Jakarta, 2017
"Cie, ternyata diam-diam kamu seneng sama Agnes, ya Claudio ...."
"Ayo, donk tembak dia! Ntar keburu keduluan, lho. Sayang, tuh barang bagus dianggurin."
"Hush! Ngawur kamu! Manusia disamakan sama barang! Terus, gimana, Claud? Kamu udah nembak Agnes?"
Percakapan yang riuh dan rusuh di sebuah kelas 3 IPA 11, di mana Claudio Alfredo Regazka, seorang kutu buku, pendiam, namun tampan dan kharismatik menikmati hari-hari di sekolah menengah atas swasta ternama di Jakarta. Kelas yang biasanya sepi itu tiba-tiba ramai setelah salah satu temannya menemukan surat cinta berwarna pink dengan gambar hati dan mawar putih di surat tersebut. Sontak, teman-teman Claudio, begitulah ia disapa jika di sekolah langsung menggila karena Claudio bukanlah tipe pria yang sepertinya menyukai wanita, tapi ternyata diam-diam ia telah menyiapkan satu senjata ampuh untuk menembak calon pujaan hatinya, Gema Melody Agnesia, siswi kelas 3 IPA 12 dan primadona Sekolah Pelita Bangsa.
"Jadi, gimana, Claud? Udah belom?" salah satu temannya tiba-tiba merangkul Claudio dengan senyum menggoda.
"Udah apanya, sih? Ga jelas deh kamu! Udah, ah jangan nyebar gosip! Siapa sih yang pertama kali nemuin itu surat?" tanya Claudio sedikit kesal.
"Haha, Claudio ... Claudio. Kamu emang pinter dalam pelajaran, tapi kamu ga pinter menyembunyikan perasaan," ejek temannya mengipas-ngipas tangannya.
"M-maksud kamu, Vin?" Claudio mulai penasaran.
"Hehhhh, apa rata-rata anak pinter itu emang ga pandai sandiwara apa ya?" ucap Vino, teman sekaligus sahabat karib Claudio.
"Maksud kamu apa, sih Vino?Aku ga ngerti! Udah, minggir kamu. Balik sana ke kursi kamu! Bentar lagi jam istirahat selesai." Claudio menggeser Vino dari kursinya. Sementara Vino hanya tersenyum menggelengkan kepala. "Agnes nanti ga dijemput." Ucap Vino segera kembali ke kursinya.
Claudio terkejut dengan ucapan sang sahabat, dia menoleh ke belakang, melihat Vino sedang bersenda gurau dengan teman yang lain. 'Dari mana Vino tahu kalau Agnes nanti ga dijemput?'
***
Akhirnya, tepat pukul 14.00, bel panjang tanda sekolah selesai berbunyi dengan nyaring. Cuaca yang tiba-tiba tak bersahabat membuat banyak para siswa yang tertahan di sekolah, termasuk Claudio dan Agnes yang masih ada di depan teras sekolah, menunggu sang hujan reda. Agnes dan beberapa orang temannya asyik bersenda gurau, melihat gawai mereka, sementara di sisi lainnya, Claudio juga tengah berteduh bersama dengan Vino.
"Tuh, kan bener apa aku bilang. Agnes ga dijemput." Lirik Vino ke arah Agnes.
"Kamu tahu kalo sekarang hujan?" tanya balik Claudio penasaran.
"Tahu," sahut Vino singkat. "Makanya aku bawa payung." Dia mengeluarkan payungnya dari dalam tas dan memberikannya pada Claudio.
"Nih, pake!"
"E-eh, a-apa ni?" kaget Claudio Vino menyodorkan payungnya.
"Payunglah, emang apa."
"Tau ini payung, terus buat apa?" Claudio sedikit menghela nafas bicara dengan sahabatnya.
"Oy, Nes!" teriak Vino.
Agnes yang sedang mendengarkan musik di ponselnya tak mendengar teriakan Vino yang berulang kali memanggilnya, hingga salah satu temannya mencopot sebelah earphone Agnes."Eh, kenapa ni?" kejut Agnes memegangi telinganya."
"Dipanggil Vino, tuh." Temannya memberikan kode dongakan kepala ke arah Vino.
"Mau apa Vino?" tanya Agnes penasaran, lirik Vino.
"Mana kutahu. Kamu emang lagi denger musik apa, sih? Serius banget."
Agnes hanya tersenyum kecil dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Vino dan Claudio.
"Kenapa, Vin?" tanya Agnes dengan suara agak tinggi karena hujan.
Vino memperlihatkan payungnya yang berwarna merah sambil tertawa pada Agnes.
"Enggak! Ngapain aku pulang sama kamu," tolak mentah-mentah Agnes.
"Ye, sapa juga yang mau pulang sama kamu. Nih, aku pinjemin payung mamakku buat kalian."
"Kalian?!" Agnes dan Claudio sama-sama bicara. Keduanya saling tukar pandang, membuat siswa yang lain saling tertawa dan berbisik.
"Kompaknyaaaaa-" goda Vino.
Tak lama, ponsel Agnes berdering. Ia melihat jam di ponselnya menunjukkan pukul 14.30. Ekspresi gusar menaungi wajah cantiknya.
"Kenapa, Nes?" tanya temannya penasaran.
"Jam 14.30." Agnes menunjukkan ponselnya pada temannya.
"Itu ada telepon, ga kamu angkat?"
Agnes menggelengkan kepalanya.
Claudio yang sekilas melihat kegalauan dan kecemasan di wajah Agnes hanya berdiam tanpa berani mendekati apalagi bertanya padanya.
"Yaudah, pinjem aja payung Vino. Daripada kamu kena omelan sama mami kamu," ucap salah satu temannya.
Tanpa pikir panjang, Agnes menghampiri Vino dan Claudio, menengadahkan tangannya.
"Apa ni?" tanya Vino bingung."
Pinjem payung," sahut Agnes.
"Oh, tapi ada syaratnya."Vino mengusap-usap ujung hidungnya.
"Heh, kamu ya, Vin! Suka banget bikin orang kesel! Tadi nawarin, sekarang malah mempersulit! Dahlah, aku ga mau pinjem payung kamu! Makasih tawaran PHP-nya!" Agnes, dengan kesal hendak melangkah di tengah hujan, namun tiba-tiba Claudio dengan spontan memegang tangan Agnes dan menahannya. Vino dan murid-murid yang masih ada di tempat itu sontak bersorak dan suasana menjadi riuh, tak lupa siulan kala ABG sedang jatuh cinta pun segera terdengar dari tempat itu.
"K-kamu ...." Agnes beradu pandang dengan Claudio yang segera mengambil payung dari tangan Vino.
"Ini." Claudio memberikan payung ke Agnes.
"Lah, kenapa malah kamu kasih ke Agnes, Claud? Bukannya tadi kamu bilang mau pulang bareng sama dia?" oceh Vino seolah tak terima dengan tindakan Claudio barusan.
"Berisik!" Claudio mulai kesal dan meninggikan suaranya. Vino terdiam dan suasana yang awalnya riuh menjadi senyap.
Agnes merasa tak enak hati, tapi dia juga harus segera pergi ke tempat pelatihan sekolah musik klasik yang selama ini ditekuninya. "Makasih ya, Vin. Aku pinjem dulu, besok aku balikin payungnya." Agnes sekilas melirik ke arah Claudio yang menyandarkan punggungnya ke dinding sekolah sambil membuka gawainya. Sambil menggelengkan kepala, Agnes akhirnya pergi di antara derasnya hujan dan bunyi petir yang memekakkan telinga.
"Tega kamu Claud ngebiarin Agnes pulang sendiri? Mana ujannya gede banget sama petirnya, hiiiyy ... serem." Vino bergidik.
"Kenapa aku harus mengantarnya pulang? Memangnya dia siapa aku? Hanya karena surat itu, lantas kamu pikir aku suka sama Agnes? Ckckck, sempit banget sih pikiran kamu, Vino. Aku masih sekolah, dia juga masih sekolah, kalo aku bilang suka sama dia pun itu masih cinta monyet, bukan cinta ala orang dewasa atau ABG! Makanya, jangan kebanyakan nonton sinetron!" Claudio segera merogoh tas hitamnya dan mengeluarkan sebuah payung.
"L-lho? K-kamu bawa payung?" tanya Vino terkejut.
"Tiap hari malah. Kan ada pepatah 'sedia payung sebelum hujan'. Pas banget kan sekarang lagi ujan, jadi berguna."
Dengan senyum lebar mengembang, Claudio berjalan di tengah guyuran hujan dan menggoda Vino yang kesal akan sikapnya.
"Tch, kalo tau gini ga akan aku pinjemin payung mamakku. Dasar cowok dingin!"