Chereads / Terjerat Cinta Lokasi / Chapter 11 - Menantu Yang Baik

Chapter 11 - Menantu Yang Baik

Ahmad benar-benar sibuk. Bekerja apa saja, agar uangnya cukup terkumpul. Walau di tengah kesibukannya, ia masih saja resah, hatinya masih dipenuhi beribu pertanyaan tentang kepergian istrinya yang tiba-tiba. Selain itu nalurinya sebagai seorang suami merasakan cemas yang begitu mendalam, ia juga memikirkan calon buah hatinya.

Dalam keremangan cahaya mushola, usai salat magrib, Ahmad bermunajat pada Tuhan-nya, ia mengadukan seluruh rasa gelisah.

"Ya Allah, hanya padamu aku memohon. Lindungilah istri dan anak hamba yang masih dalam kandungannya. Aku tidak tahu kenapa istriku pergi begitu saja, mungkin diri ini belum bisa menjadi imam yang baik baginya, atau ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Ampunilah hambamu yang lemah ini ya Rabb ...." lirih Ahamad. Terkadang, lelaki seperti dirinya pun meneteskan air mata.

Suara riuh anak-anak. Satu persatu, datang memasuki mushola.

Mereka berhambur mendekati Ahamad yang masih di posisi menangkup wajahnya.

"Ustadz! Aku duluan yang ngaji iqra!" sahut anak laki-laki berusia lima tahun.

"Nggak! Aku duluan yang sampai tadi." Anak laki-laki lainnya menyela, seraya menyikut dengan lengannya.

"Eh, enak aja. Aku duduk paling dekat dengan Ustadz, artinya aku dulan yang ngaji, woee!" Anak perempuan yang masih SD itu, menjulurkan lidahnya.

Ahmad, yang tengah kalut, mendengar ocehan murid-muridnya, seolah terhibur. Ia pun tertawa kecil.

"Tenang anak-anak, kalian semua pasti kebagian kok. Ustadz, tunjuk aja ya siapa yang duluan."

Mereka pun mengangguk pasrah.

sejenak gelisah yang dirasanya pun lenyap bersamaan dengan ramainya musola dengan bacaan iqra dari anak-anak itu .

Kasih sayang Tuhannya memang seindah itu. Memberikan Ahmad obat hati, lewat celoteh anak muridnya.

*

Malam kian gelap. Sesampainya di rumah, lelaki itu menaruh peci putih, di pangkuannya. Bayangan Siska kembali muncul di benaknya.

"Siska semoga kau baik-baik saja dimana pun itu tempatnya."

beberapa saat kemudian Fatma datang dengan membawa dua cangkir teh untuk menyuguhi Ahamad yang sedang mumet, lalu menasehatinya sambil memijat halus pundak Ahmad.

"Nak kamu jangan terlalu memimirkan Siska, dia juga belum tentu memikirkanmu. Jaga kesehatanmu juga jangan sampai gara-gara mikirin dia kamu jatuh sakit."

Ahamad malas untuk mengomentari kata-kata. ibunya dan tanpa sadar, bibirnya melengkung dibarengi rasa sesak menahan rindu.

"semakin hari justru aku semakin merindukanmu Sis, di mana sebenarnya kamu Sis?" Ahamad membatin.

Fatma merasa jengkel saat dirinya yang tengah berbicara pada Ahmad tapi justru malah diabaikan oleh Ahmad.

"Ahamad ibu sedang berbicara denganmu, kenapa kamu malah acuh seperti ini?" protes Fatma

Fatma pun duduk di sebelah Ahamad dengan muka yang kusut sehingga membuat wajahnya semakin lebih tua.

Ahamad menghela nafas, melirik ibunya yang sedang merajuk,

"bu Ahmad tidak bermaksud seperti itu, hanya saja Ahamad sedang tidak ingin berdebat."

Ahmad meraih satu gelas teh yang telah dihidangkan oleh Fatma di atas meja, lalu meminumnya hingga gelasnya kosong.

"Terimakasih teh nya bu, sebaiknya ibu istirahat karena ini sudah malam. Ahamad pun sudah ngantuk bu."

Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, Ahmad langsung bangkit dan berlalu menuju kamarnya. Fatma semakin kesal dengan sikap Ahmad yang mengacuhkannya.

"tidak sopan kamu Ahmad, orang tua sedang bicara, bukannya dijawab malah disuruh istirahat." Grutu Fatma.

*

Ahamad segera masuk ke kamarnya, dia sama sekali tidak ingin meladeni ocehan ibunya. Bukan tidak peduli tapi dia benar-benar ingin menjaga perasaannya supaya tidak berkata kasar atau berkata yang menyakitkan.

Ahamad pun duduk ditepian ranjang lalu tanpa sengaja menatap bingkai Fhoto yang tergantung di dinding kamarnya. Maka tiba-tiba saja berkelebatan kenangan bersama Siska. Ahamad pun tak kuasa menahan tangis mengenang masa-masa awal pertemuan dengan Siska Mahasiswi yang angkuh dan sedikit sangar yang kini telah menjadi istrinya. Namun sudah beberapa hari pergi dari rumah yang meninggalkannya dalam kenestapaan dan rindu.

Ahmad mencoba melawannya, dia tidak ingin terus-terusan larut dan tenggelam dalam kerinduan. Ahamad bangkit dari duduknya, lalu memutuskan untuk mengambil air wudhu karena merasa begitu gelisah.

"aku tidak boleh kalah dengan keadaan, aku harus kuat suapaya aku bisa menjemput istriku." gumam Ahmad mencoba menyemamgati diri sendiri.

Ahamad bertekad untuk mencari tahu kemana istrinya pergi, dan untuk mencari tahu itu maka Ahamad tidak boleh kalah apalagi menyerah pada keadaan.

"Aku juga harus rajin bekerja supaya bisa mengumpulkan uang lebih banyak lagi."

Kerinduannya pada seorang istri membuatnya semakin tahu tentang perasaannya pada istrinya. bahkan dia bertekad untuk melakukan apa pun termasuk harus giat bekerja, selama pekerjaan itu halal maka akan dia kerjakan.

meskipun sejujurnya niatan untuk menjemput kembali istrinya itu masih dirahasiakannya dari ibunya. Tapi dia berkeyakinan kalau dirinya akan menemukan dan akan kembali besatu dengan Siska.

Ahamad berjanji suatu saat akan membuat ibunya bisa menerima kehadiran Siska seperti saat pertama kalinya Siska datang ke rumahnya sebagai menantu.

"Ahmad janji bu, insyaallah Ahmad akan buktikan kalau Siska adalah menantumu yang baik. semoga pikiran dan hati ibu akan kembali untuk menerima Siska kembali seperti sediakala."

Setelah Ahmad mengambil air Wudhu lalu dia mendirikan sholat sebanyak 2 raka'at, dna memohon ketenangan kepada sang maha pemilik ketenangan. Tangannya terangkat,

"Ya Rabb yang maha sempurna, berikan aku ketenangan dan berikan aku kemampuan untuk bisa menghadapi ujian ini."

Usai bermunajat, Ahmad pun mencoba untuk memejamkan matanya, dia naik ke ranjang lantas rebahan sambil menatap sejenak lagit-langit kamarnya lalu menutup matanya perlahan. Berharap dia. bisa tidur dengan tenang.

*

Waktu subuh pun tiba, Ahamad sudah bersiap-siap untuk berangkat ke mesjid dengan mengenakan baju koko abu-abu dan juga sarung berwarna hitam.

"Bu, Ahmad berangkat dulu ke mesjid, pintu rumah kunci saja karena Ahmad mau i'tikaf di sana sampai jam 7 ya bu.

Ahmad merasa sedikit lebih baik ketika dirinya melihat anak-anak yang semangat untuk ngaji bersamanya.

"Horeee kita ngaji lagi sama ustadz Ahmad" teriak anak-anak lepas kontrol sehingga ada orang tua yang merasa tergaggu dan mengomeli mereka.

"Dasar anak-anak, hei kalian jangan teriak-teriak di mesjid, berisik.

sebagian anak-anak ada yang merasa takut dan ada juga yang acuh tak acuh. Lalu Ahmad pun datang segera mendekati anak-anak itu untuk sedikit menasehati mereka.

"sini duduk dulu dengan ustadz."

anak-anak pun mendekat duduk bersamanya.

"bukan kalian gak boleh teriak tapi jangan di mesjid yah, kalau mau teriak boleh nanti di luar mesjid biar tidak ada yang tergaggu yah."

Setelah itu Ahmad pun menyusun anak-anak itu di shaf ke tiga.

"nah kalian di sini yah, kalau sholatnya gak sambil main-main dan serius, adek-adek boleh sholatnya di shaf depan."

"Baik pak ustadz, kami mau sholat dengan benar, jadi boleh ke depan ya pak ustadz?"

Ahmad mengangguk sambil tersenyum.

Bersambung...