Chapter 3 - APPLE

Jarum jam berjalan sangat lambat sekali dan ini membuat Jayden merasa sangat frustrasi, bagaimana mungkin bisa waktu berlalu begitu pelan?

Dokter telah mengatakan kalau Pyro akan baik- baik saja, tapi karena tubuhnya yang sudah tidak lagi muda, dia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa pulih seperti sediakala, dan kalaupun dirinya telah pulih, dia tidak akan langsung dapat bekerja.

Atau mungkin tidak dapat bekerja sama sekali untuk menjadi bodyguard Jayden.

Sementara Jayden sendiri tidak mempermasalahkan hal tersebut, dia tidak peduli Pyro bisa segera sembuh atau tidak, tapi yang pasti dia ingin agar pria yang sudah dia kenal seumur hidupnya ini kembali membaik.

Di dalam ruangan rumah sakit tersebut, hanya dapat terdengar suara bunyi mesin yang menandakan detak jantung Pyro yang masih berfungsi dengan baik, serta suara nafas pria paruh baya tersebut yang terdengar berat.

Sementara Jayden duduk di pinggir kasur Pyro, menggenggam tangannya yang kasar dan hampir saja jatuh tertidur ketika seseorang tiba- tiba membuka pintu kamar dengan kasar.

Seketika itu juga Jayden segera meraih pistol yang terdapat di meja, di samping ranjang Pyro dan dengan sigap mengarahkan senjata itu ke arah pintu.

Pada awalnya, Jayden mengira dirinya akan melihat segerombolan pria yang akan datang menyerang dirinya, walaupun itu hampir tidak mungkin terjadi di rumah sakit ini, tapi yang dia lihat justru jauh lebih mencengangkan.

Di sana, dari arah pintu, seorang wanita muda dengan rambut ikal sebahu dan tatapan yang galak serta langkah yang tegas, tengah berjalan menuju Jayden, atau Pyro… Jayden tidak sempat memikirkan hal tersebut ketika dia mendengar suara rutukan dari arah luar dan empat orang pria masuk dengan panik.

Empat orang pria itu adalah orang- orang yang bertugas untuk mengamankan kamar ini, tapi dari ekspresi mereka, sepertinya gadis muda misterius ini baru saja memberikan beberapa pelajaran pada mereka.

"Turunkan pistolmu itu," gerutu wanita muda tersebut, melemparkan tatapan galak pada Jayden, dia berhenti hanya beberapa senti dari ujung pistol yang terarah padanya.

Bila Jayden memutuskan untuk menarik pelatuknya, maka dapat dipastikan kalau wanita tersebut tidak akan dapat melihat hari besok.

"Tentu saja tidak semudah itu cantik," jawab Jayden dengan suara yang tenang, tapi genggamannya terlihat lebih kuat. "Hanya karena kau cantik, kau tidak bisa menghajar orang- orang begitu saja."

Ke empat pria yang kini tengah berada di dalam ruangan kamar terlihat sedikit malu dengan fakta bahwa mereka semua dikalahkan oleh seorang wanita.

Harga diri mereka sebagai seorang pria dan juga bodyguard terlatih benar- benar terasa seperti diinjak- injak.

"Setidaknya katakan siapa kau?" ucap Jayden.

"Aku adalah anak dari pria yang tengah sekarat karena kebodohanmu itu," ucap gadis muda itu dengan sinis, tatapannya seolah dapat membunuh Jayden karena kegeramannya.

"Oh." Jayden teringat apa yang Pyro katakan sebelumnya, dia lalu menurunkan pistolnya. "Kau adalah anak luar nikah Pyro."

Entah apa yang ada di dalam pikiran Pyro sehingga mengatakan hal tersebut, karena memang itulah percakapan terakhir antara dirinya dan Pyro, tapi dia tidak bermaksud buruk dengan kata- katanya.

Kata- kata tersebut hanya terucap begitu saja…

Di sisi lain, segera setelah mendengar apa yang Jayden katakan, gadis itu dengan sangat cepat dan tangkas, merebut pistol yang baru saja diturunkan oleh Jayden dan mengarahkannya padanya.

Menempatkan ujung pistol tersebut di dahi Jayden dengan mengancam.

Tindakannya yang tiba- tiba ini membuat ke empat pria di belakangnya segera mengambil senjata mereka dan mengarahkannya pada wanita gila tersebut.

"Wow! Easy, easy…" ucap Jayden sambil mengangkat ke dua tangannya, kini keadaan telah berbalik dan wanita itulah yang memegang kendali. "Kenapa hari ini banyak sekali orang yang mau membunuhku?" gumamnya dengan cukup kesal.

"Kau baru menyadarinya kalau ada banyak orang yang ingin membunuhmu? Seharusnya kau tidak terkejut," ucap wanita itu dengan nada yang sinis.

"Tentu tidak, akan ada sebuah pesta besar- besaran yang diselenggarakan kalau sampai musuhku berhasil membunuhku." Jayden menurunkan tangannya dan mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh. "Tapi, setidaknya mengantrilah."

Dalam posisi sedekat ini, Jayden dapat melihat persamaan antara gadis itu dan Pyro, dia memiliki wajah pria itu, tapi tentu saja dalam artian yang baik, dia terlihat manis dan cantik, tapi berbahaya dan juga galak di saat yang bersamaan.

Kombinasi yang menarik…

Dari caranya memegang senjata dengan tanpa ragu dan bagaimana dia begitu nyaman dengan pistol di dalam genggamannya, sudah bisa dipastikan kalau gadis ini mempelajari semua trik yang Pyro miliki.

"Minggir," ucapnya dengan tidak sabar. "Dan suruh orang- orang bodohmu itu untuk menurunkan pistol mereka."

"Hei, orang- orang bodoh, turunkan pistol kalian," ucap Jayden pada ke empat pria di belakang gadis itu. "Aku tidak ingin berkata kasar, tapi gadis ini menodongkan pistolnya ke kepalaku," Jayden menjelaskan kalau dia hanya mengatakan apa yang gadis itu minta.

Ke empat pria itu lalu menurunkan senjata mereka dan Jayden memberikan isyarat agar mereka pergi dari sana.

Dengan ragu, mereka keluar dari dalam ruangan dan menutup pintunya kembali, menyadari kalau gadis itu adalah anak perempuan dari Pyro.

"Bodoh sekali."

Tiba- tiba ada suara dari arah sofa, yang terletak sedikit agak jauh dari ranjang dimana Pyro tengah berbaring dan tidak ada satupun dari mereka yang menyadari kalau Misha berada di sana.

"Sejak kapan kau berada di sana?" tanya Jayden, sementara gadis itu hendak menodongkan pistol itu pada Misha.

"Kau tidak perlu bersikap seperti itu padaku, Apple," ucap Misha, dia lalu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah pintu. "Aku akan keluar sekarang."

"Kalian saling mengenal?" Jayden terlihat bingung.

"Tentu saja, dia adalah anak perempuan satu- satunya Pyro," he replied in a matter of fact tone.

"Lalu kenapa aku baru saja mengetahuinya?" gumam Jayden, tidak mempercayai fakta ini, karena dia pikir dirinya dan Pyro cukup dekat.

"Kau juga keluar." Gadis bernama Apple itu lalu memberikan pistol itu ke tangan Jayden kembali dan langsung duduk di tempat duduk yang tadi diduduki oleh Jayden.

Misha lalu menggamit lengan Jayden dan menariknya keluar dari dalam ruangan tersebut.

Untuk sesaat, Jayden yang masih merasa terkejut karena Misha bisa mengenal putri dari Pyro, tidak berkata apa- apa ketika sepupunya tersebut menariknya keluar, tapi ketika dia sudah berada di luar ruangan dan berjalan dikoridor mengikuti Misha lah, dirinya baru tersadar.

"Kenapa aku harus keluar? Bukankah aku yang membayar rumah sakit ini? Lalu kenapa jadi aku yang terusir?" he said pettily.