"Oh iya, Cal. Aku melihat ada yang aneh dari Ellice. Apa dia hamil? Apa hubungannya dengan Channing sudah bisa lebih jauh lagi sekarang?"
Nafas Calvin langsung tercekat di tenggorokan. Lisannya terdiam tak mampu mengucapkan sepatah pun kata. Mendengar ucapan Antony.
Bagaimana caranya Calvin menjelaskan pada Antony? Dia adalah dokter. Tidak mungkin bisa di bohongi. Tapi mungkinkah akan ada jalan jika Antony tau akan hal ini?
"Sejak kapan kau merasakan hal itu?" Dengan wajah serius, Calvin membenarkan duduknya, tegap. Menunggu jawaban Antony dengan nafas memburu.
"Saat terakhir aku bertemu dengannya. Ketika mengobati lukamu. Aku melihat ada banyak perubahan padanya. Meski diagnosa-ku hanya sesaat, aku yakin itu benar. Dia mrmang hamil."
"Apa kau pernah membahas soal ini pada kakak?"
"Belum, sebenarnya saat itu aku sudah ingin bertanya padamu. Tapi karena ada Channing aku singkirkan dulu pikiranku itu. Sempat aku tidak percaya, karena akhir-akhir ini kondisi Channing semakin menurun."
"A-apa separah itu kondisi kakak? Apa dia masih bisa bertahan lebih lama Antony?" Betapa kejam Calvin, pada Channing. Hingga kini ia masih menikmati rasa cintanya pada sang kakak ipar. Akn tetapi kakak semata wayang, sedang berjuang antara hidup dan mati.
"Aku tak bisa menjawabnya Cal. Karena aku berharap diagnosa-ku salah akan kesehatan Channing. Karena itu aku awalnya aku tidak yakin soal Ellice. Tapi kalau aku harus melihat Ellice sekali lagi. Aku merasa yakin. Jika dia benar hamil."
Jika memang keadaan sang kakak terus menurun, lalu bagaimana rahasia ini akan ia ungkap pada Channing? Memikirkan ini semua kepala Calvin mau pecah rasanya. Ia belum siap dengan kondisi kakaknya
"Apa hal itu sangat terlihat jelas?" tanya Calvin penasaran. 'Jika Antony saja tau, bibi yang seorang wanita berpengalaman bagaimana?' gumamnya dalam hati. Sungguh Calvin merasa kasihan pada wanitanya.
"Heem, kalau di mata dokter cukup jelas. Tapi kalau di mata orang awam, aku rasa tidak sih. Apa kau tau sesuatu Cal?" Antony memicingkan mata, menatap lekat Calvin yang terlihat gelisah.
Mungkin saatnya Calvin meminta bantuan seseorang. Mungkin juga Antony akan membantunya.
"Aku akan memberitahukanmu sebuah rahasia. Tapi please. Bantu aku untuk itu. Kau bisa melakukannya untukku Antony?"
"Ada apa?"
***
"Paman, besok malam aku sudah siapkan semuanya. Ini sudah terlalu lama untuk membuat Calvin bersenang-senang. Serangan beberapa hari lalu sepertinya tak ada hasil." ucap Charlo,
Sekutu Rohas sekaligus kambing hitam yang Rohas gunakan untuk menghancurkan keluarga Alcantara. Mendengar hal itu, tentu saja Rohas sangat senang.
"Aku ingin secara langsung mengatakan apa yang sedang terjadi pada pria penyakitan itu dan melakukan penyerangan pada bocah brengsek, Calvin. Aku tak sabar melihat bocah itu menangis ketika kakaknya mati karena ulahnya sendiri."
Berakhirnya ucapan Charlo, bertepatan dengan pukulan keras yang ia lakukan dengan bola kecil di atas rumput.
Mereka kini masih bersantai di hamparan rumput hijau tempat bermain golf. Sambil memukulkan bola dengan pemukulnya, Rohas tersenyum culas mendengar perkataan Charlo.
Pemikiran tentang keluarga Calvin yang telah membunuh kedua orang tuanya berhasil Rohas cetak lekat di pikiran Charlo. Membuat lelaki itu di penuhi dendam akan kematian seluruh keluarga Alcantara.
"Kau yakin semua persiapan sudah siap Charlo?" Charlo memgangguk. "Good."
"Kalau begitu aku akan memberikanmu separuh dari anak buahku untuk membantumu besok. Sedangkan aku akan membantumu dari sini. Di sini banyak barang-barang kita yang harus di jaga. Aku tak ingin Calvin sampai mengetahuinya."
"Benar apa kata paman. Barang-barang kita terlalu berharga untuk di ambil oleh mereka. Baiklah. Aku setuju dengan usul paman." Rohas menepuk pundak Charlo sebelum si tua itu memukul keras pada bola kecil yang sejajar dengan kakinya.
'Kau terlalu bodoh Charlo. Saat kau membunuh Calvin, maka semua kekayaanmu di sini akan aku bawa. Kau memang bodoh Percaya begitu saja padaku. Orang yang telah membunuh keluargamu. Tapi karena kebodohanmu, aku tak perlu mengotori tanganku untuk menghabisi keluarga Calvin.' Rohas tertawa keras dalam hati.
***
"Bagaimana keadaanmu, Cal?" tanya Channing. Ia duduk di pinggir ranjang sang adik bersama Ellice yang berdiri di sisinya. "Kau sudah baikan?"
"Hmm... sudah lebih baik kak. Maaf sudah membuat kekacauan di rumah hari ini. Ellice, maaf." Terlihat wajah Calvin yang sedikit pucat. Dan beberapa luka di lengannya.
"Lenganmu kenapa?" tanya Ellice yang terliht bingung. Wajah gadisnya nampak terlihat banyak sekali memendam pertanyaan dalam pikiran. Ingin rasa di hati, Calvin peluk erat gadis itu.
"Ah ini. Ini... saat aku memukul tubuhku tadi." Ellice langsung terdiam mendengarnya. Seberapa kuat obat itu melukai Calvin? Ellice ingin sekali bertanya-tanya soal semuanya. Tapi harus ia urungan karena ada suminya.
"Tau Mariana melakukan hal ini, aku tak akan mengijinkannya ke sini. Maafkan aku Cal. Nanti aku akan menghubungi paman dan bibi, untuk meminta maaf pada mereka."
"Tidak perlu kak. Aku yang akan mengatakan pada bibi dan paman sendiri. Kakak tak perlu khawatir."
"Kakak sendiri bagaimana kondisinya? Jika kakak membutuhkan sesuatu katakan saja padaku. Jangan di pendam sendiri. Aku masih di sini bersamamu."
Channing mengangguk mantab. "Kakak baik-baik saja. Sekarang yang perlu di khawatirkan itu adalah kamu. Bukan kakak. Lihatlah, wajahmu saja masih sangat muncrat.
"Kak... Terima kasih ya? Dan... maafkan aku atas segalanya." ucap tulus Calvin. "Kak, besok kakak ke rumah sakit ya? Aku ingin kakak menjalankan pemeriksaan lengkap. Aku sudah meminta Antony untuk mengurus semuanya besok."
"Hmm... terserah padamu Cal."
***
Keesokan paginya, Channing langsung di sibukkan dengan rapat melalui layar macbook-nya. Karena tak bisa di wakilkan, sehingga dia sendiri yang harus mengurusnya.
"Tuan, ada surat yang di kirim kantor untuk anda." ucap Jimmy saat sedang berada di ruang kerja Channing. Amplop coklat besar ia berikan pada Channing yang sibuk dengan pekerjaannya.
"Letakkan saja di situ. Nanti akan aku baca. Oh iya, bagaimana pertemuan kemarin, dengan pihak pengiriman?"
"Semuanya berjalan lancar tuan. Meski awalnya mereka menolak karena yang mewakilkan kehadirannya kemarin bukan andim bukan anda ataupun tuan Calvin, tapi akhirnya beliau mau menyelesaikan pengiriman barang kita ke China dengan baik."
"Baguslah. Kau boleh keluar."
Channing sama sekali tak di ijinkan Calvin untuk bekerja di kantor lagi, selama kesehatannya belum stabil dan selama paman Rohas masih keluyuran. Selain takut akan rahasianya terungkap lewat jalan busuk dari perbuatan Rohas, Calvin takut jika kakaknya akan menjadi titik lemahnya ketika menghadapi musuh.
"Surat apa ini?"
Jangan lupa Follow IG Author ya @frayanzstar_official