Ahmad berangkat menuju tempat kerjanya jauh lebih pagi dari biasanya, setelah pamit pada ibunya dia pergi saja, bahkan dia tidak menyempatkan untuk sarapan atau membawa bekal untuk makan siangnya. Meskipun Fatma merasa sedikit heran, tapi dia membiarkan Ahmad untuk tetap pergi.
Hari yang menyibukkan bagi seorang Ahmad, karena dia harus ke kantor pos terlebih dahulu sebelum masuk kerja, sementara jarak kantor pos dan tempat kerjanya cukup jauh. Kiloan miter harus dia tempuh dengan jalan kaki karena sepagi itu belum ada kendaraan yang beroprasi menuju kantor pos.
Belum lagi ketika sampai di kantor pos, dia harus menunggu cukup lama karena kantor pos masih tutup.
"Tak mengapalah aku menunggu seperti ini di sini dari pada aku terlambat mengirimkan surat ini padamu Siska." Gumam Filza sambil duduk di kursi berwarna orange yang disediakan kantor pos di terasnya.
Ahmad rela menunggu di kantor pos sampai buka, karena dia berpikir kesiangan sedikit ke tempat kerja tidak mengapa. Menuju tempat kerja dia bisa naik angkutan umum sehingga tidak perlu berlelah-lelah lagi berjalan seperti yang dia lakukan tadi pagi saat dia berangkat.
Tiga puluh menit sudah Ahmad menunggu di kursi dan akhirnya tepat pukul 08:00 kantor pos pun di buka oleh seorang karyawan. Ahmad memancarkan sorot matanya yang ceria, segera dia bangkit dari duduknya dan langsung menghampirinya,
"Assalamu'alaikum bang, mohon maaf apa sudah bisa saya mengirim surat ini." Tanya Ahmad pada karyawan itu, memastikan kalau dirinya sudah bisa melakukan transaksi sambil menunjukan surat ditangannya.
Karyawan yang kelihatannya usianya tidak jauh beda dengan Ahmad itu, dia menyambut sapaan Ahmad dengan senyum ramah dan sopan.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, oh iya kak, tentu saja boleh, kan kakak sudah lihat sendiri posnya sudah buka, itu tandanya kakak boleh melakukan transaksi." Jawab karyawan itu sambil mempersilahkan masuk pada Ahmad.
"Alhamdulillah, terimakasih ya bang, mungkin saya adalah pengunjung pertama ini, maaf jika saya mengganggu aktifitasnya kak." Ungkap Ahmad karena merasa kepagian mendatangi kantor posnya.
"tidak mengapa kak, memang sudah menjadi tugas kami untuk melayani pelanggan."
Filza pun segera masuk dan menuju meja resepsionis, untuk memberikan surat yang akan dikirimkannya pada Siska. Kemudian karyawan muda itu pun meminta beberapa keterangan dari Ahmad. Setelah semuanya dianggap sudah Jelas maka Ahmad pun membayar uang prangkonya.
Karena jarak yang di tempuh cukup jauh sehingga Ahmad pun harus merogoh uang cukup lumayan untuk membayar prangko itu. Ahmad pun menyerahkan uang 10 ribuan sebanyak dua lembar.
Setelah dirasa semua sudah beres, Ahmad langsung pamit pada karyawan itu, namun sebelumnya dia memastikan dengan menanyakan dulu waktu sampainya kapan.
"Suratnya akan sampai di sana berapa hari ya bang kira-kira?" Tanya Ahmad memastikan.
"Mungkin sekitar tujuh harian kak, karena ini tempatnya cukup jauh, tapi tenang saja insyaallah sampai kok kak." Jawab Karyawan itu meyakinkan Ahmad.
Ahmad pun tersenyum, merasa tenang saat mendapatkan jawaban itu dari karyawan kantor pos.
"Aamiin, semoga ya kak, kalau begitu terimakasih. Asslamu'alikum." Ungkap Ahmad sekaligus pamit.
Ahmad pun dengan segera menuju jalan raya untuk menunggu angkutan umum menuju tempat kerjanya.
*
Ahmad memgirimkan surat untuk Siska sengaja tanpa menuliskan nama pengirim, berharap dengan begitu suratnya kali ini sampai pada Siska. Ahmad tersenyum sendiri saat membayangkan ketika dia bisa memeluk anak dan istrinya yang jauh di sana.
Sedang asyiknya melamun dia dikagetkan oleh suara kencang dari salah satu rekan kerjanya di tempat bangunan.
Daaaar....
"Pagi-pagi sudah senyum-senyum sendiri, ketiban genteng baru tahu rasa kamu, aku bukannya gak seneng yah lihat kamu bahagia tapi mbo ya ngelamun tahu tempat dong Ahamad, jangan di bawah sini juga kali. Lihat tuh di atas lagi pada ngebenerin genteng, mau kamu ke timpaan genteng itu. Ayo ah kerja nanti pak mandor datang, bisa-bisa gaji kita dipotong gara-gara ketahuan lagi ngobrol saat jam kerja." Ungkap Mamat teman kerja Ahmad.
Ahmad kaget, dan geleng-geleng kepala mendengarkan omelan temannya itu.
" Mat mamat, aku gak ngelamun kok, emang aku gak boleh apa kerja sambil senyum, lihat nih aku tuh lagi ngambilin paku buat makuin itu tiang dekat pintu." Jawab Ahmad sambil menepuk pundak mamat, lalu dia pergi.
*
Sore sekitar pukul 17.00 WIB Ahamd baru bisa pulang ke rumah, karena memang kerja menjadi kuli bangunan tidak bisa meminta jatah waktu kurang dari pukul 17:00 WIB. Bahkan teman-temannya yang lain ada yang kerja sampai jam delapan malam, tentu saja upah yang didapatpun lebih banyak.
Sebenarnya Ahamad pun ingin kerja lembur seperti yang lain, tapi ibunya tidak mengizinkan, selain itu Ahmad juga tidak mau menghabiskan waktunya untuk menjadi kuli bangunan. Tidak mengapa jika pagi hingga sore dia menjadi kuli bangunan tapi setidaknya malam hari dia bisa menjadi diri sendiri sesuai dengan keinginannya.
Malam hari dia gunakan untuk membaca atau menulis, selebihnya tentu saja untuk istirahatnya.
Sore hari sepulang bekerja, ibunya sudah menyiapkan makan malam untuknya, tentu saja Ahmad pun merasa senang dengan kebaikan ibunya. Kalau Ahmad tidak sibuk kadang pagi-pagi sebelelum bernagkat kerja, dia suka menyempatkan diri untuk membantu ibunya memasak.
Tapi kalau sore memang pasti makanannya sudah tersedia, dan Ahmad tinggal menikmatinya saja seperti saat ini, dia tinggal makan saja. Di dapur di meja makan Ahmad dan Ibunya sudah bersiap untuk makan malam.
Fatma mengambil piring untuk diisi dengan sigap Ahmad mengambilkannya sekaligus ditambah dengan lauk yang terhidang,
"Ibu mau tambah apa lagi?" Tanya Ahamad setelah mengisi nasi dan ayam goreng di piring yang dipegang oleh ibunya.
"Ibu kayanya mau tambah sambal dan lalapannya Ahmad, seger banget lihat timun dan daun singkok itu." Nawab Fatma sambil menunjuk ke arah lalapan.
Ahmad pun segera mengambilkan untuk ibunya.
"Nih bu, makan yang banyak ya bu, biar ibu tetap sehat dan kuat." Ungkap Ahmad.
"Supaya ibu bisa gendong cucu ibu nanti." Gumam Ahamad dalam hatinya.
Kemudian Ahmad pun mengambil nasi dan lauknya, setelah itu mereka pun menikmati makan malamnya dengan penuh kesyukuran.
Selsai makan Ahmad membantu ibunya merapikan barang-barang yang ada di meja makan, kemudian dia mencuci piring bekas makannya ke tempat cuci piring. Ibu Ahmad keberatan, Ahmad kamu itu anak lelaki, masa cuci piring, sini biar ibu aja yang nyuci." Ungkap Fatma saat melihat anaknya hendak mencuci piring.
"Gak apa-apa bu, kan meskipun aku anak lelaki tapi tetap harus bisa masak dan cuci piring, lagian bu ini gak seberapa dibanding pengorbanan ibu selama ini, aku senang kok bu bisa melakukan ini," Jawab Ahmad sambil mulai mencuci piringnya.
Hal semacam itu bukanlah pekerjaan yang memalukan bagi seorang lelaki, justru Ahmad merasa harus melakukannya sebagai bentuk baktinya pada seorang ibu. Fatma pun tidak bisa menghalangi niat baik anaknya, akhirnya membiarkannya dan meninggalkan Ahmad di dapur.
Bersambung...