Mereka berlima meminum air yang Alie berikan. Alie memberikan mereka masing-masing satu botol soda yang tersedia di dalam kulkas. Tiba di dapur bersama dengan perempuan berpakaian warna biru laut, Alie berpikir mungkin minuman yang dingin bisa lebih membuat mereka segar.
Mereka berlima terlihat sedikit terkejut saat meminumnya, akan tetapi beberapa detik setelahnya wajah mereka berubah, terlihat menikmati.
"Baiklah. Sekarang lekas beritahu aku siapa kalian sebenarnya dan dari mana kalian berasal. Bagaimana kalian bisa sampai di gudang bibiku?"
Alie bersedekap dada, bersiap mendengarkan. Rasa waspadanya mulai netral. Sudah lebih dari satu jam bersama mereka membuat radar pendeteksi dalam dirinya mengatakan bahwa mereka bukan orang jahat. Mereka lebih terlihat seperti orang iseng yang mau mengerjai Alie.
"Apakah kita harus memberitahunya? Identitas kita akan terbongkar," bisik laki-laki berpakaian ungu tanpa sapu tangan merah terikat di lengannya.
"Benar. Aku setuju dengan Reerwrintaru," bisik perempuan berpakaian pink-hitam.
"Tapi ini ulahmu, Reewrintaru. Kalau kau tidak salah membuka portal, kita tidak akan sampai di sini," geram perempuan berpakaian ketat serba hitam.
"Baiklah. Kami akan menjelaskan siapa kami sebenarnya." Perempuan berpakaian warna biru laut berdiri, bersiap memperkenalkan diri. "Namaku Reentari."
Perempuan berpakaian pink-hitam berdiri. "Aku Reelindara."
Giliran perempuan berpakaian hitam ketat. "Namaku Reerentare."
Reelindara menendang kaki laki-laki berpakaian ungu tanpa sapu tangan yang diikat di lengannya, memberi kode untuk melanjutkan acara pengenalan diri.
"Namaku Reewrintaru dan yang ini kembaranku, Reewrintara."
"Sebentar. Kalian kembar?" Alie tidak percaya. Baiklah, pakaian mereka dan bola mata memang mirip. Yang membedakan hanya soal sapu tangan merah yang diikat. Tapi bagaimana bisa wajah mereka berbeda? Bahkan tidak ada miripnya sama sekali. Reewrintaru berwajah mirip orang barat dan Reewrintara, kulitnya hitam. Bentuk wajah mereka juga berbeda. Kalau hanya berbeda sedikit mungkin bukan masalah, tapi ini warna kulit? Bagaimana bisa? Tidak hanya sampai di situ. Rambut Reewrintaru keren, tersisir rapi dan klimis. Sedangkan rambut Reewrintara keriting dan dikucir kelabang.
"Kami sudah mengenalkan diri. Apakah kami bisa pulang sekarang?" Reentari bertanya.
"Tapi dari mana kalian berasal? Melihat pakaian kalian membuatku tidak yakin kalau kalian berasal dari sini. Apa kalian sedang merayakan Halloween? Tidak. Ini Indonesia, sedikit mustahil kalau kalian merayakannya."
"Kami tidak bisa memberitahumu. Tapi aku mohon, biarkan kami pergi. Kami ada hal penting, kami akan kalah dengan tim yang lainnya nanti."
Melihat wajah mengharap iba Reeentari, membuat Alie merasa harus merelakan mereka pergi.
Alie teringat bahwa dia berniat pergi ke rumah sakit tadi. Alie pun mengambil keputusan membiarkan mereka pergi.
"Terima kasih makhluk bumi, maksudku … em, siapa namamu?"
"Alie."
"Terima kasih, Alie. Tapi bisakah kau keluar dari gudang ini agar kami bisa segera pergi?"
"Okey, okey. Aku akan keluar."
Alie menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mereka bilang mau pergi, namun kenapa malah meminta Alie untuk keluar dari gudang dan menutup pintu? Seharusnya mereka keluar dari pintu bukan? Ah, sudahlah. Biarkan saja mereka melakukan apa yang mau mereka lakukan.
Alie berjalan menuju tangga, baru beberapa langkah, tiba-tiba suara ledakan terdengar lagi. Tanpa berpikir panjang, Alie langsung kembali ke gudang, membuka pintu. Kompak, mereka berlima memamerkan gigi rapi dan putih mereka. Barang-barang di gudang kembali berserakan.
"Apa yang kalian lakukan?"
Reentari mendekat. "Sepertinya kami butuh bantuanmu, Alie."
***
Reentari mulai menjelaskan dari mana mereka berasal. Mereka berasal dari planet Reegunpo.
"Hei, aku bukan orang bodoh. Tidak ada planet dengan nama seperti itu. Apa tadi? Reegunpo? Hanya ada sembilan planet, dan satu di antara masih diragukan keberadaannya. Ayolah, jangan bercanda. Nama kalian juga aneh sekali!"
Alie merasa dibodohi oleh mereka berlima. Lihatlah, mana ada planet seperti yang Reentari sebutkan tadi.
"Makanya kau dengarkan dulu penjelasanku sampai habis. Jangan dipotong sampai aku selesai menjelaskan."
"Dasar makhluk bumi. Ternyata gosip itu benar adanya," bisik Reewrintaru pada kembarannya.
"Apa memangnya?"
"Makhluk bumi adalah makhluk yang paling menjengkelkan. Lihat, Reentari belum selesai menjelaskan, tapi manusia itu sudah memotong."
"Raja kami sedang mengadakan sayembara. Putri bungsunya sedang mengidap penyakit langka dan hanya bisa disembuhkan dengan tanaman langka bernama Nymphea. Siapa saja yang bisa menemukan tanaman itu, maka akan diberi imbalan yang sangat besar. Untuk menemukan tanaman itu tidak mudah, hingga Raja mensyaratkan agar siapa pun yang mau mengikuti sayembara harus punya kelompok. Karena tidak main-main, taruhannya nyawa."
"Dan kami adalah satu di antara sepuluh kelompok yang mendaftar," sambung Reelindara. Wajah tegas dan berwibawa Reelindara sedikit banyak mempengaruhi rasa percaya Alie akan cerita mereka.
"Nymphea adalah tanaman herbal ajaib yang bisa menyembuhkan segala penyakit. Tanaman itu hanya tumbuh setiap seribu tahun sekali, saat gerhana bulan jingga terjadi. Dan itu akan terjadi sepuluh hari ke depan."
"Lalu bagaimana kalian bisa sampai di sini?" tanya Alie. Itu adalah pertanyaan inti. Soal bagaimana mereka bisa masuk ke gudang bibi Alie. Tidak melalui pintu? Mustahil. Atau mereka mengendap-endap?
"Ini semua karena Reewrintaru salah membuka portal. Seharusnya bukan ke Bumi, tapi—"
"Enak saja!" potong Reewrintaru tidak suka. "Ini bukan salahku. Ini salah Reekturi. Dia yang membuatku salah membuka portal."
Kembarannya mengangguk, membenarkan argumen pembelaan diri Reewrintaru.
"Portal? Apa kalian punya kekuatan super? Atau kalian adalah penyihir?"
Mereka berlima saling tukar pandang.
Reentari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Untuk beberapa detik dia berpikir apakah harus mengiyakan pertanyaan Alie atau sebaliknya. Namun dengan cepat Reentari mengambil keputusan, dia mengangguk.
Alie berdecih. Semakin lama pembahasan mereka semakin terdengar aneh. Mulai dari planet, nama-nama mereka, hingga sekarang mereka mengaku sebagai penyihir? Lalu apalagi tadi? Nymphea? Mereka semakin terlihat mengada-ngada. Alie merasa dia seperti sedang berusaha dibodohi.
"Ayolah, ini sudah era modern. Tidak ada lagi yang namanya penyihir atau apa pun nama lainnya. Kalian jangan bodohi aku."
"Sebentar," Reelindara yang berwajah tegas tiba-tiba berkata.
"Apakah ini benar Bumi?" tanyanya memastikan.
Alie mengangguk perlahan. Kenapa? Ada apa?
"Seharusnya dia tidak bisa melihat kita, bukan?" tanya Reelindara pada empat temannya.
Mereka semua langsung tersadar. Mereka yang tadinya duduk bersama dengan Alie langsung berdiri dan memasang kuda-kuda.
"Siapa kau? Berani-beraninya kau mengelabuhi kami!" bentak Reerentare. Wanita berpakaian ketat serba gelap dengan selendang terikat di lehernya itu terlihat menyeramkan. Dari tadi dia tidak ada bicara, hanya mendengarkan. Tapi lihatlah, sekarang dia yang paling menakutkan. Mungkin ini efek karena takut identitas mereka terbongkar.
"Aku Alie. Aku makhluk bumi." Alie menegaskan.
"Tidak. Makhluk bumi seharusnya tidak bisa melihat kami!"
"Itu tertulis di pasal 135 A halaman 255," ujar Reewrintaru.
"Bahwa makhluk penghuni planet lain tidak bisa melihat makhluk planet Reegunpo," sambung Reewrintara.
"Tapi aku benar-benar makhluk bumi," Alie bersikeras. Delapan belas tahun hidup di planet ketiga terdekat dengan matahari, bagaimana bisa mereka berlima meragukan Alie yang jelas-jelas memang besar di Bumi.
Ponsel Alie berdering. Alie menerima sambungan telepon dari Pak Darman.
"Baik, Pak. Saya segera turun. Aku harus pergi ke rumah sakit sekarang. Terserah kalian mau berbuat apa. Kalau mau pergi juga silakan. Aku punya hal yang lebih penting untuk dilakukan." Alie sudah sempat keluar pintu gudang, namun dia balik lagi. "Jangan lupa rapikan gudang ini. Aku tidak punya waktu untuk merapikannya."
Alie berlari kecil keluar rumah. Pak Darman barusan mengabarkan hal yang membuat rasa panik dan khawatir Alie muncul bersamaan. Dua kali lipat.