Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Hidden Valley

🇮🇩Rachma_Nisa
--
chs / week
--
NOT RATINGS
10.6k
Views
Synopsis
Anasthasia adalah gadis pendiam, dia baru saja pindah ke desa terpencil yang selalu diselimuti kabut. Dia pergi ke sekolah tua yang tidak memiliki banyak siswa, secara tidak sengaja memasuki negeri tersembunyi bernama Valendis, dan langsung dinobatkan sebagai Ratu penyihir di sana. Merima tanggung jawab untuk menyelamatkan Valendis dari Villyan sang raja iblis dan membalaskan dendam akan kematian pamannya. Anasthasia mempelajari ilmu sihir secara diam-diam ditemani oleh Luke, seorang manusia serigala yang merupakan prajurit setia kerajaan Valendis. Apa jadinya jika Anasthasia jatuh cinta pada Dion yang merupakan anak dari sang Raja Iblis? Bisakah Anasthasia memikul tanggung jawab di pundaknya sebagai seorang Ratu, menyikap identitas asli orang tuanya, membalaskan dendam untuk sang Paman dan mengalakahkan Villyan? Akankah cintanya akan bertahan di tengah problematika yang dihadapi?
VIEW MORE

Chapter 1 - Dirundung

"Imperto Losete!" pekik seorang wanita sambil mengacungkan sebuah tongkat runcing berwarna emas ke arah keranjang bayi, dimana seorang bayi tengah menggigit jempolnya dengan tenang. Seketika keranjang beserta bayi yang berada di dalamnya pun menghilang entah kemana.

"Kau sangat ingin menyelamatkan anakmu, huh?" tanya seorang lelaki yang sekujur tubuhnya dipenuhi oleh api yang membara. Mata lelaki itu nampak merah semua, tubuhnya yang berotot tak terbakar oleh api yang menyelimuti tubuhnya. Lelaki itu terus mendekati sang wanita sambil menatapnya penuh dengan kebencian. "Ini adalah akhir dari kehidupanmu, Valen!" lanjut lelaki itu lagi sambil melemparkan bola api berwarna biru ke arah sang wanita yang tengah terbujur di atas tanah yang basah. Wajahnya pilu, kotor oleh darah-darah kering yang menghiasi tubuhnya. Pertempuran yang berjalan selama tiga hari dua malam itu membuat tubuhnya lemah, terlebih lagi ia baru saja melahirkan sang anak pertama, kekuatannya sudah terkuras habis, tak ada lagi perlawanan yang bisa ia lakukan.

Valencia Van Der Haag, Ratu para penyihir di Negeri Valendis. Ratu penyihir terkuat yang selalu diagung-agungkan oleh bangsanya selama tujuh ratus tahun lamanya harus mengakhiri masa kejayaan beserta kehidupannya malam ini. Suaminya telah terlebih dahulu dibunuh oleh Villyan, sang Raja Iblis yang merasa dikhianati oleh Valencia. Kerajaannya telah hancur, beberapa penyihir telah ditawan dan dihukum pancung, dimasukkan ke dalam api neraka, dan dimakan oleh para mahluk penghuni dunia bawah. Sedangkan sisanya berhamburan, menghilang tanpa jejak.

Villyan tersenyum getir melihat tubuh Valencia yang terbakar oleh api dan perlahan memudar menjadi abu. "Tak seharusnya kau mengkhianati cintaku dan lebih memilih mahluk rendahan itu," ucap Villyan sambil menatap nanar abu Valencia.

Tujuh belas tahun kemudian

"Kamu akan menemui takdirmu sendiri." suara Nyonya Grate terdengar jelas di telinga Anasthasia, suara itu selalu terulang di tiap kali dirinya akan terbangun dari tidur, seolah sosok wanita yang sudah menjadi ibunya selama 10 tahun tersebut masih ada di sampingnya dan mengulang kalimat yang sama di pagi hari hanya untuk mengingatkan gadis kecilnya yang kini sudah menginjak usia 17 tahun. Padahal sosok Nyonya Grate sendiri sudah tiada sejak beberapa tahun silam. Penyakit jantung yang dideritanya telah mampu mengambil umur Nyonya Grate yang saat itu masih berumur 37 tahun.

Anasthasia terbangun dari tidurnya tepat setelah kalimat itu terdengar. Sudah sebulan ini ia selalu mendengar kalimat yang sama dalam mimpinya, dan sebulan itu juga dia selalu terbangun usai mendengar kalimat tersebut. Anasthasia mengerjapkan matanya, mengamati sekitar. Syukurlah ia masih berada di tempat yang sama. Kamar tidur berukuran 4x3 meter berlantaikan kayu jati dengan cat coklat tua di dinding sudah sangat familiar dalam ingatannya. Kamar yang sudah ia tempati selama 17 tahun tersebut tampilannya tidak pernah berubah, terkecuali bagian langit-langit ruangan yang warnanya sudah mulai menghitam akibat dimakan waktu.

"Ah, rupanya kau sudah bangun." Suara parau milik Tuan Gothe muncul bersamaan dengan kemunculan dirinya dari balik pintu kamar Anathasia. Kemeja biru tua berlengan panjang dengan jeans coklat muda dikenakan tuan Gothe dengan rapih untuk memulai harinya sebagai seorang scientist di laboratorium kota Harbour.

"Kau akan pergi sekarang?" tanya Anasthasia pada tuan Gothe yang merupakan pamannya, adik satu-satunya dari Nyonya Grate. Nyonya Grate dan Tuan Gothe hanya memiliki satu sama lain, hingga saat Nyonya Grate menutup usia, ia hanya bisa menyerahkan hak asuh Anasthasia pada sang adik dikarenakan ayah dari Anasthasia sendiri yaitu Tuan Lean telah meninggalkan mereka tanpa kabar sejak Anasthasia masih berusia lima bulan.

"Ya. Aku harus melakukan penelitian di pukul tujuh nanti, dan itu membuatku tidak dapat mengantarmu ke sekolah. Apakah kau akan baik-baik saja dengan itu?" tanya Tuan Gothe, ada kekhawatiran yang tersirat di mata hijau almond miliknya. Meskipun Tuan Gothe dan Anasthasia bukanlah ayah dan anak, namun kedekatan mereka sudah sangat seperti ayah dan anak pada umumnya. Ada cinta dan kasih sayang dalam diri Gothe terhadap sosok Anasthasia yang telah ia rawat selama tujuh tahun terakhir ini.

"Tentu saja. Pergilah. Tidak perlu mengkhawatirkanku." jawab Anasthasia dengan santai sambil menaikan kedua bahunya.

Tuan Gothe berjalan mendekati gadis itu dan mencium keningnya dengan lembut, "Anak baik…" Ia mengacak-acak rambut Anasthasia dengan gemas, "Sarapanmu sudah ku siapkan di meja makan. Habiskanlah, jangan sampai aku melihat sisa makanan sepulang dari lab nanti." Lanjut Gothe sambil mengenakan mantel coklat yang semenjak tadi tergantung di tangannya.

"Ya, tentu saja" jawab Anasthasia dengan singkat, ia memperhatikan gerak-gerik pamannya yang terlihat sangat tergesa-gesa, membuat gadis itu berpikir bahwa menjadi dewasa pastilah tidak menyenangkan karena tidak dapat bersantai barang sedetikpun.

Tuan Gothe menyalakan mobilnya yang terparkir di halaman. Sebuah sedan tua keluaran tahun 90-an berwarna biru sapphire tersebut selalu menjadi kendaraan andalan Gothe kemanapun ia pergi. Di balik sosoknya yang nampak modern, Gothe adalah seorang pria berusia 45 tahun yang sangat menyukai barang antik, bahkan rumah yang mereka tempati sudah seperti museum tersembunyi semenjak Gothe pindah ke rumah itu. Hal tersebutlah yang membuat Anasthasia tumbuh sebagai seorang anak pecinta sejarah. Barang-barang antik yang dibawa dan disimpan oleh pamannya di dalam rumah tersebut memiliki kisahnya masing-masing, kisah yang selalu menarik perhatian dalam dirinya untuk terus mendengarkan. Salah satunya adalah kisah tentang cangkir kopi berbahan seng yang sering digunakan Gothe untuk minum. Cangkir tersebut adalah cangkir yan digunakan oleh tentara Thamarin di dalam perang dunia kedua. Cangkir bercorakan hijau tua dengan garis putih yang tergambar dengan abstrak tersebut merupakan sebuah barang yang ditemukan dari balik sisa-sisa reruntuhan bangunan Thamarin yang hancur akibat serangan bom dari Negara Gavin. Melalui cangkir tersebut, Anasthasia jadi tau tentang sejarah perang dunia kedua yang terjadi sebelum dirinya lahir.

*****

Anasthasia mengeratkan pegangan tangannya pada tali ransel yang melekat di atas punggungnya. Perasaan Anasthasia tidaklah baik hari ini. Kepala gadis itu selalu tertunduk saat berjalan. Ia tidak berani menatap teman-teman satu sekolahannya.

"Bruuuk" seseorang menabrak Anasthasia dengan sengaja hingga membuat buku yang ia bawa di tangannya itu terjatuh ke tanah, berserakan dan terkena kotor. Anasthasia berjongkok hendak mengambil bukunya, namun sepatu kets berwarna hijau terang dengan tali warna-warni menahan buku tersebut untuk diambil oleh sang pemilik. Sepatu kets hijau tersebut menginjak buku Anasthasia, memberikan jejak kotor dari sepatunya pada sampul buku. Anasthasia mendongak ke atas sambil membenarkan kaca mata yang sedari tadi melorot di wajahnya.

Mata biru Anasthasia bertemu dengan mata hitam pekat milik Angelic. Gadis bernama Angelic tersebut tersenyum dengan penuh kengerian pada Anasthasia. Ia terlihat senang melihat sosok gadis lemah di hadapannya.

"Kau pasti tidak membutuhkan buku ini lagi kan sampai kau menjatuhkannya begitu saja?" tanya Angelic dengan segala ke-so tahuannya.

Anasthasia hanya diam, sebab ia tahu bahwa jika ia menjawab celotehan gadis gimbal bertubuh tambun dihadapannya itu hanya membuang-buang waktu dan malah bisa menyebabkan pertengkaran yang panjang antara dirinya dengan Angelic. Dia sudah berjanji pada Paman Gothe untuk menjalani hidup damai di kota Harbour, karena jika sampai terjadi keributan maka Paman Gothe beserta dirinya haruslah pindah ke kota lain dan meninggalkan karir scientist nya yang sedang cemerlang. Tentu saja Anasthasia tidak ingin menjadi alasan kepindahan Pamannya. Itulah mengapa gadis itu hanya diam meskipun tahu bahwa dirinya sedang ditindas oleh seseorang yang berada di kelas yang sama dengannya. Anathasia berdiri, ia berpura-pura tidak melihat dan mendengar Angelic. Baru saja ia ingin pergi dari tempat itu dengan tenang, tangan tambun penuh lemak milik Angelic malah menahannya.

"Hei! Apa kau tidak mendengar perkataanku?!" tanya Angelic dengan kesal, wajahnya yang bulat akibat tumpukan lemak itu kini semakin membulat akibat pipinya yang ia kembungkan.

"Kau boleh mengambil buku itu, jadi lepaskanlah aku!" ucap Anasthasia, tidak ada penekanan di dalam suaranya, ia memanglah gadis yang pandai dalam mengontrol emosi. Meskipun hatinya merasa geram terhadap perlakuan semena-mena Angelic padanya, namun ia coba untuk melupakan agar tidak memperpanjang masalah yang ada. Berbeda dengan sosok Anathasia yang tenang, Angelic adalah seseorang yang senang dengan keributan. Ukuran tubuhnya yang besar dibanding anak lain beserta kedudukannya sebagai anak Wali Kota Harbour memanglah menguntungkan dirinya, hingga ia bisa membuat takut anak lain jika sampai berhadapan dengan dirinya. Siapa juga yang tidak takut? Salah-salah menghadapi gadis tambun itu, maka Wali Kota akan segera mengusirmu dari kota Harbour yang modern dan aesthetic.

"Kau pikir aku pengemis yang akan senang mendapatkan buku kucel milikmu itu?!" ucap Angelic dengan suara yang merendahkan. Ia menginjak-injak buku milik Anasthasia hingga isi buku itu berhamburan keluar dan sampul buku tersobek-sobek. "Ambillah buku itu dengan mulutmu!" perintah Angelic dengan senyumanan iblis miliknya. Ya, ia memang sengaja melakukan itu untuk membuat orang-orang tersadar akan betapa berkuasanya dia di kota Harbour tersebut.

Anasthasia teringat akan ucapan ibunya, yakni Nyonya Grate. Wanita itu pernah mengatakan pada dirinya untuk tidak menyerahkan diri pada orang-orang jahat, bahwa ia harus mampu melindungi dirinya sendiri, bahwa ia harus menjadi sosok yang tangguh agar orang lain tidak mampu mengolok-olok dirinya, ia harus melakukan itu, karena jika tidak, maka Nyonya Grate akan bersedih. Sangat bersedih. Karena tahu bahwa orang yang dicintainya malah disakiti oleh orang lain. Ucapan dari Nyonya Grate tersebut membuat Anasthasia enggan untuk bersikap baik lagi pada sosok Angelic yang menurutnya sendiri, perlakuan menyebalkan dari gadis itu sudah keluar dari batas wajar. "Mungkin aku harus memberinya pelajaran." Pikir Anasthasia.

"Aaaaarkh" Anasthasia menggigit pergelangan tangan Angelic dengan keras hingga gadis tambun itu berteriak dengan lantang, wajahnya berubah menjadi merah padam akibat emosinya yang memuncak. "AAAAAA lepaskaaaaan! Cepat lepaskan gadis ituuuuu!" teriak Angelic dengan histeris sambil menunjuk-nunjuk lengannya. Kawanannya yang sedari tadi hanya diam di belakang Angelic akhirnya bergerak, mereka memegangi tangan Anasthasia dan menariknya ke belakang agar gadis itu melepaskan gigitannya. Namun Anasthasia tak langsung melepaskannya begitu saja, ia memberontak dan mempertahankan gigitannya hingga darah mengucur di tangan Angelic, semua orang di sekitar sana memandangi kejadian itu dengan ngeri hingga kepala sekolah Fredrick pun ikut turun tangan untuk memisahkan dua gadis tersebut.

Kepala sekolah Fredrick adalah sosok yang apatis, sebenarnya lelaki berumur lima puluh tahun berkepala botak dengan kumis tebal menempel di wajahnya itu sama sekali tidak pernah peduli dengan segala macam kejadian yang terjadi di sekolah yang ia pimpin. Ia hanya akan datang ke sekolah untuk mengisi absen dan menghabiskan waktunya di kursi nyaman dengan udara sejuk di dalam kantornya, sambil menikmati puluhan potong lava cake dan kopi yang membuat perutnya terlihat membuncit setiap hari. Namun sepertinya, kali ini dia tidak bisa tinggal diam, karena kejadian yang terjadi di sekolah kali ini melibatkan sosok Angelic, putri semata wayang Wali Kota Harbour, sosok yang selalu memberikan sumbangan pada sekolahnya, dan juga yang selalu menyediakan cemilan enak di ruangannya.