Chapter 15 - LEBAM

"Aku bisa tidur di kamarmu," jawab Jayden dengan ringan.

"Kalau kau pikir kau akan tidur di kamarku, lalu dimana aku akan tidur?" Apple membelalakkan matanya dengan tidak percaya. Pria ini tidak serius menyarankan hal tersebut bukan.

"Kau bisa tidur di sofa ruang tamu," balas Jayden, dia mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh sambil menuangkan air mineral kembali ke gelasnya yang kosong. Dia seperti seseorang yang baru saja kembali dari tersesat di sebuah gurun pasir.

"Apa yang membuatmu berpikir kalau aku akan setuju untuk tidur di sofa dan menyerahkan kamarku untukmu?" Apple melipat tangannya di depan dada, menatap Jayden dengan sorot mata tidak percaya bahwa pria ini akan begitu tidak tahu malunya menyarankan hal tersebut.

"Aku adalah tamu di sini, bukankah seorang tamu seharusnya dilayani dengan baik?" Jayden kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah kulkas, dimana di sana terdapat banyak sekali tempelan- tempelan foto yang pinned with magnet.

Foto- foto itu adalah foto- foto Apple samasa kecilnya dan hanya Apple. Gadis itu memiliki rambut pendek sebahu yang ikal, persis seperti model rambutnya sekarang, sepertinya dia tidak terlalu suka bereksperimen dengan style rambut.

Di sisi lain, Apple yang menyadari kalau perhatian Jayden tertuju pada foto- foto masa kecilnya, segera mendorong pria itu menjauh dan berdiri di depan kulkas, menghalangi pandangan pria tersebut.

"Sangat gentleman sekali kau menyuruh seorang wanita untuk tidur di ruang tamu sementaran kau tidur di kamar."

Jayden tertawa ketika dia mendengar pernyataan tersebut. "Aku tidak pernah bilang kalau aku gentleman, beautiful," jawabnya. "Bahkan aku tidak akan keberatan kalau kau memanggilku brengsek, karena memang itulah aku."

"Kau tidak akan tidur di kamarku," tegas Apple, she was fuming because he annoyed her so much tonight.

Berawal dari dibentaknya dirinya di atas kapal, lalu dia hampir mencekiknya sampai mati dan sekarang dia hendak menjajah kamarnya?

Pria tidak tahu diri dan tidak tahu malu macam apa ini?

==================

Tapi, terlepas dari keras kepalanya Apple untuk mempertahankan kamarnya, dia akhirnya harus mengakui kekalahannya dan mundur dari kamar itu ketika Jayden dengan seenaknya tidur di atas ranjangnya tanpa mengenakan kaos dan membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka begitu saja.

"Kalau kau mau tidur, tidur saja, tidak perlu takut, aku terlalu lelah untuk melakukan sesuatu padamu." Lalu dia menambahkan. "Lagipula kau bukan tipeku, jadi kau akan baik- baik saja."

Tentu saja Apple tidak akan terbujuk dan tidur satu ranjang dengan pria topless seperti Jayden, tapi dia pergi dari kamar itu setelah mematikan AC- nya dan menyembunyikan remotenya sehingga dia tidak akan merasa nyaman di kamar yang panas tersebut.

Apple ingin melihat, sampai sejauh mana sang pewaris Tordoff itu akan bertahan di dalam kamar tanpa AC.

Dan benar saja, setelah beberapa saat, Jayden keluar dari kamarnya dan menggerutu dengan pelan, mencoba untuk mencari remote AC tersebut, tapi tidak dapat ditemukan dimanapun, karena Apple yang memegangnya.

Apple juga merasakan kalau Jayden sempat menghampirinya dan berdiri memandanginya, tapi karena dia tengah berpura- pura telah tertidur, Jayden tidak bisa berbuat apa- apa, karena dia tidak ingin membangunkan Apple.

Ini merupakan nilai plus, tapi tetap saja gadis itu menolak untuk membuat sang pewaris Tordoff yang menyebalkan tersebut merasa lebih baik setelah mengambil kamarnya.

Dan setelah beberapa saat, Apple justru benar- benar tertidur dan tidak tahu apa yang dilakukan oleh Jayden untuk mengatasi rasa gerahnya.

Tapi, di tengah malam, hanya dua jam sebelum matahari terbit, Apple terbangun dan merasa haus. Dia lalu dengan malas beranjak ke dapur untuk menuangkan air mineral untuk dirinya.

Tapi, ketika dia berbalik dan hendak meminumnya, betapa terkejutnya Apple ketika dia mendapati Jayden sedang berdiri di sana, duduk di atas island dengan tubuh telanjang dan keringat yang mengilat tertimpa cahaya lampu dapur yang remang- remang.

"Apa yang kau lakukan di situ?!" desis Apple tertahan. Ini memang bukan pertama kalinya Apple melihat tubuh pria telanjang, tapi dia tidak pernah melihat tubuh pria seperti milik Jayden. Dia terlihat seperti seseorang yang menghabiskan waktunya di gym sepanjang hari, walaupun itu sangatlah tidak mungkin karena dia memiliki pekerjaan yang membutuhkan perhatiannya.

"Dimana remote AC itu?" tanya Jayden dengan nada yang geram. "Aku sama sekali tidak bisa tidur," gerutunya.

Apple menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa. Dia ingin mengatakan kalau itu adalah hukuman untuk dirinya karena telah merebut kamarnya, tapi melihat wajah Jayden yang memberengut dan tampak lucu itu, membuat Apple justru menjawabnya dengan santai.

"Keluar dari kamarku maka aku akan memberikanmu remote AC itu," jawab Apple.

Jayden mengerutkan keningnya. Apa gunanya dia mendapatkan remote AC itu kalau dia tidak bisa menikmatinya sementara AC tersebut ada di kamar Apple.

"Kau tahu, aku ada meeting nanti siang dan aku sama sekali belum tidur," gerutu Jayden, dia lalu mengacak- acak rambutnya dengan kesal. "Ini sama sekali tidak lucu."

"Menurutku ini lucu. Aku menyukainya," jawab Apple dengan santai, tapi kemudian dia meraih ke saku piyamanya dan memberikan remote AC tersebut pada Jayden. "Ini. Sebagai tanda terimakasihku karena telah menolongku dan menembak pria itu tepat waktu." Dan juga karena telah memberanikan diri untuk naik ke atas kapal, walaupun Apple tahu kalau itu adalah sebuah hal yang berat untuk Jayden lakukan, walaupun dia mencoba untuk menyembunyikannya..

Tapi, tentu saja kalimat terakhir itu tidak Apple ucapkan dengan gamblang.

Jayden segera mengambil remote AC tersebut dan menggerutu sesuatu yang tidak jelas, lalu turun dari island dan hendak berjalan kembali ke kamar Apple.

Tapi, dia berhenti dan berbalik. Dia melihat Apple dengan sangat intense dan berkata dengan pelan. "Kau harus mengompres lehermu, sepertinya memarnya mulai terlihat," ucapnya.

Apple yang tidak terbiasa dengan kata- kata Jayden yang terdengar tulus, lalu menyentuh lehernya dengan sedikit awkward.

"Aku minta maaf," ucapnya dengan nada penuh penyesalan. "Aku tidak bermaksud begitu."

Apple berdehem dan menjawab. "Anggap saja kita seri, kau harus mengompres matamu juga, karena itu sudah mulai terlihat memar."