Chereads / Hidden Valley / Chapter 8 - Terjebak di Kubangan Lumpur

Chapter 8 - Terjebak di Kubangan Lumpur

Anasthasia sudah pasrah dengan nasibnya sendiri, sudah lama ia bergerak, mencoba untuk melepaskan diri dari lumpur lengket yang membuat dirinya tidak bisa berjalan lagi. Tubuhnya sudah lelah karena terus mengeluarkan diri dari lumpur tersebut, hingga ia memutuskan hanya berdiam diri dari pada harus membuang-buang energi. Ia hanya memikirkan pamannya, karena sudah cukup lama ia berada di dalam hutan yang menurutnya aneh tersebut, entah itu dari para mahluk yang menghuninya, tanamannya serta benda-benda di sekitarnya, terutama hujan yang bisa membuat kulit manusia melepuh akibat zat asam tinggi yang terkandung di dalamnya, bahkan tangannya pun sudah terluka karena beberapa kali terkena air hujan tersebut. Anasthasia menjadi was-was ketika semak belukar yang ada di hadapannya tersebut bergerak, ia takut bahwa monster mengerikan akan muncul lagi dari balik sana. Bibir gadis itu berukomat-kamit merapalkan do'a-do'a yang sebelumnya tidak pernah ia percayai kemanjurannya, namun keadaan yang membuat dirinya berada dalam situaasi hidup atau mati terpaksa mendorongnya untuk mempercayai do'a-do'a dari ajaran sang paman. "Kau sedang apa disitu?" tanya seorang lelaki yang muncul dari balik semak-semak yang tadi sempat bergerak. Lelaki berambut rapih dengan warna biru dan jubah hitam yang dikeakannya membuat Anasthasia merasa takut, namun ketika ia melihat keranjang berisi buah-buahan hutan yang sepertinya nampak lezat tersebut membuat pikirannya teralihkan, apalagi sekarang perutnya terasa kosong, lapar, membutuhkan asupan makanan. Anasthasia memandangi buah di keranjang lelaki tersebut, hampir saja air liurnya terjatuh dari mulut karena tergoda oleh buah-buahan tersebut. Lelaki asing di hadapannya mengikuti arah pandang Anasthasia, ia tahu bahwa gadis di depannya tersebut menginginkan buah-buahan yang ia bawa. Lelaki itu langsung menyembunyikan keranjang buahnya ke belakang punggung "Kau bisa memetik buahmu sendiri di hutan jika memang ingin memakannya, jangan harap aku akan memberikanmu buah-buahan yang sudah susah payah aku petik ya!" tutur lelaki berambut biru tersebut yang sontak membuat Anasthasia merasa sedih, pasalnya ia tidak mungkin bisa memetik buah-buahan di hutan itu selama dirinya masih terjerat dalam kubangan lumpur lengket yang menyebalkan.Anasthsia hanya bisa menyerungut sambil menundukan kepalanya, meratapi nasibnya yang malang karena harus berada di hutan asing yang aneh baginya, ia menyesal karena harus mengikuti cahaya merah muda hanya untuk mengobati rasa penasarannya. Jika saja ia tahu bahwa rasa penasarannya tersebut akan membawanya dalam situasi yang sulit, tentu saja ia tidak akan mau mengikuti chaya merah muda tersebut, lebih baik ia berada di sekolah lamanya dan terus berurusan dengan Angelic. Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh Anasthasia. Ada rasa iba yang muncul pada lelaki berambut biru itu saat ia melihat raut sedih terpampang pada wajah Anasthasia, ia memperhatikan tubuh Anasthasia yang telah separuh terendam dalam lumpur, tangannya terus ia angkat agar tidak menyentuh lumpur yang ada di bawahnya. Lelaki itu langsung tersontak kaget saat menyadari jenis lumpur yang telah menghisap sebagian tubuh Anasthasia "Hei! Apa kau bodoh?!" pekik lelaki berambut biru tersebut yang sontak membuat Anasthasia menoleh ke arahnya dengan kesal karena ia tidak pernah suka jika ada seseorang yang menyebutnya bodoh. "Apa maksudmu bahwa aku ini bodoh? Aku hanya tidak tahu bahwa akan ada lumpur sialan seperti ini di sekitar sini!" balas Anasthasia dengan geram. "Kau tidak tahu? Hahahaha nampaknya kau benar-benar bodoh ya? Dimana tempatmu tinggal? Apakah keluargamu tidak pernah memberitahukanmu bagian dari hutan ini beserta apa-apa yang ada di dalamnya? Anak usia tujuh belas tahun pun akan tahu hal kecil seperti itu" gerutu lelaki beambut pirang tersebut Anasthasia menghela napas dengan kesal, ia tidak suka dengan keberadaan lelaki berambut pirang tersebut yang terus saja mengatainya tanpa memberikan bantuan sedikitpun "Jadi, kau tahu hal sederhana semacam itu?" tanya Anasthasia. Ia memberikan tatapan menantang pada lelaki yang ada di hadapannya "Kalau begitu kau tahu tentag lumpur ini?" tanya Anasthasia kemudian. "Tentu saja aku tahu! Yang menyerapmu itu adalah lumpur Letum, kau tidak pernah mendengarnya? Jadi kau juga tidak tau bahwa lumpur tersebut menyerap energimu hingga kau mati?" tanya lelaki itu, membuat Anasthasia langsung merasa takut. Mati? Ia sama sekali tidak pernah ingin mati secepat itu, bahkan ia belum sempat mengucapkan terimakasih pada pamannya karena telah merawatnya dengan penuh cinta. "Jadi, apa kau tahu cara utuk melepaskan diri dari lumpur ini?" tanya Anasthasia "TIdak ada!" balas lelaki berambut biru tersebut dengan yakin. "Hei apa kau bodoh! Mana mungkin tidak ada cara untuk keluar dari sini! Ingatlah baik-baik! Pasti adacaranya, bukan?" gerutu Anasthasia dengan panik. Lelaki itu nampak berpikir, sampai akhirnya ia berhasil mengingat sesuatu "Sepertinya Nyonya Hudston tahu cara untuk mengeluarkanmu dari sana" balas lelaki tersebut, membuat senyuman terpoles di wajah Anasthasia seolah ia mendapatkan harapan hidupnya kembali "Kalu begitu cepat panggilkan Nyonya Hudston!" titah Anashasia. "Hei! Kau bercanda? Nyonya Hudston kan sudah menghilang lama dan belum pernah ada yang berhasil menemuinya!" jawab lelaki tersebut. Perasaan Anasthasia seperti roller coaster sekarang, dibuat merasa bahagia lalu dijatuhkan begitu saja. Sungguh mudah sekali lelaki itu menghancurkan harapannya. "Kalau begitu cari lah cara lain!" titah Anasthasia. Lelaki itu berjongkok di hadapan Anasthasia sembari memandanginya dengan iba "Kenapa aku harus menolongmu? Memangnya apa yang akan kau berikan jika aku berhasil menolongmu?" tanya lelaki tersebut. "Apa saja. Katakan saja apa yang kau inginkan maka aku akan memberikannya!" "Kau yakin dengan ucapanmu itu?" "Tentu saja aku yakin. Aku ini seorang Puteri negeri ini, apapun pasti akan bisa ku berikan padamu!" ujar Anasthasia. Tiba-tiba saja ia mengatakan pada lelaki asing bahwa dirinya adalah seorang Puteri stelah ia teringat akan ucapan Sofia sebelumnya. Rasanya sangat malu karena ia harus menggunakan trik licik dan membohongi seseorang hanya untuk mendapatkan bantuan. Lelaki berambut biru tersebut tertawa terpingkal-pingkal di atas tanah "Seorang Puteri katamu? Apa kau sudah gila? Mana mungkin puteri negeri ini tidak tahu hal dasar seperti lumpur dan hutan Valendis?" ledek lelaki berambut biru tersebut "Huuuft" Anasthasia menghela napasnya dengan frustasi, ia sendiri merasa malu pada dirinya sendiri karena harus menggunakan omong kosong dari peri mungil yang baru saja ia temui, terlebih lagi peri mungil itulah yang menyebabkan dirinya berada dan tersesat di hutan tersebut. "Ah, baiklah. Aku akui bahwa aku bukanlah seorang Puteri. Aku hanyalah manusia biasa dan aku tidak tahu apapun perihal hutan menyebalkan ini, karena apa? Karena aku sendiri baru saja tiba di hutan aneh ini bertemu dengan seorang peri menybalkan, menaiki sapu terbang kurang ajar lalu terjatuh dan bertemu manusia serigala, melihat perkelahian antara dua monster mengerikan lalu aku melarikan diri, berharap bisa menemukan jalan pulang namun aku malah berakhir di kubangan lumpur lengket yang tidak pernah aku jumpai sebelumnya, terlebih lagi aku harus bertemu denganmu yang suka mengataiku bodoh. Apa kau pikir aku suka berada disini dan hanya berdiam diri? Jika saja aku tahu semuanya di awal, maka aku tidak akan mau mengikuti perkataan peri menyebalkan yang sekarang saja meninggalkanku sendirian. Sungguh tidak bertanggung jawab..." "Ssssst...." Lelaki berambut biru tersebut menempelkan jarinya ke permukaan bibir, matanya tertutup, ia tidak tahan dengan ocehan Anasthasia yang tanpa jeda "Baiklah. Aku akan membantumu keluar dari sana oke? Jadi tutup mulutmu. Suaramu itu sangat berisik hingga bisa memancing monster yang sedang tertidur di hutan ini" lanjutnya.