"Apa? Kau bilang Mariana memberikan obat perangsang? Oh God... Mariana apa yang kau lakukan ini? Lalu apa yang terjadi? Kenapa Mariana menggunakan selimut tadi? Apa mereka sudah melakukan hal itu?"
"Sayang.."
"Nyonya Ellice... "
Teriak keduanya ketika Ellice tiba-tiba jatuh pingsan. Mendengar ucapan kedua lelaki itu, kepalanya terasa pusing. Bayangan Calvin-nya bercinta dengan wanita lain sungguh ia takutkan. Hatinya menolak keras keadaan seperti itu.
Channing segera menggendong Ellice dan membawanya ke kamar. Mengambil minyak angin untuk membangunkan sang istri hingga beberapa waktu kemudian Ellice kembali tersadar.
Saat sadar, patanya mulai perih mengingat ucapan Mario dan Calvin. Ingin hati menangis, dan melihat keadaan lelaki-nya, tapi di sisi lain Channing dengan sabar menemani di sisinya.
"Minumlah dulu sayang." Channing dengan sigap membantu sang istri untuk duduk dan memberikannya minum. Sesekali rambut hitam panjang istrinya, ia belai lembut. "Pelan-pelan sayang."
"A-apa yang sebenarnya terjadi dengan Cal-calvin dan Mariana, sayang?" tanya Ellice yang masih penasaran. Ia takut mendengar penjelasan yang sebenarnya. Tapi ia sungguh penasaran. Meski hatinya kini sudah bergemuruh. Takut jika benar adanya kejadian itu telah terjadi.
***
Kejadian setelah Mariana membuka pakaiannya..
"Mario, cepat ke kamarku sekarang!"
"Cal kenapa harus memanggil Mario? Yang kau butuhkan aku Cal, bukan Mario. Aku bisa membantumu. Aku juga ingin melakukannya denganmu dan memiliki anak denganmu. Kita sudah setengah jalan. Aku tau kau sudah sangat menahannya sekarang." Ucap Mariana. Selepas tubuhnya yang polos, ia berhambur memeluk tubuh kekar Calvin dari belakang. Membiarkan sang lelaki merasakan kehangatan dari tubuh wanitanya.
"Stop Mariana. Lepaskan. Aku katakan jangan sentuh aku." Calvin membuka pelukan erat Mariana pada tubuhnya. Hingga bukit kembar itu terasa mengganjal antara tubuh Mariana dan dirinya.
Meski Calvin masih menggunakan kaos sekalipun, bagian itu tetap jelas terasa. Apalagi Hasrat Calvin makin lama makin membumbung tinggi. Sehingga tenaganya sedikit berkurang. Karena desakan gairah yang memang menginginkan sentuhan seperti itu hadir untuknya. Tapi bukan dengan Mariana atau cara seperti ini.
Sampai akhirnya Mario datang.
"Tuan, ad.. Oh God." saat membuka pintu kamar Calvin, betapa terkejutnya Mario melihat pemandangan indah yang di suguhkan Mariana. Ia segera berbalik badan membelakangi Mariana yang masih memeluk Calvin.
"Masuk Mario, tutup pintunya!"
"Ba-baik tuan." jawab Mario yang masih membelakangi kedua insan yang sedang di landa badai.
"Mario, bawa pergi Mariana dari sini. Pakaikan selimut padanya. Dan bawa dia keluar dari kamarku!" bentak Calvin yang mulai jengah dengan tingkah Mariana. Tak pernah terpikirkan jika Mariana akan berbuat nekat padanya seperti ini.
"Ba-baik tuan." dengan sedikit canggung, Mario mengambil selimut dari lemari pakaian Calvin.
"Tidak! Aku tak ingin keluar. Aku ingin bersama denganmu Cal. Jangan usir aku. Aku tau kalau kau mengusirku sekarang, maka selamanya aku tak akan bisa lagi berhubungan denganmu. Aku tidak mau. Aku hanya ingin bersamamu."
"Aku bilang le-pas-kan Mariana. Jangan konyol. Aku bilang lepaskan!" Calvin langsung melepas kuat pelukan Mariana dari belakang tubuhnya. Meski kepalanya sudah semakin pening. Iya harus bertahan sekuat mungkin untuk menahan gejolak dalam dirinya.
Otot-otot di tubuh bahkan mulai terlihat karena kuatnya Calvin menahan diri dari terjangan obat laknat yang sudah menjalar keseluruh tubuh.
Tiba-tiba Mariana melemparkan gelas kosong yang ada di nakas dengan keras. Membuat suara menggelepar di kamar, hingga serpihan kaca berserakan di lantai dan permadani di kamar Calvin.
"Jika kau mengusirku dari sini, aku akan bunuh diri Cal. Jangan pernah menyuruhku pergi dari sini. Aku tak ingin pergi jauh darimu. Aku akan tetap bersamamu. Sampai kapanpun." teriaknya lantang. Ia mengambil serpihan kaca yang cukup besar dan ia arahkan pada pergelangan tangannya.
Perasaannya yang kalut dan ketakutan akan kehilangan Calvin membuatnya menggila. Tak peduli jika nyawa menjadi taruhan. Asal Calvin akan selalu bersamanya. Sekali lagi, Mariana tak mempermasalahkan jika hanya dia yang menyukai Calvin.
"Jangan gila Mariana, kau jangan bertindak gegabah. Hentikan kegilaanmu. Jangan membuat dirimu sendiri terluka. Stop Mariana, Stop. Aku lelah dengan sikapmu yang seperti ini. Kembalilah menjadi Mariana yang dulu."
"Berikan padaku ya? Berikan itu padaku. Kita bicarakan semuanya baik-baik. Kau jangan seperti ini Mariana. Hentikanlah kegilaan ini. Calvin melirik Mario, memberikan isyarat untuk menyingkirkan pecahan kaca di tangan Mariana.
Mario sempat tak fokus karena apa yang sedang ia lihat di depan mata. Di satu sisi Mario takut jika kaca itu mengenai tangan Mariana, di sisi lain matanya sedikit terganggu dengan tubuh sintal milik Mariana. Sial!
"Jika aku tak melakukan ini, kau pasti akan mengusirku. Aku hanya mau dirimu Cal. Please, mengertilah. Terimalah perasaanku. Aku mohon. Meski kau tak akan menyukaiku, aku tak masalah. Cukup aku. Cukup aku yang menyukaimu."
Saat fokus Mariana sedang berbicara dengan Calvin, Mario menangkap tubuh polos Mariana dengan selimut yang sudah di tangan bersiap untuk menutup tubuh Mariana dari belakang. Dan kedua tangannya langsung di tangkap dengan baik oleh Mario. Sehingga pecahan kaca jatuh ke lantai. Membuat kedua lelaki itu akhirnya bisa bernafas lega.
"Mario lepaskan Aku! Lepaskan!" Mariana terus berintak, sehingga dengan terpaksa Mario memeluk Marianan dengan selimut tebalnya.
"Mario urus dia."
"Baik tuan."
Calvin yang sudah tak kuasa menahan rasa di tubuhnya langsung masuk ke kamar mandi. Ia mengunci diri di dalam sana. Dengan mengguyur tubuhnya supaya bisa stabil dan rasa panas itu segera menghilang. Mengembalikan keadaan seperti semula.
Sempat berpikir dalam keadaan seperti ini. Calvin ingat perbuatannya pada Ellice di dalam mobil. Hingga membuat maslah yang ia hadapi sekarang menjadi rumit.
Kenapa harus Calvin yang selalu di hadapkan hal seperti ini? Mungkinkah ini memang karma untuknya? Karena telah mengkhianati kepercayaan sang kakak?
***
"Jadi Calvin dan Mariana tidak melakukan apapun?" Channing langsung mengangguk dan mengulas senyum pada Ellice. Lega terasa di hatinya. Membuat kepalanya yang pening sedikit berkurang.
"Lalu sekarang dia bagaimana?"
"Sudah ada Antony yang mengurus Calvin. Sudah jangan di pikirkan. Kau sekarang yang perlu istirahat sayang. Nanti setelah Antony selesai mengobati Calvin, biar Antony memeriksa kondisimu."
"Jangan!" tolak Ellice lantang. Yang membuat Channing bingung. Wajah Ellice tiba-tiba gelisah mendengar kalimat itu. Jangan sampai hanya karena hal ini, semuanya ketahuan dalam kondisi dan waktu yang tidak tepat.
"Kenapa sayang? Biarkan saja Antony memeriksa kondisimu. Supaya dia memberimu vitamin. Atau apapun agar kau bisa fit kembali."
"Ah tidak, tidak apa-apa sayang. Tidak perlu. A-aku sungguh--sudah baik-baik saja. Aku tadi hanya punsing itu saja. Kau jangan terlalu khawatirkan aku."
"Ya sudah kalau begitu kau istirahat saja. Aku ingin melihat kondisi Calvin sekarang." ucapnya dengan senyum getir. Ia seorang kakak, tapi tak sama sekalu menjalankan tugasnya dengan baik.
"Aku memang bukan kakak yang baik untuknya. Adikku bahkan mengalami hal seperti ini sampai dua kali. Sedangkan aku dimana saat dia membutuhkanku?" Ellice jadi ikut merasa bersalah dengan suaminya. Dia dan Calvin sudah berkhianat.
Betapa bodohnya Ellice yang sekarang malah memikirkan bagaimana kondisi lelaki lain. Sementara sang suami di depan mata ia lupakan. Lelaki yang tak bersalah sama sekali.
Ia peluk sang suami. Mencari ketenangan dalam pelukan. Menikmati setiap sentuhan mereka. 'Maafkan aku sayang. Maafkan aku. Aku sangat berdosa padamu. Maafkan aku.'
Mencintai memang tak saling memiliki. Tapi Ellice tak bisa meninggalkan kedua lelaki ini. Keduanya memiliki tempat masing-masing dalam hatinya.
***
"Bagaimana? Kau sudah jauh lebih baik sekarang?"
"Egh.. lumayan." ucap Calvin yang masih menahan sedikit sisa-sisa dari obat laknat yang telah bercampur dengannya. "Maafkan aku soal Mariana Antony."
"Hmm, untuk apa kau meminta maaf? Aku juga bukan siapa-siapanya. Dia bahkan tak pernah menganggapku."
Bertepuk sebelah tangan. Yah, seperti itulah perasaan Antony pada Mariana. Wanita yang sudah sangat lama menjadi cinta pertamanya. Malah menyukai lelaki lain, sahabatnya sendiri.
"Sebaiknya dalam kondisi seperti ini, kau masuklah ke dalam hatinya. Tarik dia. Jadilah pehlawannya sekarang. Aku yakin lama kelamaan dia akan luluh. Dan melihat ketulusanmu, Antony. Percayalah kalau cintamu akan terbalas."
Antony mengangguk dan mengulas senyum memikirkan perkataan Calvin. Mungkin ini adalah benar jika waktunya ia berjuang untuk cintanya.
"Oh iya, Cal. Aku melihat ada yang aneh dari Ellice. Apa dia hamil?"
Jangan lupa Follow IG Author ya @frayanzstar