Ada sekitar lima belas orang yang datang bersama dengan Jayden malam ini ke bar tersebut, maka dari itu ketika Apple tiba- tiba datang dan mengatakan kalau dirinya butuh bantuan, serta langsung duduk di hadapan Jayden, mereka semua langsung bergerak dan pergerakan mereka cukup signifikan, memancing perhatian yang tidak perlu dari orang- orang di sekitar mereka.
Beruntungnya ke dua orang yang tengah berbicara serius itu tidak menyadari hal ini dan masih membahas hal yang Jayden tidak ketahui sama sekali.
Jayden menggeleng dengan sangat pelan, memberitahu mereka kalau situasinya terkendali, sementara Apple di hadapannya menenggak sebuah minuman langsung dari botolnya.
Dia terlihat mengerutkan dahinya dan ketika telah menyingkirkan botol itu, dia menatap Jayden.
"Berpura- pura lah kau mengenalku," ucap Apple dengan nada memerintah.
Gadis ini… apakah dia sudah mabuk hingga berani memerintah Jayden sepert itu?
Jayden lalu tertawa mendengar itu. "Kita saling mengenal, ingat? Aku bahkan sudah ke rumahmu dan bertemu dengan ayahmu." Kata- kata Jayden seolah mengindikasikan hal lain. "Jadi, kenapa aku harus berpura- pura?"
Apple memberengut dia lalu mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh. "Bicaralah padaku, berpura- pura seolah kau mengobrol denganku."
Kali ini Jayden tertawa. "Kalau kau ingin mengobrol denganku, katakan saja, tidak usah berpura- pura." Nada suaranya terdengar sangat menggoda, tapi tentu saja hal tersebut tidak berpengaruh pada gadis di hadapannya ini.
Apple mendesis dan merutuk pelan, tapi Jayden tidak dapat mendengar kata- kata kotor apa yang dia ucapkan karena ruangan ini terlalu berisik.
"Jadi, ada apa? Kau terlibat masalah di sini? Tidak bisa membayar minumanmu? Atau kau ditinggal oleh teman kencanmu?" ledek Jayden pada gadis di hadapannya tersebut.
Mendengar apa yang Jayden katakan, Apple menendang kakinya di bawah meja dan bukan sebuah tendangan peringatan, melainkan tendangan yang penuh dengan kekesalan, sehingga terasa sangat menyakitkan.
"Kau tidak perlu tahu," gerutu Apple.
"Kau sebenarnya berniat minta tolong atau tidak? Bagaimana bisa kau menyakiti orang yang kau hendak mintai tolong?" Jayden menatap Apple dengan tidak percaya.
"Aku tahu apa yang kau lakukan di sini, jadi aku akan membantumu, sementara kau membantuku," ucap Apple.
Jayden mengangkat alisnya. Dia cukup terkejut mendengar pernyataan yang sangat terus terang tersebut. "Apa yang kau ketahui?" selidiknya.
"Kau sedang mengikuti pria yang berada di arah jam dua, bukan," ucap Apple dengan santai, dia melirik ke arah dua orang pria yang masih berdiri di mejanya.
"Wow, kau hebat, darimana kau tahu hal itu?" tanya Jayden, tapi kemudian dia mendapatkan jawabannya. "Pyro. Apakah Pyro yang menyuruhmu ke sini?"
"Ayah memang menyuruhku ke sini, tapi aku datang karena ada urusan lain," jawab Apple dengan cepat, matanya tertuju ke satu titik, sebuah meja yang terisi empat orang, di sisi kiri bar ini, dan ketika Jayden hendak melihatnya, Apple mengulurkan tangannya dengan cepat dan menggenggamnya. "Jangan dilihat."
Jayden tidak mengindahkan hal tersebut dan berpura- pura melakukan tengah mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, tapi tentu saja dia melihat ke empat pria yang tengah menatap Apple sekarang.
"Apa yang kau inginkan," tanya Jayden.
"Jangan biarkan aku sendirian dan antar aku pulang," jawab Apple.
Jayden mengangkat alisnya. Gadis segalak dia masih merasa takut dan meminta untuk diantar pulang?
Tapi, sebelum Jayden atau Apple melanjutkan pembicaraan mereka, Hellen telah kembali dengan sebotol minuman dan sepiring cemilan, mata gadis itu terlihat galak ketika melihat Apple tengah menggenggam tangan Jayden.
"B*tch! Hands off!" dia mendesisi dengan sangat tajam, sehingga Jayden berpikir kalau beberapa menit lalu dia mencium ular dan bukan wanita.
Karena terkejut, Apple segera menarik tangannya, tapi Jayden segera meraih tangannya kembali dan kini dia lah yang menggenggam tangan Apple.
"Apa- apaan kau Richard?" ucap Hellen pada Jayden, dia mengenal pria ini sebagai Richard dan tidak benar- benar mengetahui identitas aslinya, karena baru malam ini mereka bertemu.
"Honey, bisa tidak tinggalkan kami sebentar?" ucap Jayden dengan suara yang lembut, tapi tidak melepaskan genggamannya pada tangan Apple. "Kau bisa membawa kartu tersebut dan membeli apapun yang kau inginkan," dia menambahkan ketika melihat Hellen akan membuat masalah ini besar.
Mendengar hal tersebut, dengan dagu terangka dan langkah yang dihentakkan, menandakan dirinya kesal, dia berjalan pergi, menjauh dari Jayden dan Apple, sambil membawa minuman dan makanan yang dibelinya dan tentu saja kartu yang Jayden berikan.
"Richard?" Apple mencemooh nama yang Jayden gunakan. "Kau sama sekali tidak memiliki imaginasi," ucapnya.
"Kenapa? Richard itu nama yang bagus," balas Jayden.
"Ya, tapi tidak cocok dengan wajahmu," Apple tidak mau kalah, tapi sebelum dia mengatakan hal lain, Jayden telah menyuruhnya untuk berdiri.
"Kita harus pergi dari sini," ucap Jayden yang telah berdiri lebih dulu dan menarik Apple ke dalam pelukannya.
Dari sudut matanya, Apple dapat melihat kalau dua orang tadi telah bergerak menjauh sementara empat orang yang mengikuti Apple, juga ikut berdiri dari bangku mereka ketika melihat Apple beranjak pergi.
"Kau tidak perlu merangkulku, bukan?" celetuk Apple, melirik ke arah tangan Jayden yang tersampir di pundaknya.
"Kau lebih memilih kalau kita berpelukan saja?" tanya Jayden sambil mengangkat alisnya dengan sugestif. "Aku bisa menciummu untuk membuat sandiwara ini terlihat lebih natural."
"Jangan mengambil kesempatan," gerutu Apple.
"Tersenyumlah, aku tidak mungkin mengambil kesempatan denganmu ketika aku menyia- nyiakan gadis seperti Hellen tadi," Jayden mendesah, seolah dia sangat menyesal mendapatkan Apple sebagai ganti Hellen. "Dia benar- benar memiliki lekukan tubuh yang indah."
Apple tahu kalau Jayden only tried to get on her nerves, tapi tetap saja hal ini membuatnya kesal dan mencubit pinggang pria tersebut, hingga membuat Jayden menarik nafas dengan tajam dan menatap galak padanya.
"Tersenyumlah," ucap Apple menirukan kata- kata Jayden beberapa saat lalu. "Aku hanya ingin memberitahumu saja kalau kau harus segera menutup kartu itu, karena gadis itu pasti akan menghabiskan dana di dalamnya dalam hitungan detik."
Jayden menyeringai ketika mendengar itu. "Tenang saja, dia hanya akan mendapatkan uang yang sudah kusediakan untuknya saja."
Tapi bukan berarti uang tersebut memiliki nominal yang kecil.
"Terserah kau saja, brengsek, aku hanya berusaha menyelamatkan keunganmu," gerutu Apple.
Mendengar itu, Jayden tertawa. "Kau tidak perlu khawatir, aku masih mampu membelikanmu cincin berlian kalau kau masih menginginkannya."
"Fokus pada misi ini tampan, atau kita akan kehilangan dua orang yang telah kau buntuti."
Mendengar itu, Jayden kembali fokus pada misi awalnya, tapi sebelum itu dia menyempatkan diri untuk bergumam. "Akhirnya kau menyadari kalau aku tampan."