Alie menelan ludahnya. Melihat bagaimana rumput yang berwarna hijau berubah dalam hitungan detik menjadi layu membuat Alie merasa bahwa ketakutan di dalam tubuhnya semakin meningkat. Mereka dikepung sepuluh tanaman Venus Flytrap raksasa. Perbandingan besar tubuh Alie dan rekan-rekannya dengan tanaman Venus Flytrap layaknya manusia dewasa dan anak kucing.
Mereka berlima menempelkan punggung, saling membelakangi. Para kadal mendesis juga ikut memasang posisi bersiap. Mata mereka menatap awas sepuluh tanaman Venus Flytrap yang berdiri kokoh mengelilingi mereka. Tampaknya sepuluh tanaman itu sedang lapar-laparnya. Desisan mereka ibarat mata manusia yang menghijau saat melihat uang. Mereka tidak sabar ingin melahap Alie dan teman-temannya serta lima kadal berjumbai.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang, Reentari?" tanya Reelindara sambil berteriak. Desis kadal dan suara nyes tetesan lendir dari mulut tanaman Venus Flytrap cukup mendominasi telinga mereka.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan selain melawan," kata Reentari.
Satu detik setelah Reentari menyelesaikan kalimatnya, satu tanaman Venus Flytrap menyerang mereka. Reentari mengentakkan kaki ke tanah. Bum! Satu tinju tangan tanah telak menghantam kepala tanaman Venus Flytrap, membuatnya terjatuh ke tanah. Tidak terima, satu tanaman Venus Flytrap menyerang. Reewrintara berjongkok, menyentuh tanah. Akar pohon dengan cepat merambat. Satu gerakan tangan ke atas, akar tanaman melesat naik. Begitu menyentuh kepala tanaman Venus Flytrap, akar tanaman tersebut dengan cepat membelit kepalanya, membuat mulut tanaman Venus Flytrap tertutup. Reewrintara menggenggam tangannya. Pecah. Kepala tanaman Venus Flytrap hancur dan berserakan berkeping-keping.
Tersisa delapan tanaman Venus Flytrap. Yang tersisa mendesis tidak senang melihat dua dari mereka sudah berhasil dilumpuhkan.
"Mereka terlihat semakin marah, Reentari," ujar Reelindara.
Yang Reelindara katakan benar. Tanaman Venus Flytrap yang tersisa menyerang secara bersamaan. Reentari spontan mengentakkan kakinya. Tameng tanah terbentuk membuat mereka berenam dan para kadal terlindungi. Bam! Reruntuhaan tanah berjatuhan karena kuatnya denduman yang dihasilkan.
Bukan sekali. Tanaman Venus Flytrap terus berusaha menembus tameng tanah Reentari. Ketua regu mereka sedang meringis menahan hantaman tanaman Venus Flytrap. Reentari berkeringat. Alie bisa melihatnya dengan jelas. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa dalam hati semoga mereka semua tidak menjadi santapan tanaman Venus Flytrap.
"Baiklah, aku punya rencana. Ikuti aba-abaku!"
Yang lain mengangguk.
Reentari mengentakkan kakinya. Tanah bergetar beberapa saat dan … bum! Tepat di bagian tanaman Venus Flytrap berdiri kokoh, tanahnya ambles dua puluh meter ke dalam. Reentari mengentakkan tanah lagi, tameng tanah yang melindungi mereka masuk ke dalam tanah.
"Reewrintara, akar kering!"
Reewrintara mengangguk. Dia berjongkok, menyentuh tanah. Seketika tanah ambles dipenuhi akar-akar pohon kering. Reewrintara berdiri.
"Reelindara, api!"
Reelindara mengangguk. Dia mengangkat tangannya, melemparkan bola api ke akar tanaman kering. Dengan mudah dan cepat api membesar. Terdengar teriakan tanaman Venus Flytrap. Satu kepala tanaman Venus Flytrap muncul, berusaha keluar dari api. Reewrintara tidak membiarkan itu terjadi. Dia menggerakkan tangannya. Dari dalam tanah amblas yang sedang terbakar, muncul akar yang masih basah, menarik kepala tanaman Venus Flytrap masuk ke dalam api lagi.
Alie bersorak senang sekaligus mengembuskan napas lega. Tanpa sadar Alie terduduk. Lututnya kehilangan tenaga untuk menopang tubuh Alie.
Reewrintaru dan Reewrintara ber-tos. Reelindara dan Reerentare berpelukan.
"Kau tidak apa-apa, Alie?" Reentari membantu Alie berdiri.
Alie mengangguk, bilang tidak apa-apa.
Reentari memeriksa kadal-kadal. Kaki mereka terlihat terluka. Bekas jeratan akar tanaman Venus Flytrap membuat garis melingkar di kaki para kadal. Reentari memeriksa. Meski membekas, syukurlah itu tidak akan mempengaruhi perjalanan mereka. Reentari akan membiarkan para kadal beristirahat sejenak.
"Apakah hewan dan tanaman di sini ukurannya memang sebesar itu, Reentari?" tanya Alie. Napasnya sudah kembali teratur sebagaimana biasanya dan lutut Alie juga sudah bisa menopang tubuhnya.
"Tidak semua. Beberapa tanaman dan hewan di sini bermutasi menjadi seperti itu."
Alie ber-oh.
Entahlah, rasanya padang rumput ini sudah kehilangan sensasinya. Kalau tadi memanjakan mata, sekarang tidak lagi. Mereka ingin cepat pergi dari sana kalau saja tidak harus memberikan sedikit waktu bagi kadal untuk beristirahat.
Api mulai padam. Asap hitam terbawa tiupan angin.
Setengah jam kemudian, kadal Reentari berdiri, menghampiri penunggangnya. Reentari paham tampaknya para kadal sudah siap untuk melanjutkan perjalanan.
Mereka semua naik ke punggung kadal. Perjalanan dilanjutkan.
***
Setelah satu jam berjalan terus ke utara membelah padang rumput, mata mereka dibuat berbinar oleh pemandangan yang luar biasa. Lima puluh meter ke depan dari tempat Alie dan rekan-rekannya berada, puluhan ribu tanaman bunga matahari raksasa tumbuh dengan baik. Tingginya dua puluh meter. Bunga-bunganya bermekaran.
Mata Alie sampai mengeluarkan air mata. Itu adalah pemandangan yang sangat indah. Bunga matahari adalah salah satu bunga favoritnya. Alie tidak menyangka bahwa dia akan melihat bunga matahari sebesar itu. Bunganya saja seukuran rumah.
Reentari kembali ke setelannya sebagai pemimpin regu. Indahnya bunga itu tidak serta merta bisa mengelabuhi pikiran Reentari.
"Ingat, yang indah tidak selamanya indah. Jangan nilai dari luarnya saja."
Alie mengangguk. Dia paham apa maksud Reentari. Taman bunga matahari raksasa ini memang terlihat indah dan menawan. Juga menakjubkan. Tapi kembali lagi, setiap lokasi yang mereka datangi menyimpan bahayanya masing-masing. Mereka tidak boleh terkecoh apalagi sampai lalai untuk waspada.
"Reewrintara, Reewrintaru, apakah kalian tahu kalau bagian dari bunga matahari bisa dijadikan camilan?" tanya Alie. Tiba-tiba dia teringat soal kuaci. Camilan yang digandrungi sejuta umat makhluk bumi.
"Makanan? Dari tanaman bunga matahari?" Reewrintara mengerutkan dahinya, berpikir. Bagian mana dari tanaman bunga matahari di depan mereka yang bisa dimakan?
"Selain serakah, ternyata kalian rakus juga, ya," cibir Reewrintara sambil tergelak. Reewrintaru ikut tergelak.
"Aku tidak bercanda. Kami menyebutnya kuaci."
"Sudah. Kalian berceritanya sambil berjalan saja." Reentari menepuk pelan tengkuk kadal tunggangannya, memintanya untuk berjalan.
Perjalanan memasuki taman bunga matahari raksasa dimulai.
Petualangan ini akan sangat membekas dalam diri Alie. Bagaimana tidak, kapan lagi dia bisa merasakan petualangan semacam ini kalau bukan di Planet Reegunpo. Di Bumi tidak akan mungkin menemukan kadal berjumbai raksasa yang bisa ditunggangi, tanaman Venus Flytrap raksasa yang alih-alih memangsa serangga, justru mau memangsa manusia dan penyihir, dan sekarang melewati tanaman bunga matahari raksasa. Tidak sampai di situ saja. Masih akan ada hal-hal yang tak kalah menakjubkannya yang belum Alie lewati.
Reewrintara dan Reewrintaru belum selesai mendongakkan kepala mereka berdua, mengamati tanaman bunga matahari raksasa. Mereka berdua sedang menganalisis bagian mana dari tanaman bunga matahari raksasa yang bisa dijadikan camilan.
"Makhluk bumi benar-benar rakus," kata Reewrintara pada kembarannya.
"Iya benar. Apa mereka kehabisan bahan pangan? Tidak, planet mereka lebih subur ketimbang planet kita. Aku pernah mendengar, kayu saja dilempar bisa menumbuhkan makanan."
"Lalu, kenapa mereka memakan bunga matahari?" Reewrintaru kebingungan.
"Aku bisa mendengar kalian," sindir Alie. "Kalian benar-benar mau tahu tidak?"
Reewrintara dan Reewrintaru saling tatap kemudian mengangguk.
"Akan aku beritahu nanti." Alie terkekeh melihat wajah tidak senang si kembar. Mereka berdua merasa dipermainkan oleh Alie.