"Kakak, Ellice.." dengan deru nafasnya yang memburu, Calvin mengagetkan kedua insan yang sedang berdua di dalam kamar. Keduanya menoleh kaget, dan terlihat jika sang wanita baru saja menangis.
Seketika pilu hatinya. Ini semua karena salahnya. Bukan salah wanitanya. Tapi kenapa malah wanitanya ikut merasakan penderitaan? Sungguh Calvin merasa tak pantas untuk menjadi pelindungnya.
"Calvin?"
"Kakak. Kakak maafkan aku. Aku sungguh tak ada niat seperti itu padamu. Ini bukan kesalahan Ellice. Ini murni semuanya kesalahanku. Ini semua salahku. Aku minta maaf karena belum sempat memberitahukan hal ini padamu, sebelum semuanya malah menjadi rumit seperti ini. Maafkan aku kak. Tapi aku mohon jangan menyalahkan Ellice. Dia adalah korban sepertimu."
Calvin memandangi kedua orang kesayangannya yang sedang beradu pandang dengannya. "Sebenarnya malam itu aku sudah ingin mengatakan semuanya padamu. Tapi melihat Ellice yang datang deng.."
"Tuan Calvin.." Calvin langsung menoleh pada Mario yang memanggilnya. "Tuan ada yang ingin saya bicarakan dengan tuan. Bisa kita bicara dulu tuan?"
"Mario, aku masih bicara dengan kakak. Pergilah. Aku ingin menjelaskan semuanya pada kakak. Aku tak ingin lagi menyimpan semuanya lebih lama. Aku harus menjelaskan semuanya sekarang. Aku juga tak ingin kakak salah paham pada Ellice." terdengar suara itu sedikit bergetar menahan semua ketakutan dalam hati, tentang sesuatu hal yang akan terjadi.
Membuat Ellice yang mendengarnya ikut merasakan bagaimana perasaan Calvin saat ini. lelakinya berjuang untuk dirinya dan calon bayi dalam kandungannya.
"Tapi tuan. Saya.."
"Apa maksudmu Cal?"
"Tentang apa yang aku rahasiakan darimu kak."
"Aku tau kalau kau tak ingin membuatku khawatir. Tapi tak seharusnya kau merahasiakan hal ini padaku. Aku suaminya dan aku adalah kakakmu. Aku berhak tau apa yang sedang terjadi."
"Iya aku tau kak, karena itu aku ingin menjelaskan semuanya padamu sekarang. Tapi aku mohon jangan memarahi Ellice. Dia tidak bersalah sama sekali. Dan an.."
"Benar tuan. Dari awal anda tidak perlu merahasiakan hal ini dari tuan Channing. Seharusnya anda mengatakan saja jika anda yang mengantarkan nyonya ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatan nyonya. Sehinga anda tak perlu merahasiakan jika nyonya Ellice belakangan ini sedang banyak pikiran, sampai masa kesuburan nyonya terganggu dan harus membawa nyonya ke dokter kandungan. Saya sudah menjelaskan semuanya pada tuan Channing masalah ini tuan. Maafkan saya jika saya lancang tuan." jelas Mario yang membuat Calvin bingung.
Ia memandang lekat Mario yang sepertinya sedang memberikan isyarat lewat tangannya. Kemudian Calvin juga melihat Ellice yang terus mengangguk padanya sambil terus menangis.
"Ah.. iya itu.." Calvin terlihat linglung dan mengusap wajahnya hingga ke rambut bagian belakang. 'Itu artinya kakak belum tau apa yang sedang terjadi?' Calvin berusaha menahan emosinya yang sudah terlanjur meluap ke permukaan. Ia pikir rahasianya sudah di ketahui oleh sang kakak.
Namun beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk karena luka-luka pada tubuh serta luapan emosi yang tertahan tak sanggup ia tahan lagi. Membuat kepalanya pusing dan sekujur tubuh yang terluka akhirnya terasa nyeri di tubuh.
"Tuan Calvin."
"Calvin."
"Mario cepat bawa Calvin ke kamarnya. Sayang hubungi Antony." Ellice segera mengangguk.
Channing membantu menaikkan Calvin di belakang punggung Mario dan langsung di bawa ke kamarnya. Di baringkan ke tempat tidur perlahan. Channing memandangi tubuh sang adik yang banyak terdapat luka-luka goresan dan sudah mengeluarkan darah.
"Kenapa kau biarkan dia pergi mengejar penyerang itu Mario? Lain kali jangan biarkan hal ini terjadi. Lindungi dia. Jangan biarkan sesuatu terjadi lagi padanya." tegas Channing yang ikut merasa bersalah pada kondisi sang adik.
Jika Channing merasa bersalah dengan keadaan Calvin, lalu bagaimana Calvin?
"Maafkan saya tuan."
"Sayang Antony sudah kau hubungi?" Ellice hanya mengangguk. Ia berdiri di belakang suaminya melihat keadaan Calvin yang sedang lemah. Ini bukan seperti lelakinya yang selalu membantu memberikan ketenangan padanya. Tapi nyatanya itu memang Calvin, ayah dari calon bayi yang ia kandung.
***
"Tidak apa-apa. Dia hanya shock saja dan tensi darahnya cukup tinggi. Tak ada yang perlu di khawatirkan. Calvin baik-baik saja." Ucap Antony sambil membersihkan luka-luka di tubuh Calvin yang masih terbaring lemah.
"Oh syukurlah." Channing menghembus nafas lega mendengar Calvin baik-baik saja. Begitu pula dengan Ellie yang sejak tadi belum juga pergi dari sana. Hatinya sudah tenang.
"Apa Calvin sudah menangkap siapa yang melakukan penyerangan ini? Kau bilang dia mengejarnya."
"Aku belum tau, belum sempat aku tanyakan pada Calvin dan yang lain. Karena Calvin keburu jatuh pingsan tadi."
"Kau sendiri bagaimana? Apa kau baik-baik saja? Obatmu masih ada? Aku membawanya kalau kau membutuhkannya, Ingat pesanku. Kau jangan terlalu banyak berpikir. Jika kau memerlukanku katakan saja. Jangan menunggu sakit."
"Beberapa hari ini aku sudah merasa lebih baik. Tapi tak apa, obatnya berikan saja padaku."
"Ellice, kau apa kabar? Beberapa waktu tidak melihatmu kau sepertinya gendutan ya? sepertinya Channing telah memberikanmu kebahagiaan belakangan ini." ucap Antony yang sudah terkekeh dengan ucapannya sendiri.
Ellice hanya tersenyum samar. Antony adalah seorang dokter. Sedikit banyak ia pasti tau perubahan signifikan dari seorang yang sedang hamil. Da itu membuat Ellice sedikit takut lama-lama dengan Antony. "Sayang aku ke kamar dulu. Antony aku permisi dulu." Keduanya hanya mengangguk.
***
Beberapa waktu kemudian, Calvin mulai tersadar. Ia melihat dirinya sedang terbaring di dalam kamarnya. Tiba-tiba Calvin ingat kejadian sebelum akhirnya ia jatuh pingsan. "Kakak-Ellice."
Calvin berusaha bangun. Karena ia langsung berdiri dan darahnya yang masih tinggi, sehingga membuatnya sedikit kelimpungan dan akan terjatuh.
Namun tiba-tiba ada tubuh mungilbyang menahannya. Wangi yang sangat ia kenal. "Ellice?"
Tangis wanitanya meledak dalam pelukan hangat sang lelaki. Suara tangis itu begitu melukai hatinya. Ia tau betapa takutnya sang wanita akan semua rahasia di antara mereka.
"Ellice? Apa yang sudah terjadi? Kenapa Mario berkata seperti itu?"
Tok! Tok! Tok!
Keduanya langsung menoleh ke arah pintu ketika. Tapi Calvin sama sekali tak melepaskan pelukan Ellice. "Siapa?" teriaknya.
"Saya tuan, Mario." Calvin segera membuka pintu masih dengan memeluk Ellice yang sudah ingin melepas pelukannya dari Calvin. "Maaf mengganggu tuan."
"Hmm.. masuklah." setelah Mario masuk, Calvin segera menutuo pintu kamarnya lagi. "Tidak apa-apa, hanya Mario. Dia dan Ethan tau semuanya. Jangan khawatir. Tenanglah. Hmm?" ucapnya menenangkan Ellice yang sudah ketakutan. Ia juga memberikan kecupan yang cukup lama di kening sang wanita.
"Apa yang terjadi Mario?"
"Maafkan saya tuan, tadi saat anda pergi tuan Channing menemukan drafting tab yang isinya foto anda dan nyonya Ellice ketika sedang periksa ke dokter kandungan." mendengar penjelasan Mario, kedua tangan Calvin sudah mengepal kanan kiri.
"Bajingan itu, Brengsek!" dadanCalvin sudah naik kembang kempis dengan ritme detak jantung yang semakin cepat. Ellice yang merasakan Calvin sedang menahan amarahnya, kian mengeratkan pelukannya pada tubuh lelalinya. Membuat Calvin sadar dan mengecup puncak kepala Ellice. "Lalu penjelasanmu tadi?"
"Kebetulan saya melihat apa yang sedang terjadi. Dan dengan asal saya membuat alasan jika nyonya sedang ada masalah dengan periode bulanannya, saya hanya bisa memikirkan hal itu karena itu menyangkut dokter kandungan tuan. Dan untuk nyonya Ellice, maafkan saya."
"Terima kasih Mario. Lalu di mana sekarang foto itu?"
"Ada padabtuan Channing tuan. Tapi tuan, sepertinya.." Mario melihat pada Ellice sehingga ia tak melanjutkan ucapannya. Dan Calvin mengerti akan hal itu.
"Urus semuanya Mario. Aku percayakan padamu. Tunggu aku di black house. Aku akan segera ke sana."
"Baik tuan." Calvin mengangguk dan Mario segera keluar dari sana.
"Sudah jangan menangis lagi. Semuanya akan aku urus. Kau jangan nangis lagi. Kasian bayi kita. Please.." Ellice mendongakkan kepalanya dan melihat Calvin.
Melihat wajah sembab sang wanita, Calvin tak kuasa ingin memeluknya. Ia mengecup singkat bibir itu dan kembali memeluk wanitanya. Kenapa sekalinya mendapatkan cinta, Calvin justru berada di antara bayang-bayang sang kakak. Sungguh berdosa Calvin sebagai perusak rumah tangga kakaknya sendiri.
***
"Bagaimana? Kenapa Eros tidak kembali? Apa dia ketahuan? Brengsek!" teriak Rohas dengan melempar sebotol champagne ke dinding.
"Ketika kami ke sana, kondiai rumah sudah dakam keadaan terbakar tuan. Tapi kami belum menemukan Eros. Maafkan kami tuan."
"Temukan Eros, dan cari tau apa yang sedang terjadi di dalam rumah. Beri kabar padaku secepatnya. Jo, kau bantu dia. Dasar brengsek!"
"Baik tuan,"
"Sialan! Kerja kalian tidak becus sama sekali! Ah brengsek! Aku akan pastikan untuk membalaskan dendam atas kematianmu Fernandes. Calvin Bajiangan itu, akan segera hancur! Aku berjanji padamu anakku!"
Follow IG Author ya @frayanzstar