"Apa kau sudah gila melakukan hal sepert itu!?" Apple benar- benar tidak menyangka dengan apa yang baru saja dia saksikan Jayden lakukan tadi. Pria ini benar- benar gila.
Ya, Apple pernah mendengar betapa impulsifnya Jayden dari ayahnya, tapi setelah mengalaminya sendiri dan menyaksikannya dengan mata kepalanya, dia tahu kalau apa yang diceritakan oleh ayahnya benar- benar tidak dapat mendeskripsikan dengan baik betapa impulsifnya Jayden Tordoff.
"Kau bisa membunuhnya tadi!" Apple dapat merasakan kalau jantungnya masih berdegup dengan kencang.
Dia tidak dapat membayangkan masalah seperti apa sebenarnya yang harus dia hadapi kalau sampai Jayden benar- benar menarik pelatuk tersebut dan membunuh Kyle?
Pria ini tidak dapat diprediksi dan berbahaya, tapi di saat yang bersamaan dia terlihat seperti seorang pria yang harmless.
Bagaimana bisa setelah apa yang terjadi dirinya justru menunjukkan ekspresi tidak bersalah sama sekali?
"Aku memang berniat membunuhnya, tapi karena kau mengacaukannya, maka dia masih tetap hidup," jawab Jayden dengan ringan dan matanya mengarah ke tangan Apple yang kosong. "Jadi setelah menunggu lama, aku masih tidak mendapatkan makanan?"
Apple melupakan hal tersebut dan baru menyadari kalau kantong makanan yang dia bawa telah terjatuh tadi ketika Kyle memukul dirinya dengan cukup keras. Dia membuat mereka tidak dapat makan malam sekarang.
"Kau sangat tidak dapat dipercaya…" Jayden mendecakkan lidahnya dan berjalan masuk ke dalam rumah, tapi kemudian dia berhenti setengah jalan dan membalik badannya. "Kupikir kau cukup kuat untuk bekerja menggantikan ayahmu, tapi ternyata kau bahkan tidak bisa melindungi dirimu sendiri." Dia mengatakan kalimat tersebut sedemikian rupa hingga membuatnya terdengar seperti dirinya sedang meremehkan Apple.
Kata- kata itu tentu saja menohok hati Apple cukup dalam karena apa yang dia katakan adalah benar. Apple telah membiarkan Kyle memukulnya dan dia tidak pernah membalas. Kebodohan macam apa itu…
Tapi, Apple memiliki alasan sendiri untuk hal tersebut.
"Kau tidak tahu apa- apa, jadi jangan ikut campur," ucap Apple dengan sedikit kesal dan hendak berjalan masuk ke dalam rumah terlebih dahulu, mendahului Jayden.
Tapi, ketika dia berjalan melewati pria itu, tangannya ditahan olehnya dan dia memaksanya berhenti. Cengkeraman Jayden pada pergelangan tangannya sangatlah kuat dan Apple tidak bisa melepaskannya.
"Aku tidak tahu apa alasanmu membiarkan pria itu memukulmu, tapi apapun itu, jangan sampai aku melihatnya lagi." Ekspresi wajah Jayden menunjukkan betapa seriusnya dirinya dan walaupun dia tidak menaikkan nada suaranya, tapi dapat terdengar kalau dia bersungguh- sungguh dalam setiap kalimat yang dirinya lontarkan. "Karena kalau sampai aku melihatnya lagi, aku akan memastikan dia tidak akan dapat menggunakan tangan itu lagi untuk sekedar mengangkat sebuah sumpit."
Apple tertegun untuk beberapa saat ketika mendengar hal itu terutama ketika dia melihat sorot mata Jayden yang dalam. Dia seolah memiliki alasan sendiri mengapa sampai bersikap demikian, atau bisa dikatakan dia telah mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan di masa lalunya hingga membuat dirinya bersikap demikian.
Atau ini masih ada hubungannya dengan trauma masa lalunya? Apple tidak dapat mengetahui dengan pasti jawaban dari pertanyaan- pertanyaan di kepalanya.
Tapi, kemudian dia melontarkan satu kalimat yang tidak dia pikirkan lagi ketika mengatakannya. "Kenapa? Kau sekarang peduli padaku?" dia mengangkat alisnya dengan nada memprovokasi.
Dan Apple segera menyesali kata- kata bodoh tersebut segera setelah terucap, karena sebuah seringaian dapat terlihat di sudut bibir Jayden. Dia terlihat mengerikan kalau seperti ini dan Apple tidak ingin berada di dekatnya.
"Tentu saja tidak," ucap Kayden, lalu melepaskan cengkeramannya pada lengan Apple. "Aku hanya tidak suka saja melihat wanita dipukul, kalau saja kau pria, mungkin aku akan mengambil sebuah bangku serta semangkok popcorn dan menikmati pemandangan saat kau dipukuli oleh siapapun pria tadi." Jayden justru akan menikmati pertunjukkan tersebut.
Setelah mengatakan hal tersebut Jayden melangkah masuk ke dalam rumah lebih dahulu, setelah berpesan pada Apple untuk memeriksa wajahnya dan jangan sampai pyro melihat itu.
Apple mengangkat tangannya dan dapat merasakan rasa sakit yang menyengat di pipinya tersebut. Damn Kyle!
===================
"Kau bilang Apple akan datang sebagai pengganti Pyro?" Misha bertanya pada Jayden ketika mereka berdua hendak menghadiri sebuah meeting penting yang mengharuskan kehadiran Jayden karena Alina berada di luar kota untuk mengurus perusahaan baru mereka.
"Aku rasa dia tidak akan datang," jawab Jayden dengan santai, dia tidak terlalu memikirkan gadis itu lagi. Seharusnya Apple datang padanya untuk menggantikan posisi Pyro dua hari lalu, tapi ternyata gadis itu tidak datang sama sekali.
Jayden pun tidak ingin menanyakan hal tersebut pada Pyro karena dia merasa hal itu tidak perlu untuk dipertanyakan. Kalau memang Apple tidak ingin datang padanya, maka itu adalah keputusannya.
"Apa yang kau lakukan padanya?" Misha bertanya, dia menatap Jayden dengan tatapan menuduh.
"Aku tidak melakukan apa- apa," balas Jayden dengan galak, tapi kemudian dia teringat pada hal yang hampir saja dia lakukan dan langsung mengkoreksi kata- katanya. "Mungkin aku melakukan sesuatu yang membuatnya kesal…"
Misha memutar bola matanya dengan dramatis. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya ingin tahu.
"Aku hampir menembak kepala teman prianya," ucap Jayden dengan santai. "Sepertinya dia marah karena hal itu." Dia mengatakannya dengan sangat ringan, seolah itu bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
Misha membuka mulutnya dan menutupnya lagi, seolah dia telah kehilangan kata- kata terhadap pernyataan yang baru saja dia dengar dari Jayden.
"Kau benar- benar tidak dapat dipercaya," ucap Misha pada akhirnya, tapi Jayden tidak menanggapi hal tersebut, pikirannnya dipenuhi dengan hal- hal lain.
Malam ini dia mendapat info kalau salah satu dari anggota sebuah organisasi yang menculiknya dulu akan berkumpul di suatu bar dan dia akan mendatangi tempat tersebut.
"Tapi, kenapa kau begitu peduli padanya?" tanya Jayden, sebuah pertanyaan sambil lalu ketika menunggu lift mereka berhenti di lantai yang mereka tuju.
Misha melirik Jayden sekilas dan menjawabnya. "Tidakkah kau ingat?"
"Ingat apa?" tanya Jayden. Dia lalu melangkah keluar dari lift terlebih dahulu, melewati koridor dan memperlambat langkah kakinya.
"Kalian dulu pernah bertemu ketika kecil dan aku yang menjaga kalian berdua," ucap Misha. Dia mengingatkan Jayden mengenai pertemuan pertama mereka dulu. "Kau pasti tidak ingat dan kurasa Apple juga tidak mengingat kejadian itu." Dia seolah sedang berbicara sendiri ketika mencoba mengingat kejadian tersebut.
"Yang benar?" tanya Jayden dengan tidak percaya, dia mengerutkan keningnya dan menatap Misha. "Kapan?'
"Saat kau berusia dua belas tahun dan dia lima tahun," jawab Misha, setelah dia mencoba untuk mengingat hal tersebut.