Chereads / Terjerat Cinta Lokasi / Chapter 16 - Kerinduan

Chapter 16 - Kerinduan

Semakin hari Ahmad semakin gelisah, dia sudah tidak bisa menahan lagi rasa rindu pada Siska sehingga dia sudah membulatkan tekad untuk pergi ke Jakarta menjemput anak dan istrinya.

Dia sudah mengumpulkan uang hasil kerjanya selama dua bulan supaya bisa pergi ke Jakarta. Ibunya tentu saja tidak tahu kalau niat Ahmad ke Jakarta untuk menjemput istrinya. Yang ibunya tahu kalau dia akan ke Jakarta untuk memenuhi panggilan kerja.

Ahamd belum menjelaskan kebenarannya pada ibunya, khawatir jika ibunya menghalanginya jika tahu kalau dia akan ke Jakarta, maka dari itu hal itu masih dirahasiakan olehnya.

Malam sebelum Ahamad berangkat ke Jakarta, saking Rindunya pada Siska, dia menjadi mengenang masa-masa dimana dirinya dan Siska akhirnya bisa bersatu.

Ahamad mengambil surat dari tumpukan bajunya di lemari, kemudian surat dari Siska tempo hari itu kembali dia buka dan dia ciumi aroma kertas surat itu.

"Siska andai kamu tahu, kalau aku merindukanmu, untunglah suratmu ini sampai padaku, setidaknya untuk pengobat rindu. Siska tahu gak surat ini mengingatkanku padamu saat dulu kita bertemu untuk pertama kalinya." Gumam Ahmad  seolah sedang berbicara dengan seseorang.

*

Di sebuah kamar mewah, Siska sedang meninabobokan anaknya, lalu setelah dirasanya anaknya sudah tidur dengan nyenyak, Siska pun pelan-pelan turun dari ranjangnya sambil menggendong anaknya, kemudian dengan sangat pelan dia meletakan anaknya di ranjang bayi yang diletakkan di pinggir ranjangnya yang super lebar.

Setelah anaknya dipindahkan ke ranjang bayi, lalu Siska mencoba mengerakkan badannya ke kanan dan ke kiri, dan terdengar gemeretak persendiannya.

Siska berjalan menuju pintu kamarnya lalu cklek...pintu kamarnya dia kunci, kemudian dia kembali dan mengambil sesuatu dari laci nakasnya. Siska mengambil surat yang di kirimkan oleh Ahamad, ternyata dia pun sama seperti halnya apa yang dirasakan Ahmad, dia sedang merindukannya.

Siska membawa surat itu ke atas pembaringannya, lalu dia baca berulang kali puisi dari suaminya itu. Siska tahu kalau suaminya itu memang pandai membuat puisi namun dia merasakan berbeda dengan puisi yang dibacanya dalam surat itu. Siska merasa puisi itu benar-benar di buat dengan perasaan yang dalam sehingga sampai membuat hatinya terenyuh.

"Bang, aku pun sepertimu, aku merindukan kebersamaan kita, ini adalah surat yang pertama yang aku terima darimu sejak kepergianku dari rumah ibu mertua. Sejujurnya jika aku mengingat perlakuan ibu mertua padaku maka rasanya tidak ingin sama sekali kembali kerumah itu." Gumam Siska pelan.

Siska mengawang menatap jendela kamarnya yang bergordeng warna abu-abu tua.

"Bang, andai kamu tahu bagaimana perlakuan ibu padaku, aku tidak mengerti kenapa ibu begitu membenciku. Padahal aku sudah berusaha untuk hormat dan tetap berbuat baik padanya meskipun seringnya kebaikanku disalah artikan." Gumamnya sambil menyeka air mata yang tanpa disadarinya telah menetes ke pipinya.

Siska tidak ingin larut dalam kesedihan, dia melipat lagi surat ditangannya, lalu menyimpannya kembali ke dalam laci, dan dia pun tidak lupa untuk menguncinya.

Rasa khawatir kalau ayah dan ibunya tahu tentang dirinya yang masih komunikasi dengan Ahmad.

"aku tidak tahu Bang, apa jadinya jika ayah dan ibuku tahu kalau kita masih komunikasi. Mereka ternyata tidak menginginkanmu sebagai menantu bang." gumam Siska sambil menghelakan nafasnya.

Semenjak Siska kembali ke Jakarta ke rumah orang tuanya, Siska di larang keras untuk menghubungi Ahamd, bahkan di larang untuk memberitahukan tentang kelahiran anaknya.

Siska memang tidak memberitahukan pada ayah ibunya kalau dirinya telah kabur dari rumah Ahamad, dia mengatakan pada keduaorangtuanya hanya ingin melepas rindu pada keduanya dan ingin melahirkan didampingi kedua orangtuanya.

Namun kedua orangtuanya tidak percaya begitu saja dengan apa yang diutarakan Siska. Alhasil ayahnya meminta orang kepercayaannya untuk mencari tahu penyebab tentang kepulangan Siska.

Maka sejak ayahnya tahu tentang bagaimana Siska diperlakukan kurang baik oleh Ibu mertuanya, Saat itu juga ayahnya telah memutuskan kalau Siska tidak boleh kembali ke rumah Ahmad.

Bahkan ayahnya menyuruh seseorang untuk memperhatikan gerak gerik Siska. Surat itu bisa sampai ke tangan Ahamad karena Siska meminta tolong pada temannya untuk mengantarkannya ke pos.

Siska kembali ke kasurnya,

"Aku tidak menyangka akan jadi seribet ini, kalau saja aku tidak minggat dari rumahmu bang semuanya mungkin tidak akan seperti ini. Tapi apalah dayaku, aku tidak kuat dengan perlakuan dan sindiran ibu setiap hari." Gumam Siska sambil menatap anaknya dalam keranjang bayi di depannya.

Saat Siska sudah mulai merasa ngantuk tiba-tiba pintu kamarnya di ketuk.

Tok...tok...tok ...

"sayang apa kamu belum tidur, ibu mau bicara sebentar, bukain pintunya nak." Teriak seorang perempuan dari balik pintu kamarnya.

Mata Siska yang tadinya sudah sayup-sayup menuju alam mimpi kini melek lagi karena mendengat suara ibunya memanggil. Dengan malas dia tidak membalas teriakan ibunya tapi langsung bangkit dari kasurnya dan menyeret kakainya menuju pintu untuk membukakan pintu.

Cklek...pintu pun terbuka, Siska barulah dia mengeluarkan suaranya,

"Iya bu ada apa?" Jawab Siska dengan malas.

"Kamu sudah tidur ya Sis, hmm...ibu boleh masuk gak nih sebentar, ada yang ingin ibu sampaikan padamu." Ungkap Sri pada anaknya.

"Hmm...tapi aku sudah ngantuk bu, aku sudah gak Fokus, nanti malah yang ibu sampaikan gak aku tangkep dengan baik." Jawabnya lemah.

Melihat kondisi Siska yang mengantuk berat akhirnya Sri mengalah dan mengiyakan kata-kata anaknya.

"Hmm...ya sudah lah kalau begitu, tidur lah sana, selamat tidur ya sayang." Ungkap Ibunya.

"iya bu makasih atas pengertiannya, maafin Siska yah, insyaallah besok Siska akan mendengarkan semua apa yang ingin ibu sampaikan." Jawab Siska

Sebelum kembali ke kamarnya, Sri menengok dulu ke kamar Siska, celingak clinguk seperti mencari sesuatu.

"Ibu nyari apa?" Tanya Siska sedikit heran.

"Enggak ada, ibu cuma memastikan kamarmu aman, oh ya Adnan ko sepi, dia sudah tidur yah?" Tanya Sri sambil matanya mengarah ke ranjang bayi.

"Iya bu baru aja aku selsai menina bobokannya, makanya aku ngantuk berat." Jawab Siska apaadanya.

"Oh sudah tidur, ya sudah kamu lanjut tidur sana, maaf yah ibu ganggu tadi. Ibu juga ngantuk kok." Ungkap Sri pada anaknya sambil mencium kening Siska sebelum berlalu dari kamarnya.

Setelah ibunya berlalu, Siska pun menutup kembali pintu kamarnya, lalu menguncinya.

Sebelum kembali ke kasur karena Siska merasa haus lalu dia mengambil dulu air minum di atas nakas dan meminumnya.

"Apa yah yang mau ibu bicarakan malam-malam begini, tak seperti biasanya ibu membangunkanku. Biasanya kalau hanya obrolan biasa ibu sampaikan sedapatnya waktu aja." Gumam Siska bertanya-tanya.

"Ah sudahlah aku ngantuk, semoga aja apa yang ingin ibu sampaikan besok adalah kabar baik, dan bukan kabar yang aneh-aneh." Gumamnya kembali.

malam itu Siska sangat merindukan sosok suami, dia membaringkan tubuhnya di atas kasur namun pikirannya tidak disana, dia teringat masa-masa ketika dirinya terpesona dengan budi Ahmad yang menawan hingga dia dengan penuh keberanian untuk menyatakan cintanya, namun sayangnya saat itu juga dia harus kecewa karena Ahamad menolak pernyataan cinta darinya. Hujan gemercik itu menjadi saksi cintanya pada Ahamad.

Siska menarik selimutnya dan tersenyum,

"ah masa itu sungguh geli jika aku mengingatnya, dengan bodohnya aku menyatakan cinta saat malam itu, tapi sejujurnya aku beruntung karena pada akhirnya aku pun bisa membuatmu menerima cintaku dan kita pun menikah hingga memiliki anak." ujar Siska sambil menatap keranjang bayi didekatnya.

"meskipun kini kita terpisah dan ibumu belum bisa menerima aku." ucapnya lagi dengan nafas yang berat dia menghempaskan bebannya.

Bedsambung....