidur di kamarmu," jawab Jayden dengan ringan.

Apple melipat tangannya di depan dada, menatap Jayden dengan sorot mata tidak percaya bahwa pria ini akan begitu tidak tahu malunya menyarankan hal tersebut.