Chereads / ARRANGE MARIAGE / Chapter 18 - SARAPAN ISTIMEWA

Chapter 18 - SARAPAN ISTIMEWA

Kayla mengernyipkan matanya pelan. Menyibak selimut yang menutupi badannya. Ia melihat pakaiannya masih sama seperti pakaian yang ia kenakan semalam. Otaknya berusaha mencerna keadaan sembari mengumpulkan kembali ruh-nya yang masih tertinggal di alam mimpi.

Ia duduk dan melihat Rangga masih tidur di sofa yang berseberangan dengan sofa tempatnya terlelap semalam.

"Ah ya, aku tertidur di apartemennya," gumam pelan Kayla. Ia menggeliat, melemaskan otot-ototnya, lalu melirik jam tangannya. "Hm, masih jam 6. Lebih baik aku memasak sarapan."

Kayla mencuci wajahnya dan membersihkan dirinya di kamar mandi terlebih dahulu sebelum menuju ke dapur untuk memasak sarapan. Ia sudah terbiasa bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Biasanya ia berbagi tugas rumah dengan Kiara. Tapi, karena pekerjaannya, Kayla melimpahkan semua tugas rumah pada Kiara.

Aroma sedap nasi goreng sayuran dengan lauk telur dan nugget goreng, menyeruak hingga ke ruang tamu, tempat Kayla dan Rangga tertidur semalam.

Kayla membawa nampan berisikan sarapan dan seduhan teh rempah untuk dirinya dan Rangga. Ia tersenyum ketika melihat Rangga sudah terbangun dari tidurnya dan duduk.

"Selamat pagi," sapa Kayla sambil meletakkan nampan ke atas meja

"Pagi." Rangga mengernyitkan dahinya. Ia masih merasakan ngilu di kakinya.

"Masih sangat sakit?" tanya Kayla. Ia merasa bersalah. Jika saja semalam, ia bersedia mengikuti tawaran Rangga, mungkin kaki Rangga akan baik-baik saja. Tapi, mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Apa yang bisa Kayla lakukan sekarang hanyalah merawat Rangga. Lagi pula, merawat seseorang, kini juga menjadi salah satu keahlian Kayla.

"Ya, tapi tidak begitu sakit ketika aku tidak banyak bergerak," jawab Rangga.

"Memang, kakimu jangan digunakan untuk banyak bergerak dulu."

"Kayla."

"Ya?"

"Boleh tidak aku minta tolong, antarkan aku ke kamar mandi. Aku pengen ingin buang air kecil," pinta Rangga. Wajahnya tampak menahan sakit.

"Ya, tentu saja. Ayo." Kayla menghampiri Rangga. Meraih tangan Rangga, merangkulkannya ke bahunya dan membopong Rangga ke kamar mandi.

Dalam langkah menuju ke kamar mandi yang terletak paling dekat dengan sofa, Rangga melirik Kayla. Ia tersenyum simpul.

Dia benar-benar tahu bagaimana harus merawat seseorang. Sangat telaten dan sabar. Bagaimana bisa aku tidak tertarik padanya? ujar Rangga dalam hati.

Setelah dari kamar mandi, Kayla kembali membopong Rangga ke sofa. Kemudian melepas perban kain yang semalam ia lilitkan di kaki Rangga untuk mengurangi bengkak.

"Biarkan kulitmu bernapas untuk beberapa menit. Aku akan mengganti perbannya dengan perban baru setelah makan," kata Kayla.

Rangga mengangguk setuju. Manik matanya tidak bisa lepas menatap Kayla. Mengamati setiap gerakan Kayla yang penuh perhatian. Mengambilkannya sarapan dan menuangkan teh rempah yang terbuat dari jahe, sereh, kunir, dan madu ke dalam gelasnya.

Aku sangat menginginkannya. Bukan, aku rasa aku membutuhkan dirinya, kata Rangga dalam hati.

"Makanlah." Kayla mengulurkan sepiring nasi goreng dengan campuran wortel, jagung dan kacang polong serta telur ceplok di atasnya pada Rangga.

"Aku tidak tahu, apakah kamu berselera atau tidak, sarapan dengan nasi goreng. Hanya saja, ini masakan yang paling mudah dibuat." Kayla melirik jam tangannya. "Aku ada syuting jam 10, jadi aku tidak bisa membuat masakan lain yang memakan waktu lama," jelas Kayla.

Rangga tersenyum. "Ini sempurna," pujinya menerima nasi goreng buatan Kayla. Dengan lahap, Rangga menyuapkan masakan Kayla ke mulutnya. Rasanya enak dan pas. Tanpa sadar, jantung Rangga berdegup cepat. Ia merasa gugup hanya dengan melihat Kayla. Tapi berusaha bersikap biasa di hadapan Kayla.

Tanpa canggung, Kayla mengambil sarapan untuk dirinya sendiri. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 8. Ia tidak bisa menetap lebih lama lagi. Terlebih ia harus kembali ke rumah untuk mandi dan mengambil gaun pendek yang harus ia gunakan untuk syuting hari ini.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Kayla menyerahkan secangkir teh herbal pada Rangga. Lalu dengan pelan ia duduk di dekat Rangga, memangku kaki Rangga yang terkilir. Ia mengoleskan pereda nyeri dan memasangkan perban kain yang masih bersi pada kaki Rangga.

Sembari menyeruput teh yang rasanya pedas dan sedikit hambar itu, Rangga tersenyum. Dalam hatinya, ia sempat berharap agar dirinya terkilir setiap hari, demi bisa melihat Kayla sedekat ini dengannya.

Tangan cekatan Kayla, dengan cepat dan tepat, telah menyelesaikan memasang perban. Dengan pelan, Kayla menurunkan kaki Rangga ke atas bantal yang ia taruh ke atas sofa. Menjaga posisi pergelangan Kaki Rangga agar selalu lebih tinggi dari pada pinggulnya.

"Sudah," ujar Kayla. "Lebih baik, setelah ini kamu memeriksakan kakimu ke rumah sakit. Untuk berjaga-jaga saja. Takutnya ada yang retak atau hal yang tidak diinginkan."

"Ya, nanti aku akan meminta Gerald untuk membawaku ke rumah sakit. Terima kasih ya, sudah merawatku."

Kayla tersenyum. Ia mengambil kembali tasnya dan hendak pergi. "Aku permisi. Jaga dirimu."

"Siap, Bos!" seru Rangga. Senyuman lebar melengkung di bibirnya. "Oia, Kayla ..."

"Ada apa?" Kayla menghentikan langkahnya, menengok ke belakang.

"Angkatlah teleponku jika aku menghubungimu."

"Aku tidak bisa janji. Aku hanya akan menjawab teleponmu ketika aku sedang longgar saja."

"Yups! Tidak masalah. Aku akan mengirimkan pesan dulu sebelum meneleponmu."

Kayla tersenyum dan mengangguk. Ia lalu bergegas pergi dari apartemen Rangga. Ia tidak ingin terlambat datang ke lokasi syuting.

Rangga menatap Kayla yang sudah berlalu darinya. "Astaga. Gadis itu, aku benar-benar ingin memilikinya. Aku ingin ia disini bersamaku setiap hari." Rangga menghela napas panjang. "Bagaimana caranya aku bisa menjadikanmu milikku, Kayla?" tanya Rangga bermonolog.

Tidak berselang lama, Gerald masuk ke apartemen Rangga. Gerald memang sudah tahu nomor pin pintu di apartemen artisnya itu.

"Waaaah, enak nih," ujar Gerald begitu melihat ada sarapan di meja ruang tamu.

Rangga buru-buru melemparkan bantal kecil ke arah Gerald. "Jangan sentuh!" bentak Rangga.

"Lu itu lagi pincang. Jangan pelit-pelit! Semakin lama nanti lu jalan pincangnya," sindir Gerald. Ia tetap ingin mengambil piring untuk ikut sarapan dengan Rangga.

"Tidak bisa!" cegah Rangga. "Kayla yang memasaknya. Gue akan memakan ini untuk makan siang dan makan malam jika belum basi. Kalau perlu, gue akan mengawetkannya biar bisa gue makan suatu saat ketika gue ingin."

Gerald memicingkan matanya ke arah Rangga. "Bener-bener nggak waras lu ya?! Kayla pasti juga gak akan keberatan kalau gue ikutan makan."

"Jangan! Pokoknya jangan! Ini punya gue. Lu beli makan sendiri saja," larang Rangga bersikukuh dengan obsesinya.

Gerald menghela napas panjang. "Orang pelit kuburannya sempit. Ingat!"

"Bodo amat!"

Tiba-tiba terdengar suara bel pintu ditekan.

"Siapa yang bertamu pagi-pagi?" tanya Gerald.