Hangatnya pelumas yang di keluarkan, membuat si makhluk kecil milik Calvin mengeras sempurna dan terasa mengganjal karena tekanan dari atas gundukan belakang bagian bawah milik Ellice.
"Ehmm.. Cal.. aku keluar." ucap Ellice yang langsung memeluk Calvin ketika getaran dalam tubuhnya yang baru saja ia rasakan, akibat cairan kenikmatannya yang berhasil lolos keluar dari inti tubuhnya.
Calvin tersenyum mendengar ucapan Ellice. Ia mengecup lembut tekuk leher dari wanitanya. Menikmati aroma yang selalu ia rindukan.
Ketika Calvin akan mengangkat tubuh Ellice untuk berpindah ke tempat tidur, tiba-tiba...
Tok.. tok...
Keduanya langsung melepas bibir mereka. Ellice terkesiap bangun dan membenarkan semua pakaiannya. Tubuhnya terlihat gemetaran saat menggunakan pakaian. Berkali-kali tak bisa memasang pengait penutup bukitnya. Yang seakan sulit sekali untuk di pasang lagi. Dengan air mata yang mulai berjatuhan setetes dua tetes dari mata indahnya.
Calvin yang melihatnya langsung memeluk Ellice dan membantunya. Tak tega melihat wajah ketakutan dari sang wanita. "Tenang Ellice. Semuanya akan baik-baik saja. Tenang ya, aku akan selesaikan semuanya perlahan." Calvin mencium kening Ellice, memberikan ketenangan pada wanitanya.
Setelah itu Ellice langsung berlari mencari tempat untuk bersembunyi. Yang awalnya di kamar mandi, pindah ke lemari di walk in closet. Setidaknya di sana adalah tempat teraman untuk sekarang. Dan tak akan ada yang mungkin melihatnya di sana.
Calvin yang mengekor di belakang Ellice langsung merasa bersalah. Mereka berdua sudah seperti maling yang ketangkap basah.
'Maafkan aku Ellice.'
Calvin segera menuju pintu dan melihat siapa yang mengganggu mereka berdua. "Bibi? Ada apa bi?"
"Maaf tuan mengganggu malam-malam. Tuan melihat nyonya Ellice? Tuan Channing tadi menghubungi saya, beliau menyuruh saya mencari nyonya, tuan." Calvin membuang nafasnya panjang.
"Aku akan bantu cari. Bibi istirahat saja. Biar aku yang mencarinya. Bibi istirahatlah, ini sudah malam. Biar aku yang mencarinya."
"Tidak apa-apa tuan, biar saya saja yang mencari nyonya." paksa bibi.
"Biar aku saja bi, bibi istirahatlah. Ini juga sudah malam."
Lama bibi diam, dan akhirnya setuju. "Baiklah tuan, terima kasih." Calvin mengangguk dan melihat kepergian bibi, sampai tak terlihat dari jarak pandangnya. Dan menutup pintu kamar.
"Oh God,, apa yang telah aku lakukan ini sangat berdosa pada kakak. Apa yang kau lakukan Calvin? Aarggh!" Ia memukul dinding dengan begitu kerasnya. Memikirkan bagaimana caranya agar semua masalah ini bisa terselesaikan.
"Kenapa semuanya menjadi semakin rumit? Apa yang harus aku lakukan sekarang mom? Berikan aku solusi untuk jalan ini mom. Bantu aku untuk menyelesaikan masalah yang datang padaku. Kau yang selalu membantuku untuk menyelesaikan segala masalah dalam hidupku mom. Please bantu Calvin."
Selama hidup, sang mommy selalu yang menjadi panutan Calvin. Wanita kuat yang selalu mengajarkan Calvin tentang arti hidup. Karena itu ketika kedua orang tuanya meninggal, Calvin sangat terguncang mentalnya.
Dengan langkah gontai, Calvin berjalan menuju lemari pakaiannya. Dengan pelan membuka pintu. Duduk setengah berjongkok dan melihat sang wanita pujaan yang menghapus air matanya tiada henti.
Melihat pemandangan seperti ini hatinya begitu terasa sakit. Wanitanya hanya bisa bersembunyi, dengan duduk meringkuk di sudut lemari. Hatinya hancur melihat Ellice harus melakukan ini demi menutupi kesalahan yang telah ia perbuat sejak awal.
Calvin menarik pelan tubuh mungil dari lemari, dan mendudukkan wanita itu di pangkuannya yang kini sudah duduk di lantai. Memeluk erat di dalam dada. Isak tangis dari sang gadis begitu terdengar menyayat hatinya. Bagaimana Calvin bisa setega ini pada kedua orang yang ia sayang?
"Maafkan aku Ellice, maafkan aku. Sungguh aku meminta maaf atas kesalahanku pada kalian berdua. Semuanya berawal karena kesalahan yang menimpaku. Maafkan aku." Membuat masalah sampai menjadi rumit seperti ini membuat Calvin tak sengaja meneteskan air mata.
Dua orang kesayangannya sungguh terluka karena masalah yang ia timbulkan. Ellicebyang kini harus menanggung anaknya dan berbohong dari suaminya. Belum lagi, bagaimana jika sang kakak mengetahui hal ini nantinya? Apakah Channing masih bisa bertahan?
"Jangan menangis lagi ya? Berhentilah menangis. Jika kau seperti ini terus, bagaimana aku bisa membiarkanmu pergi dengan tenang Ellice? Please demi aku, berhenti menangis ya?"
Ellice melepaskan pelukannya dan melihat Calvin yang juga meneteskan air matanya. "Kau menangis Cal?" Calvin cepat-cepat menghapus air matanya dan menggeleng.
"Tidak, aku tidak menangis. Yang menangis itu kamu cantik." Calvin mencubit pelan pipi Ellice. Terlihat semburat kepedihan di wajah Calvin. Ellice sadar jika yang paling tersakiti di sini adalah Calvin.
Meski pada kenyataannya mereka semua tersakiti, tapi tetap saja. Beban terbesar adalah pada Calvin.
"Jangan menangis lagi ya? Cuci muka lah. Kau harus kembali ke kamar." dengan berat hati Ellice menganggukkan kepalanya.
Namun sebelum itu Ellice memegang sejenak wajah tampan di hadapannya. Terdiam dan saling beradu pandang. Mencari ketenangan dari keduanya. "Kita hadapi bersama ya?" Calvin tersenyum dan mengangguk.
"Tanganmu kenapa?" tanpa sengaja luka memar di punggung tangannya, terlihat oleh Ellice. "Tadi tidak ada." tanyanya lagi sambil melirik Calvin.
"Tidak apa-apa. Hanya luka kecil."
"Aku obati dulu ya? Kemarilah." Ellice berdiri dan menarik pelan tangan Calvin. Berjalan menuju kamar mandi dan membawa Calvin di depan cermin.
Ia mencari obat di kotak p3k, kemudian ia oleskan perlahan pada punggung tangannya yang membiru. 'Maafkan aku Cal, karena terlalu banyak membuatmu khawatir. Mulai sekarang kita hadapi bersama. Karena aku juga telah banyak melakukan kesalahan pada suamiku. Kita hadapi ini bersama.' ucapnya dalam hati sambil menahan tangis supaya Calvin tak khawatir padanya.
"Sudah, sekarang kau basuhlah wajahmu. Setelah itu kau harus kembali ke kamar. Tidurlah bersama kakak. Hmm?" lagi-lagi pandangan mereka beradu, dan Ellice akhirnya mengangguk.
Ia membantu Ellice untuk membersihkan wajahnya. Kemudian ia membuka pintu kamarnya lebih dulu untuk melihat keadaan di luar. "Ayo, aku akan mengantarkanmu." Keduanya keluar dan Ellice langsung masuk ke kamarnya. Sedangkan Calvin masih berdiam diri di depan pintu kamar Ellice.
Selang beberapa menit Calvin masih berdiam diri di sana. Tatapannya kosong memandang ke arah pintu. Mencari jawaban atas masalahnya yang tak kunjung usai. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang mendekat.
"Tuan? Sedang apa anda di sini?" tanyanya dan Calvin menoleh pada asal suara.
"Jimmy?"
"Maaf tuan menganggetkan anda. Saya baru saja dari ruang kerja tuan Channing untuk meletakkan file-file kantor. Dan tak sengaja melihat anda berdiri di sini."
"Ah ya.. aku hanya.. lupakanlah. Aku akan ke kamar."
"Silahkan tuan, selamat tidur." Ucap Jimmy yang melihat Calvin masuk ke dalam kamarnya. "Malam-malam begini apa yang di lakukan nyonya Ellice di kamar tuan Calvin?"
***
Channing dan Ellice terbangun dari tidurnya ketika ada suara ledakan yang tiba-tiba datang dan membuat guncangan cukup hebat di dalam rumah.
"Ada apa ini? Apa ada gempa bumi?" tanya Channing dengan suara khas bangun tidurnya.
"Hmm? Ada apa?" tanya Elice yang juga baru bangun dari tidurnya. Ia melihat sang suami yang duduk dengan raut kepanikan sambil mengambil ponselnya.
"Apa ada yang terjadi Jimmy? Kenapa seperti ada goncangan?" tanya Channing yang langsung merangkul Ellice. Ellice yang binggung melihat ke arah jendela kamar.
"Maaf tuan, ada serangan dadakan. Baru saja ada yang melempar granat ke halaman rumah tuan. Tuan Calvin, Seth dan Mac sedang mengejar mobil mereka.
"Oh God, apa lagi ini?"
Channing segera bangun dan mengambil jubah tidurnya dengan Ellice yang mengekor di belakang. Mereka menuju ke luar rumah.
Melihat halaman rumah yang nampak terbakar dan sisa-sisa kobaran api sedang di padamkan. Ellice hanya menutup mulutnya dengan apa yang telah terjadi.
"Apa ada yang terluka?" tanya Channing pada Jimmy yang menghampirinya.
"Hanya beberapa luka kecil yang mengenai penjaga tuan dan tuan.. Calvin juga sempat terluka." jelas Jimmy hati-hati.
"Oh Calvin.. Lalu kenapa bisa Calvin yang mengejar mereka?" mendengar nama itu di sebut, Ellice segera mendekat.
"Tadi tuan Calvin sedang lari pagi, dan saat ledakan itu terjadi, kebetulan keberadaan tuan Calvin sangat dekat tuan. Sehingga ada beberapa luka di tubuhnya. Dan karena itu tuan Calvin langsung mengejar mereka."
'Calvin terluka?' debar jantung Ellice langsung bersetak cepat mendengar apa yang baru saja di ucapkan Jimmy.
"Apa itu di sana?"
Follow IG Author ya @frayanzstar