Jika di rumah Siska sedang terjadi argumen yang memojokkannya dan juga tidak ada yang bisa memahami posisinya. Sehingga dia hanya bisa menangis dan berharap ada keajaiban datang membawa Ahmad datang untuk menjemputnya.
Siska termenung di kamarnya, dia tidak menduga kalau kedua orang tuanya akan mengambil keputusan sepihak seperti itu.
"Ya Rabb, aku tidak ingin menjadi anak durhaka, tolonglah aku Ya Rabb, semoga keajaiban membawa Ahmad padaku." Gumamnya
Sedangkan Ahamad justru dia dirundung kebahagiaan karena dia hendak berangkat ke kota untuk bertemu dengan anak dan istrinya, dia sedang bersiap-siap, beberapa helai baju telah dia kemas kedalam tas Ranselnya, tidak lupa dia juga membawakan makanan kering kesuakaan Siska yaitu cimol kering rasa barbaque.
Ahmad sudah membicarakan tentang kepergiannya itu pada ibunya, supaya ibunya tidak curiga, dia menyampaikan pada ibunya kalau dia akan tinggal selama beberapa bulan di kota, dan setelah uang terkumpul baru dia akan pulang ke kampung lagi.
Memang tidak ada yang salah dengan pernyataan Ahmad pada Ibunya karena kenyataannya memang itulah yang akan dia lakukan di ibu kota Jakarta itu. Meskipun jujur saat dia bicara, belum tahu kalau dia akan kerja apa dan tinggal di mana.
Ahmad tidak yakin akan diizinkan tinggal dirumah mertuanya di kota, sehingga tentu saja dia menyiapkan sedikit uang untuk mengotrak rumah kecil yang bisa dia tinggali nantinya bersama Siska.
Naif memang apa yang Ahmad lakukan, namun semua itu dia lakukan demi menjemput anak dan istrinya tercinta. Meskipun terpaksa dia harus berbohong pada Ibunya, dia pikir untuk saat ini itulah yang terbaik yang bisa dia lakukan. Yaitu mengurangi cekcok dengan ibunya mengenai perkara Siska.
Setelah dirasa semunya lengkap, Siska menyempatkan diri untuk sarapan terlebih dahulu menamani ibunya.
"Bu, insyaallah aku sudah siap untuk pergi pagi ini, ibu gak keberatankan kalau aku pergi?" Tanya Ahmad sambil duduk di kursi meja makan.
Ibunya mengulas senyum dan menatap lekat-lekat anaknya itu, sejujurnya hatinya kelu saat mendengar pertanyaan dari anaknya itu, namun demi kebahagiaan maka dia akan merelakan anaknya untuk pergi.
"Iya Ahmad ibu akan berusaha untuk mengikhlaskanmu pergi, semoga kamu bisa mendapatkan apa yang kamu cita-citakan. Jika di kota ada kesempatan kamu untuk bisa lanjut sekolah, lanjutkan lah nak, apa namanya ibu lupa, hmm...sekolah paket iya kan?" Ungkap Ibunya sambil memikirkan sesuatu,
"Iya bu itu namanya paket C bu, yang cocok untuk Ahmad karena kan Ahmad sudah lulus Sekolah menengah pertama. Insyaallah bu semoga saja ada kesempatan itu, yang pasti aku minta do'a dan restu dari Ibu." Jawab Ahmad sambil tersenyum melihat ibunya.
Ahmad sebenarnya tidak tega meninggalkan ibunya sendiri, meskipun ibunya belum menginjak usia kepala 5 tapi tetap saja rasa tidak tega itu menghampiri hati Ahmad. Bahkan sempat ada kebimbnagan antara pergi atau tetap menemani ibunya.
Namun karena atas dorongan dari ibunya sendiri akhirnya Ahmad memberanikan diri untuk meninggalkan ibunya. Semua itu dia lakukan karena kondisi ibunya pun terlihat sehat, dan yang lebih membuat Ahmad tenang karena keluarga ibunya tinggalnya tidak berjauhan dari rumahnya.
Sehingga Ahmad pikir ibunya tidak akan kesepian, karena keponakan-keponakan dan sepupu-sepupunya suka main ke rumah ibunya, bahkan tante-tantenya pun suka berkunjung ke rumahnya.
Saat Ahmad sedang merenung, Ibunya menanyakan sesutu,
"Ahmad kamu sudah cek semuanya, baju mu sudah kamu bawa, oh ya alqur'an juga jangan sampe kamu lupa membawanya, sesibuk apapun nanti kamu di sana, sempatkanlah waktu sebentar untuk membacanya." Ungkap Ibunya.
Belum sempat Ahmad menjawab, ibunya sudah kembali mengatakan sesuatu,
"Oh iya Ahmad nanti kamu tinggal di sana di mana?, Atau kamu disediakan mes atau apa gitu Ahmad?" Tanya Ibunya membuat Ahmad bingung dan tidak tahu harus menjawab apa,
"Hmm...belum tahu bu, do'akan saja nanti Ahmad bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak, gak apa-apa kalau seandainya harus ngontrak juga yang penting ada biaya untuk itu. Jadi Ahmad mohon selalu do'akan aku ya bu." Jawab Ahmad apa adanya.
"Ya tentu saja nak, tanpa diminta pun ibu akan selalu mendo'akanmu, setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, begitupun dengan ibu, Ibu ingin kamu mendapatkan yang terbaik Ahmad." Ungkap Fatma dengan mata yang berkaca-kaca.
Mendengar hal itu, hati Ahmad bagaikan disiram oleh sejuknya embun, begitu teduh dan menyejukkan. Namun di sisi lain dia juga merasa bersalah karena harus meninggalkan ibunya, meskipun sementara tapi ini adalah kali pertama dia harus pergi jauh dari ibunya.
Diam-diam mata Ahmad pun ikut berkaca-kaca bukan terpengaruh tapi memang keadaan yang dihadapinya bukanlah perkara yang mudah untuk diabaikan. Hati Ahmad tersentuh dan dia langsung memeluk ibunya.
"Bu maafin Ahmad yah, Ahmad belum bisa bahagiain ibu, sekarang malah harus pergi meninggalkan ibu. Aku berjanji bu, akan kembali dan semoga kesuksesan bisa Ahmad raih dan bisa dipersembahkan untuk ibu." Ungkap Ahmad sambil terisak dipundak ibunya.
Fatma mengusap-ngusap lembut kepala anaknya,
"Gak apa-apa nak, jika kamu bahagia ibu pun ikut bahagia, semoga kesuksesan ada bersamamu Ahmad." Ungkap Fatma sambil sesekali menyeka air matanya yang tidak bisa ditahannya lagi.
Kemudian Fatma melepas pelukan anaknya, dan mempersilahkan anaknya untuk sarapan terlebih dahulu sebelum dia berangkat ke kota. Ahmad pun mengambil piring untuk didisi nasi, terlebih dahulu dia mengambilkannya untuk ibunya dulu, kemudian baru mengambil untuk dirinya.
Fatma memandangi anaknya,
"Ahmad makanlah yang banyak, supaya kamu kuat di jalan, setidaknya sampai kamu nemu tempat makan." Ungkap Fatma pada anaknya.
"Iya bu, Ahmad akan makan yang banyak, Ahmad pasti akan merindukan masakan ibu di sana." Jawab Ahmad sambil semangat mengungah makanannya.
Keduanya pun sarapan pagi dengan penuh haru, juga sedih, karena pagi itu adalah hari perpisahan anatara seorang ibu dan juga anak semata wayangnya.
Ahmad makan dengan begitu lahap, dia tidak ingin mengecewakan ibunya yang sudah menyiapkan sarapan untuknya sedari subuh. Kalau perut Ahmad masih kuat, ingin rasanya dia makan lebih banyak lagi, namun tentu saja itu tidak dilakukannya.
Fatma pun sangat senang melihat Ahmad makan dengan begitu lahap, dia bersyukur perjuangannya dari subuh tidak sia-sia, karena ternyata anaknya begitu menyukai dan menikmati masakannya.
"Nak ayolah tambah lagi, ini lauknya masih banyak." Ungkap Fatma sambil menyodorkan sambal goreng kentang pada Ahmad.
"hmm...iya bu, terimakasih, ini enak banget bu, Ahmad sangat suka." Ungkap Ahmad sambil menyendok Sambel goreng kentangnya.
"Oh iya Ahmad, ibu juga sudah menyiapkan bekal untukmu makan nanti di jalan, Ibu sudah siapkan Ayam goreng, sambel goreng kentang, perkedel dan juga sambal bawang untukmu nak." Ungkap Fatma sambil menunjukan sebuah wadah yang sudah dimasukkan dalam sebuah kantong plastik.
Fatma bukan tidak sedih dirinya akan ditinggalkan anak semata wayangnya, namun demi kebahagiaan yang ingin digapai anaknya, dia merelakan kepergiannya dan berusaha untuk tetap tegar di depan Ahmad. Hati ibu yang mana yang tidak sedih jika akan berpisah dengan anaknya, tapi Fatma memilih untuk tetap tersenyum dan membuatkan bekal buat anaknya, berharap anaknya tidak kelaparan saat di jalan. meskipun mungkin akan banyak ditemukan banyak makanan di luar sana, tapi ibu tetaplah ibu dia ingin anaknya menikmati makanan kesukaannya.
Bersambung....