Gothe mengantarkan Anasthasia sekolah barunya. Sepatu Kets Anasthasia keluar dari mobil dan menginjak rumput yang terlihat mengering. Hawa panas langsung menyeruak saat Anasthasia berada di halaman sekolah. Aneh rasanya, karena sebelum ia tiba di sekolah, udara masih terasa sangat dingin hingga Anasthasia harus mengenakan baju berlapis dan mantel berbulu tebal untuk membuat dirinya tetap hangat. Seketika keringat mengucur di wajah dan leher Anasthasia, ia melepaskan mantel dan lapisan baju keduanya, memasukannya ke dalam tas sekolah hingga tas itu mengembung seperti bantal di kamarnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Gothe dari dalam mobil. Anasthasia menengok dan mengangguk
"Ya, aku baik-baik saja," ujar Anasthasia, berbohong, sebenarnya ia tidak baik-baik saja dengan perubahan suhu secara mendadak, kulitnya mulai memerah akibat udara panas yang menyerang. Namun, ia masih berusaha terlihat normal agar pamannya tidak khawatir.
Gothe memberikan tabir surya dan juga kipas angin mini pada Anasthasia "Aku rasa hawa disini cukup panas, jadi kau akan membutuhkannya," ujar Gothe sembari menggerakan kerah kemeja. Anasthasia langsung menerima benda-benda yang diberikan oleh Gothe dan memintaa pamaannya untuk segera pulang.
*****
Anasthasia baru saja memasuki lorong sekolah yang ramai diisi oleh para murid dengan pakaian rapih dan jas hitam berlabelkan daun maple di dada sebelah kanan jas mereka. Beberapa orang menatap ke arah Anasthasia dengan takjub, seolah keberadaan Anasthasia disana adalah sesuatu yang aneh, seolah seorang artis sedang lewat di hadapan mereka. Bahkan ada seseorang yang secara tidak sengaja menjatuhkan buku di hadapannya dan bergerak dengan kaku untuk memungut buku yang terjatuh itu. Anasthasia ikut membantu orang tersebut memungut bukunya, dan saat itulah seorang lelaki melewatinya dengan aroma daun pinus yang menentramkan. Anasthasia mendongakkan kepalanya, mengamati lelaki itu dan orang-orang di sekitar, ia baru menyadari bahwa sejak tadi yang dilihat oleh para murid dengan takjub itu bukanlah dirinya, melainkan seorang lelaki berkulit pucat dengan tatapan mata tajam dan rambut yang di sisir rapih yang semenjak tadi berjalan di belakangnya dengan tenang. Lelaki itu memandangi Anasthasia sekilas, tak ada ekspreasi di wajahnya, membuat lelaki itu nampak misterius.
"Kau baik-baik saja?" tanya seorang perempuan di hadapan Anasthasia. Dia adalah perempuan yang bukunya sempat terjatuh, nama Lusi nampak jelas di papan nama yang menempel di jasnya.
"O-oh iya, aku baik-baik saja," jawab Anasthasia dengan singkat sambil merapihkan jasnya. Anasthasia berdeham, lalu berdiri dan memalingkan wajah.
"Aku baru pertama kali melihatmu disini," ujar Lusi sambil menatap intens sosok Anasthasia, ia bahkan membenarkan posisi kaca matanya beberapa kali untuk memastikan bahwa wajah Anasthasia memang baru pertama kali dilihatnya. Anasthasia menundukkan kepalanya, ia merasa tidak nyaman dilihati secara intens oleh Lusi. "Ya, aku memang baru disini," jawab Anasthasia dengan suaranya yang pelan. Tanpa banyak basa-basi lagi, Anasthasia segera meninggalkan Lusi di koridor dengan alasan harus mencari ruang guru sesegera mungkin.
*****
Anasthasia sama sekali tidak menyangka bahwa ia kembali bertemu dengan lelaki berkulit pucat yang menjadi pusat perhatian para murid sekolah. Mereka berada di kantor, menghadap wali kelas untuk melapor kedatangan mereka yang baru di sekolah. Ternyata mereka berdua sama-sama murid baru dan berada di kelas yang sama. Sesekali Anasthasia mencuri pandang ke arah lelaki itu, ia sangat penasaran dengan lelaki itu yang sama sekali tidak bersuara dan berubah ekspreasi wajahnya semenjak tadi.
Wali kelas mengambil beberapa dokumen dan memperhatikan tulisan di dokumen itu dengan seksama "Kau... Dion ya?" tanya Wali kelas itu sambil menunjuk ke arah lelaki berkulit pucat yang berdiri di samping Anasthasia. Lelaki itu mengangguk. Kini wali kelas beralih memandang Anasthasia. "Jadi, kau murid yang membuat onar dengan Puteri Wali Kota ya?" tanya wali kelas itu dengan tatapan meng8intimidasi.
"Aku tidak membuat onar," ujar Anasthasia, membela diri.
"Tapi, di surat pengantar kepindahanmu disebutkan bahwa kau membuat onar dengan Puteri Wali kota yang berada satu kelas denganmu," bantah Wali kelas itu yang langsung membuat Anasthasia jengkel. Untuk apapula ia membaca surat pengantar yang isinya dibuat-buat itu. Anasthasia mendelikkan mata, dan berdecak kesal.
"Nampaknya kau memang anak yang tidak sopan," ujar Wali kelas Anasthasia sambil menggelengkan kepalanya. Anasthasia diam, tak ingin membantah atau membuat respon apapun lagi, toh namanya sudah dicap jelek akibat surat buatan kepala sekolah Fredrick yang terlalu banyak dimanipulasi isinya. Dan untungnya wali kelasnya pun tak ingin membahas lebih bannyak hal tentang Anasthasia, ia segera menyuruh seorang murid lain yang melintas di depan ruang guru untuk mengantarkan Anasthasia dan Dion ke kelas mereka.
Meja Dion langsung dipenuhi oleh para murid sejak ia menaruh tasnya disana. Wajah Dion yang semula tanpa ekspreasi itu kini memunculkan sebuah senyuman yang nampak dipaksakan di mata Anasthasia "Untuk apa dia tersenyum jika tidak ingin tersenyum," batin Anasthasia sambil memicingkan matanya pada Dion. Seketika Dion menoleh ke arahnya, matanya terus-terusan menatap Anasthasia dengan tajam tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulut. Anasthasia terlonjak kaget, lalu ia menaruh tasnya di atas meja, menimpanya dengan wajahnya yang mungil lalu tertidur begitu saja. Untungnya guru yang ditugaskan untuk mengajar di jam itu tidaklah muncul. Hingga kelas menjadi kosong sampai jam istirahat, dan sampai jam istirahat pula Anasthasia menelungkupkan wajahnya ke tas, memejamkan mata sambil memsssng headset di telinga, berusaha agar terlihat sedang tertidur. Ia memang sudah biasa berpura-pura tertidur untuk menghindari percakapan dari orang lain.
*****
Anasthasia beristirahat di halaman belakang sekolah yang dipenuhi oleh pepohonan tinggi yang nampak rimbun dan sejuk. Ia sengaja mendatangi halaman itu di jam istirahat untuk menghindari keramaian, menyejukkan diri dari hawa panas yang masih menyerbu meskipun nyatanya pohon-pohon rimbun tersebut tidak cukup untuk menyejukkan suasana yang ada.
Anasthasia mendudukan diri di bangku halaman belakang taman. Bangku dari kayu yang sudah lapuk dan tak layak dipakai. Untungnya berat badan Anasthasia terbilang ringan hingga kursi itu tidak langsung ambruk saat Anasthasia mendudukinya.
SRIIIING
Anasthasia mendengar sebuah suara yang nampak asing. Ia menengok ke kanan, ke kiri, depan dan belakang, namun tak ada siapapun atau apapun di sana. Baru saja ia akan bernapas lega, namun sebuah cahaya mungil berwarna merah muda tiba-tiba saja muncul, nampak menarik dan memancing rasa penasaran Anasthasia terhadap wujud dari cahaya tersebut. Anasthasia pun mengikuti cahaya tersebut secara diam-diam. Cahaya merah muda tersebut terus bergerak menjauh, namun karena penasaran, Anasthasia pun terus mengikutinya hingga ia masuk ke dalam hutan belakang sekolah yang gelap dan lembab. Anasthasia tidak memepedulikan suasana yang ada di hutan itu, karena fokus matanya tertuju pada cahaya merah muda yang semakin bersinar saat berada di hutan itu. Seketika...
BOOM!
Kegelapan di hutan tersebut pun sirna, cahaya yang menyilaukan melebar ke seluruh penjuru hutan. Anathasia memejamkan matanya untuk menghalangi cahaya yang menyilaukan tersebut, dan ketika mata Anasthasia terbuka lagi, suasana hutan tersebut telah berubah.
BERUBAH SEPENUHNYA!
Seperti sedang berada di tempat lain.
Anasthasia menengok ke kanan-kiri, depan dan belakang, tak ada jalan keluar!
Sekolahnya menghilang begitu saja. Dan ia bisa melihat langit di atas dengan jelas, langit berwarna merah muda yang bercampur dengan warna ungu pastel dengan awan berwarna-warni serupa permen kapas melayang di atas kepalanya.
"Dimana ini?" tanya Anasthasia.