Chapter 9 - Rumah kadal

Tidak lama, hanya beberapa detik saja, tubuh Alie terpental ke belakang, menghantam batang pohon. Reentari, Reelindara, dan Reewrintara langsung mendatangi Alie.

"Kau tidak apa-apa, Alie?" tanya Reentari setelah membantu Alie duduk. Yang ditanya menggelengkan kepala, bilang tidak apa-apa.

Reelindara hendak menyerang kadal di dekat mereka, namun Reentari melarang.

"Tahan. Sepertinya ada sesuatu."

Tiga kadal yang semula sudah tergelatak lemas mulai bangkit. Satu persatu dari mereka mendekat ke kadal yang masih segar bugar. Mereka semua memandang Alie. Bukan dengan tatapan penuh amarah seperti saat pertama mereka bertemu tadi. Tatapan mata kadal berjumbai raksasa itu masih sama menyeramkannya, akan tetapi sekarang ada kehangatan di sana.

Alie hendak bangkit. Reentari membantunya.

Meski tatapan para kadal itu terasa hangat, tidak membuat mereka berlima merasa aman. Mereka masih dalam posisi siap untuk menghadapi segala kemungkinan.

"Apa yang terjadi, Alie? Cahaya apa itu tadi?" tanya Reentari. Dia melihat dengan jelas bahwa saat tangan Alie menyentuh kepala kadal berjumbai raksasa yang masih segar bugar, cahaya yang sangat terang memancar dari telapak tangan Alie, menerangi hutan sekitar mereka. Cahaya itu sangat terang sekali membuat mereka tidak bisa melihat apa pun hingga cahaya itu padam, dan tubuh Alie terpental ke belakang, membentur batang pohon.

Reewrintara memejamkan matanya. Ingat, kekuatannya adalah bumi. Artinya berkomunikasi dengan hewan Reewrintara bisa.

"Me—"

"Mereka ingin kita mengikuti," ujar Alie memotong apa yang Reewrintara coba katakan.

Reewrintara kaget. "Ba-bagaimana kau bisa mengerti mereka?"

Alie menggeleng. "Aku tidak tahu, Reewrintara. Itu datang begitu saja."

Kadal-kadal itu berbalik. Mereka berjalan meninggalkan tempat pertarungan yang bisa dibilang cukup sengit. Semua menatap Reentari, menunggu jawaban apakah mereka akan mengikuti kadal-kadal itu atau terus melanjutkan perjalanan mereka.

Reentari menatap Alie. Yang ditatap mengangguk, meyakinkan bahwa kadal-kadal itu tidak berbahaya. Alie merasakan demikian. Ada sesuatu yang menyebabkan kadal-kadal itu sangat agresif. Dan untuk mengetahui penyebabnya, mereka harus memenuhi ajakan mereka.

Keputusan diambil. Mereka mengikuti kadal-kadal berjumbai raksasa. Tidak semua setuju begitu saja. Reewrintaru dan Reewrintara terpaksa setuju.

Pemadangan masih belum ada yang berubah. Masih pohon-pohon raksasa. Reelindara kembali melakukan tugasnya, mengeluarkan api dari telapak tangannya agar jarak pandang mereka bagus. Di luar sana hari semakin gelap. Matahari sudah mau tenggelam di kaki barat, otomatis cahaya akan berkurang, membuat penerangan di hutan menurun. Api Reelindara sangat membantu perjalan mereka di Hutan Pohon Raksasa ini.

Alie berjalan sendiri, tanpa dituntun oleh Reentari. Tubuhnya tidak bermasalah sama sekali. Sekejab, rasa sakit akibat terbentur batang pohon raksasa lenyap.

"Bagaimana kalian bisa bertarung, Reentari?" tanya Alie. Itu tiba-tiba saja muncul di benaknya.

"Sekolah. Sama sepertimu yang pergi ke sekolah untuk menimba ilmu dan segala macam lainnya. Kami juga seperti itu. Di sekolah, kami diajarkan cara menggunakan kekuatan yang kami miliki serta latihan bertarung. Bisa mengendalikan kekuatan saja tidak cukup, Alie. Contohnya Reewrintaru."

"Aku bisa mendengarnya," misuh Reewrintaru saat namanya disebut.

Alie dan Reentari terkekeh. "Kekuatan portal pemindahnya tidak bisa digunakan untuk mempermudah perjalan kita sekarang. Coba bayangkan kalau dia tidak bisa bertarung, sudah dilahap kadal raksasa itu sejak tadi."

Alie mengangguk paham. Ternyata mereka memang sudah dilatih sejak kecil cara-cara bertarung.

"Kami adalah pelindung planet, Alie," sambung Reentari. Alie semakin tertarik mendengarkan.

Di depan mereka ada akar pohon yang menghalangi jalan. Reewrintara mengangkat tangannya ke udara setinggi dada. Akar pohon itu masuk ke dalam tanah. Jalan mereka menjadi tidak terhalangi lagi.

"Musuh bisa datang kapan saja. Oleh sebab itu kami harus selalu waspada."

"Musuh?" beo Alie penasaran. "Planet ini punya musuh?"

"Akan aku ceritakan nanti."

Kadal-kadal berjumbai raksasa berhenti. Mereka balik badan. Karena bentuk mereka yang memang menyeramkan, membuat Reewrintaru, Reewrintara, Reelindara, dan Reerentare refleks memasang posisi bersiap.

Hei, setiap kadal memiliki tanda yang berbeda-beda. Alie mengetahuinya karena sekarang jarak mereka dekat dan cahaya api Reelindara membantu Alie melihatnya. Setiap kadal punya warna garis bola mata yang berbeda. Yang sekarang ini melangkahkan kakinya perlahan mendekati Alie, garis bola matanya berwarna hitam.

"Tahan." Reentari memberi imbauan saat melihat Reewrintara bersiap untuk menggunakan kekuatannya.

Tidak seperti saat pertama kali melihat kadal itu muncul, kini Alie merasa biasa saja. Rasa takut sudah hilang. Dia malah balas menatap kadal itu. Pandangan mereka bertemu.

Kadal dengan garis bola mata hitam menggerakkan kepalanya. Tidak butuh waktu lama, Alie langsung paham kalau kadal itu meminta mereka untuk naik ke punggungnya.

"Mereka meminta kita naik ke punggung mereka," kata Alie memberitahu.

Reewrintaru menggeleng. "Kau saja, aku tidak mau. Aku masih menyayangi nyawaku. Lagipula aku harus terus melanjutkan sayembara ini."

Reelindara bertanya. "Apakah kita harus?"

Reerentare menatap Reentari, menunggu jawaban.

"Alie benar. Kadal itu meminta kita untuk naik ke punggung mereka," timpal Reewrintara.

Di kepalanya sekarang masih ada tanda tanya. Bagaimana bisa Alie mengerti apa yang kadal-kadal berjumbai raksasa itu inginkan?

"Baiklah. Aku percaya pada kalian berdua." Yang Reentari maksud adalah Alie dan Reewrintara. Mereka berdua bisa berkomunikasi dengan para kadal.

Mereka berenam memilih kadal masing-masing. Alie memilih kadal dengan garis bola mata berwarna hitam, kadal yang tadi dia sentuh kepalanya. Kadal itu menurunkan tubuhnya agar Alie bisa naik dengan mudah. Yang lainnya menunggangi masing-masing satu kadal, sedang Reewrintaru dan Reewrintara, mereka berdua menunggangi satu kadal. Itu masuk akal karena mengingat kadal hanya ada lima ekor saja.

"Pegangan yang erat." Alie memberi imbauan.

Alie tahu kadal ini. Kalau di bumi, kadal berjumbai adalah kadal yang cukup cepat dalam berlari. Mereka menggunakan dua kaki belakang mereka untuk berlari kencang dan juga berenang. Dua kaki di bagian depan akan diangkat agar mempermudah pergerakan mereka.

Benar dugaan Alie. Kadal-kadal berjumbai raksasa itu berlari kencang membelah hutan. Reewrintaru dan kembarannya yang paling heboh. Mereka berdua nyaris terjungkang, jatuh dari punggung kadal karena tidak berpegangan kuat pada jumbai kadal. Reelindara dan Reerentare tampak sedikit waspada dengan kadal yang mereka tunggangi. Sedang ketua regu mereka, Reentari, tampak menikmati perjalan di atas kadal. Alie di antara keduanya. Menikmati dan juga menjaga agar jangan sampai jatuh.

Lima belas menit duduk di atas punggung kadal, kadal yang Alie tunggangi berhenti. Di hadapan mereka terlihat pohon-pohon raksasa yang tumbang. Di daerah ini cahaya matahari menembus hutan. Itu dikarenakan pohon-pohon yang tumbang memberi ruang bagi cahaya matahari untuk masuk, memberi cahaya pada hutan. Kadal-kadal itu melipat kaki mereka, merendahkan tubuh, membiarkan Alie dan teman-temannya turun.

"Kita diajak ke mana?" bisik Reelindara pada Alie.

"Sepertinya ini rumah mereka."