Chereads / Terjerat Cinta Lokasi / Chapter 7 - Api Cemburu

Chapter 7 - Api Cemburu

Setelah Ahamad selsai diobati oleh Siska, dia pun berterimakasih dan segera pamit karena Doni sudah memanggil-manggil namanya dari luar.

"Woy yang di dalam, katanya pemandu, kok pemandu malah diam aja disini. Buruan anterin kami ke rumah pak Rw, kami sudah capek nih mau istirahat." Teriak Doni.

Mendengar teriakan Doni, Ahamad pun segera bergegas,

"Terimakasih ya Sis, karena sudah mau mengobati lukaku ini. Hmmm...aku pamit dulu, semoga kalian kerasan tinggal dikampung kami ini." Ungkap Filza terbata dan salah tingkah hingga tas Siska hendak di bawanya.

"Terimakasih sih terimakasih tapi tas gue jangan dibawa juga kali." Ungkap Siska sambil menahan tawanya.

Mata Ahmad langsung melirik tas yang sedang ada digenggamannya, Ahmad pun segera menyadarinya bahwa tas yang diraih bukan miliknya. Ahmad segera meletakan tas Siska dan mengambil tas selempang miliknya yang tergeletak di kursi.

"Eh iya, sory sory salah ambil." Ucapnya dengan wajah sedikit memerah

Dengan buru-buru Ahmad keluar rumah dan tidak lupa mengucapkan salam sebelum dia berlalu.

"Asslamu'alaikum." Ucap Ahmad dengan tidak lagi menengok ke arah rumah yang ditempati Siska itu.

Di pekarangan rumah, Ahmad disambut dengan sinis oleh Doni, dia berdiri tepat di depan pintu menatap Ahamad yang baru saja keluar.

"Ngapain aja sih, lama banget, lagian yah kamu jadi cowok cemen banget, masa gitu aja pake minta diobatin segala, manja loe." Sarkas Doni.

Ahmad berjalan ke hadapan Doni, dan tidak mempedulikannya sama sekali, dia kemudian berjalan menelusuri kebun sayur milik warga. Meskipun Doni geram karena diabaikan olehnya namun mau tidak mau dia tetap harus mengikuti kemana Ahamad berjalan, karena dialah yang tahu jalan menuju rumah yang dituju.

Tibalah di sebuah kolam yang ada tempat pemandiannya, Ahamad pun terus berjalan menuju pemandian itu dan otomatis Doni dan teman-temannya pun mengikuti kemana Ahmad melangkahkan kaki.

Ahmad kaget saat menengok ke belakang, mereka ternyata benar-benar menguntit seperti perangko.

"Lha kenapa kalian mengikutiku, aku tuh kebelet mau buang air kecil, emang kalian juga kebelet?" Tanya Ahmad seolah heran.

Padahal dalam hatinya dia bersorak,

"Kena kan kalian semua aku kerjain, lagian selama dijalan diem-diem bae, makanya nanya dong." Gumam Ahamad dalam hatinya.

Doni dan yang lainnya menatap tajam pada Ahamad, merasa dipermainkan

"Huuuuh...dasar, bilang dong kalau kamu mau buang air kecil, biar kami gak usah capek-capek jalan ke sini." Teriak rombongan Doni terdengar kecewa.

Mereka pun berjalan kembali ketepian jalan, dan menunggu Ahmad di sana. Mereka menunggu cukup lama ditepian jalan sambil panas-panasan. Sedangkan Ahmad lagi-lagi usil ternyata dia sudah berada di teras sebuah rumah tepat di sebrang jalan tempat mereka berdiri. Jaraknya sekitar 5 meter.

Ada yang menyadari keberadaan Ahmad yang tengah duduk santai di teras rumah itu.

Ahmad pun duduk dengan santainya, kakinya dia selonjorkan, lalu saat salah satu teman Doni ada yang melihatnya, Ahmad pun melambaikan tangannya meminta untuk menghampirinya.

"Don lihat, itu si anak kampung itu kan?, dia melambaikan tangan pada kita kayanya." Ungkap temannya Doni.

Doni memperhatikan dengan seksama orang yang dimaksud temannya,

Doni mengepalkan tangannya

"Kurang ajar dia, kita nungguin dia di sini sambil panas-panasan nah dia tiba-tiba ninggalin kita dan dengan seenaknya santai-santai memanggil kita. Udah kita gak usah nyamperin dia, biar dia aja yang nyamperin kita ke sini." Ungkap Doni menahan egonya.

Sepuluh menit berlalu mereka masih menunggu, 15 menit kemudian mereka masih menunggu, dan mereka tidak melihat ada tanda-tanda kalau Ahmad akan bergerak menemui mereka. Doni pun kesal, habis sudah kesabarannya setelah setengah jam lebih menunggu Ahamad, dia berteriak dengan lantang.

"Woy anak kampung, katanya mau nganterin kita, nah kenapa loe malah santai-santai di situ, gue laporin ke pak Kades baru loe tahu rasa nanti." Teriak Doni mengertak Ahamad.

Ahmad yang sedang tiduran diteras pun terbangun, dan membalasnya dengan teriakan balik.

"Hei kalian, ngapain masih di sana, ini lho rumah yang aku maksud. Ini adalah rumah yang akan kalian tinggali." Teriak Ahamd sambil terkekeh.

Doni meracau saking kesalnya sama Ahamad, dia teriak-teriak gak jelas, namun tentu saja diingatkan sama teman-temannya,

"Sudah Don jangan marah-marah, malu sama warga, nanti malah kita dilaporin gak baik ke pembimbing, kan gawat bisa membuat kita gagal lulus tahun ini kalau kaya gitu." Ungkap salah satu teman Doni yang sadar kalau mereka jadi pusat perhatian warga sekitar.

"Awas aja si Ahamad kalau dia bohong, kalau dia cuma mau ngerjain kita, habis nanti aku bebek, aku jadikan geprek." Grutu Doni sambil terpaksa melangkahkan kaki menuju ke arah Ahamd.

Mereka berjalan dengan ogah-ogahan, sementara bapak-bapak yang membawakan gerobak mereka sudah duduk bersama Ahamad. Dengan emosi Doni menghampiri Ahamad dan membisikan sesuatu.

"Hehh...apa-apaan kamu, berani-berani yah kamu ngerjain kita nyuruh nunggu di tepian jalan sana, sementara kamu enak-enakan santai sambil tiduran di sini." Bisik Doni terkesan tidak terima.

"Oh iya satu lagi, kamu jangan berani-beraninya deketin cewek gue ok." Ungkapnya kemudian.

Ahamd tertawa ringan, menatap Doni dengan datar.

"Pertama aku tidak mendekati cewekmu, lagian aku juga gak kenal, yang kedua, aku tidak merasa mengerjaimu, tujuanku memang mau mengajak kalian ke rumah pak Rw tapi tadi aku kebelet buang air. Aku tidak menyuruh kalian menunggu ditepian jalan, kaliannya aja yang gak mau bertanya." Jawab Ahamad dengan tegas.

"Hei siapa namamu, oh ya..ya..Ahamad ya, Hei Ahamd jangan pura-pura tidak kenal dengan cewekku Siska, awas saja kalau ketahuan kamu mendekatinya." Ungkap Doni sarkas.

Ahamad merasa tidak kenal dengan nama perempuan yang dibicarakan oleh Doni, dan dia juga tidak tertarik untuk kenal, sehingga Ahamad membiarkan Doni mengoceh sesukanya, dan dia lebih memilih untuk berkenalan dengan anggota yang lain.

Setelah dirasa tugasnya hari itu telah selsai, Ahamad pun pamit, karena dia pun merasa kelelahan dan butuh untuk istirahat.

"Baiklah kakak-kakak, karena tugas aku hari ini sudah selsai, aku mau pamit dulu, kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk menemui aku. Oh iya rumahku tidak jauh dari sini kok, cukup berjalan 10 Meter aja kalian sudah bisa menemukanku di sana." Ungkap Ahamad.

Para mahasiswa pun berterimakasih pada Ahamad karena sudah mengantarkan mereka ke tempat yang akan mereka tinggali. Hanya ada satu mahasiswa yang terdiam, tidak mengucapkan terimakasihnya padanya, yaitu Doni yang masih merasa kesal dengan Ahamad.

Setelah berpamitan Ahamad segera pergi menuju rumahnya, sebelum ke rumah dia mampir ke warung buat membeli makanan kesuakaan ibunya yaitu ketoprak.

Meskipun Ahamd bukan orang kaya tapi bukan berarti Ahamad tidak bisa membahagiakan Ibunya, dia akan selalu berusaha untuk membahagiakan ibunya, terlebih setelah ayahnya meninggal. Ahmad pun menjadi tulang punggung bagi keluarganya.

Ahamad rela tidak melanjutkan sekolahnya, karena tidak ingin meninggalkan Ibunya kala itu, padahal dia adalah anak yang cerdas dan tawaran beasiswa pun silih berganti berdatangan.

Namun tidak ada satupun yang dia ambil, karena Ibunya tidak mengizinkan dia jika harus sekolah di kota. Sejujurnya jauh dilubuk hatinya yang terdalam dia masih tetap menyimpan keinginannya untuk bisa kuliah seperti kebanyakan orang, meskipun dia sadar hanya lulusan bangku sekolah menengah pertama. Tapi entah kenapa dia memiliki keyakinan yang begitu kuat untuk bisa meraih cita-citanya.

Bersambung....