Kayla menatap kosong makanan yang ada di pangkuannya. Sedari tadi ia hanya mengaduk-aduk nasi dengan sayur sop yang disajikan oleh klinik tempatnya dirawat. Sebenarnya sore tadi Kayla sudah diperbolehkan pulang, hanya saja, ia tidak mau makan. Sehingga, dokter menyarankan Kayla untuk rawat inap semalam. Guna memastikan kondisi Kayla sudah pulih sepenuhnya.
"Dimakan," kata Rena sedari tadi ia masih duduk menunggui Kayla. "Kamu harus tetap sehat dan kuat untuk menghadapi ini semua."
"Aku mencoba untuk bersikap seperti itu. Tapi, pikiranku sekarang tidak lepas dari ibuku. Tidak mungkin aku menyembunyikan kehamilanku selamanya. Anak ini akan lahir sebagai manusia yang baru. Mana mungkin aku menyembunyikannya?" ungkap Kayla.
"Aku mengerti. Sebenarnya ada cara jahat untuk membuat semuanya menjadi baik-baik saja. Tapi, lupakan saja. Aku tidak akan mengatakannya. Karena jika aku menjadi dirimu, aku akan tetap mempertahankannya apapun yang terjadi."
"Kamu ingin mengatakan jika menggugurkannya bisa menyelesaikan masalah?"
"Tadinya. Tapi, aku tidak akan mengatakannya. Dan tidak akan menyuruhmu melakukannya. Kita pikirkan cara lain. Itu hanya gagasan yang terlintas di benakku saja."
"Aku sempat kepikiran untuk menghilang sementara. Agar ibuku menyelesaikan pengobatannya hingga tuntas. Dan memberitahukan tentang bayi ini nanti setelah bayi ini lahir dan setelah ibuku sehat." Kayla menghela napas panjang. "Aku mencoba menempatkan diriku menjadi ibuku, jika aku memiliki anak perempuan yang hamil di luar nikah. Dan tidak memberitahuku, mungkin aku akan lebih kecewa. Tapi, aku sendiri tidak tahu, bagaimana reaksi ibuku jika mengetahuinya. Yang jelas aku tidak akan menggugurkannya. Aku sudah melakukan kesalahan. Aku tidak mau melakukan kesalahan lagi."
Rena menghela napas panjang lalu tersenyum simpul. "Itu bukan ide yang buruk. Menghilang sementara, untuk menyelamatkan reputasimu. Soal casting film Tornado 1945, mungkin aku bisa membantumu bicara dengan Henry."
"Terima kasih," ucap Kayla. Ia lalu berusaha untuk menyantap makanannya.
Seorang pria masuk ke kamar rawat inap dengan membawa satu keranjang buah-buahan yang tertata apik, terlapisi plastik dan pita di atasnya.
"Hai," sapa Mario, yang tidak lain adalah suami Rena.
"Hai, sayang." Rena bergegas menyambut suaminya. Mengambil buah yang ada di tangan Mario dan meletakkannya di meja kecil yang berada di samping kasur pasien.
"Apa yang terjadi? Rena bilang kamu sedang ..," tanya Mario tampak ragu mengucapkan kalimatnya.
"Ya, aku hamil," jawab Kayla.
"Sayang sekali. Padahal rating-mu sedang tinggi."
Kayla mengangguk pelan. Wajahnya tampak lesu dan tidak bersemangat.
"Kita jadi berangkat ke Singapura bulan depan, kan?" tanya Rena pada Mario.
"Ya. Ada beberapa hal di management restaurant yang harus dibenahi dulu sebelum launching. Apa ada masalah lagi?"
"Tidak. Aku ingin membawa Kayla bersama kita ke Singapura. Menyembunyikan posisi Kayla hingga ia melahirkan."
Mario mengernyitkan dahinya. Ia tidak paham maksud istrinya yang memutuskan hal itu sebelum mengatakannya padanya.
"Hm, sayang. Kita harus bicara dulu soal ini."
"Okay." Rena lalu beralih pandang ke arah Kayla. "Aku keluar sebentar ya. Ada hal yang ingin aku bicarakan dengan suamiku."
Kayla mengangguk setuju.
***
Di sebuah kursi besi di luar ruang pasien, Rena dan Mario duduk bersebelahan. Mario merasa tidak setuju dengan ide Rena.
"Bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu pada Kayla tanpa memberitahuku?" tanya Mario terdengar kecewa.
Kayla yang mendengar samar percakapan mereka pun mulai penasaran. Ia mengisut turun dari kasur pasien dengan membawa cairan infus yang masih terhubung ke aliran darahnya, kemudian duduk di sofa, di dekat tembok yang membatasi Kayla dan pasangan suami istri itu.
"Aku tidak bisa membiarkan Kayla menghadapi semuanya sendiri," jawab Rena.
"Kamu tahu kan, jika itu sangat beresiko untuk kita. Jika Sonya tahu, Kayla hamil dengan Galang, maka konsekuensinya Sonya akan melenyapkan Kayla. Jelas Sonya tidak akan membiarkan Kayla merusak reputasi anaknya. Dan lagi, bagaimana dengan keluarga kita. Jika kita ikut andil dalam hal ini, Sonya juga akan memecatku dari agency. Dan bisa lebih buruk lagi. Dia bisa saja mencemarkan nama baik kita agar tidak ada perusahaan hiburan mana pun yang mau menerima kita," tolak Mario.
"Itu kan kalau ketahuan. Kita hanya perlu memastikan agar kehamilan Kayla tidak diketahui siapapun."
Mario mendesah napas kesal. "Itu sulit sayang. Ini perkara anak. Bagaimanapun anak itu akan lahir. Anak itu akan tumbuh dewasa, dan suatu saat, anak itu akan mencari tahu siapa bapaknya."
"Tapi, aku tetap tidak bisa membiarkan Kayla sendirian menghadapi masalah ini. Kita hanya perlu mencari solusi dan meminimalkan resikonya."
"Kenapa tidak bisa? Itu bukan tanggung kita. Kamu sudah mengantarkan Kayla ke rumah sakit. Dan sudah memberikannya dukungan moral. Itu sudah cukup."
Rena melotot menatap tajam ke arah Mario. "Haaah! Bisa-bisanya kamu bilang seperti itu. Kamu lupa apa, 6 tahun yang lalu yang membuat kita bisa menyelenggarakan pernikahan siapa? Bu Ratna! Ketika orang tuamu bangkrut dengan banyak hutang dan orang tuaku hanya mengandalkan uang pensiunan. Bu Ratna, orang tua Kayla yang membantu kita untuk membuat resepsi pernikahan kecil-kecilan, dari sebagian uang penjualan rumah mereka yang seharusnya Bu Ratna gunakan untuk membiayai pengobatannya hingga tuntas. Bahkan Kayla yang membantu menyiapkan segala kebutuhan resepsi, dan catering. Kayla juga yang menemui pendeta untuk menyesuaikan jadwal pemberkatan nikah kita, padahal Kayla adalah seorang muslim. Hingga akhirnya kita bisa menikah. Bisa memulai hidup baru dari modal uang hasil sumbangan resepsi dan melunasi semua hutang-hutang kita. Hah! Aku tidak habis pikir memiliki suami yang lupa balas budi!" kesal Rena.
"Bu-bukan seperti itu maksudku, sayang." Mario buru-buru meralat pernyataannya. Tapi, Rena sudah terlanjur kesal.
"Kayla itu sudah seperti adikku. Dan aku akan tetap membantunya apapun yang terjadi."
"Oke, oke. Kita bicarakan ini lagi nanti di rumah. Hal ini tidak bisa diputuskan secara gegebah."
"Oke! Tapi, kau hanya mau mendengar solusi ya. Bukan penolakan!"
"Iya-iya. Aku paham."
Kayla mengeha napas lemas mendengar percakapan Rena dan Mario. Ia kembali ke kasurnya sebelum mereka kembali masuk ke kamarnya. Kayla memejamkan matanya. Pura-pura tertidur, ketika Rena kembali.
Rena akhirnya menuliskan pesan untuk berpamitan pulang. Pesan yang mengatakan jika ia akan kembali besok sebelum Kayla diijinkan pulang oleh dokter. Ia tidak mau membangunkan Kayla.
Kayla membuka matanya kembali ketika ruangannya sudah hening. Air mata tidak kuasa ia tahan. Terjatuh begitu saja.
Aku tidak berharap Rena membalas budi. Tapi, kalimat Mario menyadarkanku jika memang kondisi mereka bisa tersudut karena membantuku. Hhhh, ini kesalahanku. Aku yang tidak mencari tahu dulu tentang latar belakang keluarga Galang. Dan aku tidak mau mencelakakan orang lain. Tidak Renata dan Mario. Mereka berdua terlalu baik untuk terkena imbas dari kecerobohanku. Lebih baik aku menyelesaikan ini sendiri, kata Kayla dalam hati.
***
Keesokan harinya...
"Apa? Kayla sudah pulang, Sus?" tanya Rena pada perawat yang bertugas di bagian administrasi.
"Iya, Bu. Sudah dari jam 8 pagi tadi," jawab Suster itu.
"Oh, ya sudah. Makasih, Sus." Rena terdiam berpikir. Lalu menatap suaminya. "Bagaimana jika kita datang kerumah Kayla?"
"Kita ada rapat jam 10, sayang. Peresmian restaurant kita di Singapura bertepatan dengan pencarian bakat di sana juga. Dan kita harus membahasnya dulu. Ada beberapa model Indonesia yang bekerja sebagai selebgram di Singapura. Pimpinan pusat ingin kita melobi menjadi agency mereka. Jadi, kita ke rumah Kayla seusai rapat saja bagaimana?"
"Ya. Begitu juga tidak masalah. Aku akan menelepon Kiara untuk memastikan Kayla sudah dirumah dan dalam keadaan baik-baik saja."
"Begitu lebih baik," ujar Mario sambil merangkulkan tangannya ke bahu Rena.