"Tapi aku sangat menyukaimu Cal. Tolong hargai perasaanku ini. Aku hanya ingin kau sedikit peduli denganku. Atau mungkin sudah ada wanita yang kau sukai? Kau menyukai wanita tadi yang kau peluk di danau itu kan? Siapa dia Cal?"
Jika saja Elluce bukan milik siapa-siapa, pasti sudah dengan lantang Calvin berkata jujur. 'Iya, dia adalah wanita yang aku cintai. Tapi sayangnya kata-kata itu hanya bisa ia simpan dalam-dalam di hatinya sendiri.
"Itu bukan urusanmu Mariana. Dari awal aku juga sudah mengatakannya padamu. Jangan terlalu berharap denganku. Kau sendiri nantinya yang akan merasakan sakit."
"Aku masih ada kerjaan yang harus aku lakukan. Kau Lebih baik pulang saja." ucap Calvin yang akan beranjak pergi. Tapi Mariana menahannya.
"Cal, jangan seperti itu padaku. Setidaknya beri aku kesempatan. Aku bisa menerimamu apa adanya meski kau tidak menyukaiku sekalipun. Aku tak akan mempersalahkannya. Tapi please, beri aku kesempatan itu. Aku juga bisa berubah sesuai dengan apa yang kau inginkan."
"Sudahlah Mariana. Aku akan jujur padamu. Aku tidak menyukaimu. Lebih baik kau berikan cintamu pada orang yang tulus membalas cintamu. Kau tau kan kalau Ethan sejak dulu menyukaimu. Kenapa kau tak mau mencoba dengannya? Dia mencintaimu dengan tulus. Bukan sepertiku yang hanya akan menyakitimu."
"Dan kau juga tak perlu berubah menjadi seperti yang orang lain inginkan. Tapi jadilah dirimu sendiri. Bahagiakan dirimu. Jangan pernah merusak hidupmu hanya karena keegoisanmu."
Mariana terdiam dan menatap dalam manik mata Calvin. "Tapi yang aku suka itu kamu Cal. Bukan Ethan. Bukan juga yang lain. Sudah sangat lama." dengan menggebu Mariana masih berusaha melukuhkan hati Calvin. "Atau benar, kau memang menyukai wanita tadi? Siapa dia?"
"Sudah aku katakan itu bukan urusanmu Mariana. Sudahlah kau pulang saja. Jangan sia-siakan waktumu yang berharga hanya untukku yang tidak pantas untuk kau cintai."
"Jika kau tak memberitahuku siapa dia. Aku yang akan mencari tau siapa dia. Aku akan katakan jika kau milikku!"
"Jangan sampai aku membencimu Mariana. Kau sudah tau jelas apa jawabanku. Sekarang kau lebih baik pulang. Aku lelah memberitahumu soal ini. Kau tak pernah mau mendengar apa ucapanku."
"Sekali lagi aku ingatkan padamu. Carilah pria yang mencintaimu, bukan kau yang mencintai dia. Jika seperti itu, maka kau sendiri yang akan merasakan sakit. Aku hanya tak ingin membuat temanku kecewa." jelas Calvin sambil mengacak pelan rambut Mariana dan berlalu pergi.
"Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku Cal? Kau tau betapa besar rasa sukaku padamu. Tapi kau sama sekali tak mengartikan perasaan tulusku padamu." ucapnya, dengan melihat Calvin yang pergi menjauh darinya.
"Mariana? Kau di sini? Sudah lama?" tanya Channing yang turun dari tanggga bersama Ellice. Terlihat jika Ellice masih ketakutan. Ia bahkan mencari perlindungan dari sang suami. Tapi senormal mungkin ia berusaha mengontrol dirinya agar tidak ketahuan Mariana soal apa yang dia lihat di danau sebelumnya.
"Iya kak, lumayan lama. Hai El.." Ellice hanya mengangguk dan tersenyum di sapa seperti itu oleh Mariana.
'Dia tak akan tau siapa yang sedang bersama dengan Calvin kan?' gumam Ellice dalam hatinya. Meski sudah berusaha normal di hadapan Mariana, tapi debaran jantungnya tak bisa di bohongi.
"Ehmm kak,, apa benar Calvin sedang menyukai seorang wanita kak? Aku tadi melihat Calvin sedang memeluk wanita. Apa itu pacar Calvin? Apa Calvin sudah memiliki pacar sekarang?"
"Calvin? Punya pacar?" tanya Channing yang ikut terkejut. 'Mungkin benar. Karena Antony juga mengatakan hal yang sama padaku. Baguslah jika Calvin sudah memiliki pacar. Tapi tumben dia tidak cerita apapun padaku?' Channing tentu saja senang, jika memang benar sudah ada wanita yang mengisi hati sang adik.
Dan buukan hanya Channing yang terkejut, tapi pertanyaan itu sudah sangat membuat Ellice gelisah. Ia berharap, Mariana benar-benar tak menyadari siapa sebenarnya yang ada di danau. Hanya itu yang Ellice khawatirkan.
"Kakak tidak tau hal ini?" Channing hanya menggelengkan kepalanya. "Kak, apa kakak bisa membantuku untuk mendapatkan Calvin kak? Kau tau kan jika Aku sangat menyukainya. Sudah sejak dulu. Tapi dia sama sekali tak pernah memberiku respon tentang perasaanku ini."
Mendengar penuturan Mariana, ada senyum samar di wajah Ellice. Itu artinya hanya dia wanita yang di cintai Calvin.
Ellice sadar jika dirinya sudah seperti wanita brengsek! Berselingkuh dan memiki hati lain untuk adik iparnya sendiri. Tapi kenyataan pahit itu memang sedang ia alami. Hatinya bukan lagi milik suami seorang. Tapi setengah dari hatinya sudah ia berikan pada sang adik ipar.
Bahkan tanoa Ellice ketahui, rasa cintanya pada Calvin, jauh lebih besar dari sang suami. Di karenakan buah hati kecil yang sudah bersemayam di perutnya, membuat perasaan itu kian membesar seiring berjalannya waktu. Hanya saja, Ellice belum menyadari sekua itu.
"Soal itu, kakak tidak berani ikut campur. Karena masalah hati, hanya kalian sendiri yang tau. Tapi apa yang Calvin pernah katakan itu benar Mariana. Jangan terlalu banyak berharap padanya. Usia kalian masih panjang. Carilah seseorang yang mencintaimu dan kau cintai. Seperti kami. Benarkan sayang?"
Ellice menoleh dan mengangguk, berusaha manja dan tidak terjadi apa-apa. Bergelayut di tangan sang suami. Walaupun dia jijik dengan dirinya sendiri yang bertingkah munafik di depan pria yang dengan tulus mencintainya.
'Percuma saja aku bicara dengan kakak. Tapi jangan berharap aku akan menyerah. Aku tak akan menyerah kak. Sampai kapanpun, aku akan mengejar Calvin. Dan akan mencari tau siapa wanita yang sudah menjadi tambatan hatinya. Dia hanya milikku. Dulu, sekarang dan nanti.'
***
Sementara di ruang kerjanya, Calvin memperhatikan surat kaleng yang sudah di berikan musuh pagi tadi. Surat tes kehamilan sang pujaan hati. Ia baca surat itu. Dan senyum senyum sendiri karena lembaran kertas itu adalah bukti buah hati mereka itu nyata.
"Dia juga mencintaiku. Benarkan?" Calvin tersenyum sambil menggigit bibirnya dalam memikirkan ternyata cintanya bukan bertepuk sebelah tangan. Sang pujaan hati telah membalas cintanya.
Bahagia itu benar-benar nyata kini yang ia rasakan. Rasanya sampai saat ini suara itu terus terngiang di telinganya. -Aku juga menyukaimu Calvin-
Oh,, sungguh indah kata-kata itu. Mampu membuat dirinya di mabuk cinta sampai ke langit. Bidadarinya sudah menyimpan perasaan padanya. Itu adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya.
"Sayang, kami berdua mengharapkan kehadiranmu." ucapnya bermonolog sendiri pada bayangan calon bayinya.
"Tapi kakak, bagaimana aku menjelaskannya? Oh my.. rasanya kepalaku mau pecah! Dan ini, bagaimana bisa mereka melakukan ini. Paman, bagaimana hanya karena harta kalian menjadi buta seperti ini? Mereka akan terus mencari celah untuk memberitahukan hal ini pada kakak. Aku yakin itu."
"Setelah kedua orang tuaku, kau sekarang menargetkan kakakku? Lalu terakhir aku? Kenapa hanya demi harta?" Calvin tertunduk dengan satu tangan menyangga keningnya. Meratapi nasib keluarganya dan nasib percintaannya.
Di saat kebahagiaan datang, di situlah kepedihan ikut menemani. Bencana ini baru saja di mulai. Jika Calvin tak pandai-pandai untuk bertindak, maka semuanya akan sia-sia. Meski sekalipun nanti ada hati yang tersakiti, maka itu haruslah hatinya. Dan yang mati adalah musuh besar keluarganya. Bukan kakaknya atau Ellice. Karena orang ketiga di sini adalah dirinya.
Calvin simpan baik-baik surat cinta dokter itu di laci kerjanya. Menyembunyikan dengan sangat rapat di peti kecil yang penuh kenangan kedua orang tuanya. Biarkan bukti itu menjadi saksi bisu, akan keberadaan sang calon bayinya.
"Mario, bisa ke ruang kerjaku sekarang?" tanya Calvin di panggilan selulernya.
"Iya tuan. Saya akan segera ke sana."
Tak menunggu lama, Mario sudah masuk di ruang kerjanya. Dan melihat kondisi sang tuan yang nampak frustasi.
"Iya tuan? Ada yang bisa saya kerjakan?"
"Bagaimana kondisi Khan?" tanya Calvin sambil menopang wajahnya dengan kedua tangannya.
"Khan mengabarkan jika tidak ada tanda-tanda tuan Rohas di sana tuan. Bahkan para pelayan belum sekalipun bertemu tuan Rohas setelah hampir setengah tahun yang lalu. Tempat itu hanya di tinggali beberapa anak buah dan pelayan saja tuan."
Khan, anak buah Calvin yang Mario perintahkan untuk menyelinap masuk ke dalan Ranch untuk mencari tau kondisi di dalam sana. Tak sesuai perkiraan, karena paman Rohas maupun asistennya yang selalu mengekor tak terlihat batang hidungnya di sana.
"Shit! Jadi mereka hanya mengecoh kita? Oh my..! Brengsek. Di mana sebenarnya kalian bersembunyi?" Calvin menyugar rambutnya yang basah ke belakang sambil menjambak-jambak pelan.
"Lalu kedua pria brengsek yang sedang kita tahan bagaimana? Apa mereka masih bungkam?"
"Mereka sepertinya benar-benar tidak mengetahui di mana keberadaan boss mereka tuan. Karena mereka di beri perintah hanya lewat telepon dan surat itu di kirim lewat ponselnya. Saat kita periksa, nomer itu sudah tak aktif lagi sekarang. Sehingga kami tak bisa melacaknya."
"Semakin lama paman semakin pintar. Kita harus tetap selangkah lebih maju dari paman. Kirimkan satu anak buahmu untuk masuk ke perusahaan mereka. Cari tau informasi tentang paman. Minta bantuan Ethan untuk masalah ini."
"Baik tuan." jawab Mario tegas. "Ehmm.. masalah di danau tadi,, maafkan saya tuan. Saya tak bisa menahan nona Mariana untuk tidak ke sana."
"Tidak apa-apa Mario. Itu bukan salahmu. Meski kau sudah berusaha, dia akan tetap pergi. Sudahlah lupakan. Aku hanya mohon padamu, bantu aku untuk merahasiakan semua ini sampai waktunya tiba."
"Pasti tuan. Tapi.. apakah anda sudah menemukan solusinya tuan?" Calvin menggeleng lemah.
"Belum Mario. Kondisi kakak belakangan ini semakin memburuk. Aku harus mencari cara lain untuk memberitahukan hal ini pada kakak."
"Ehmm, bagaimana--kalau anda jujur saja dulu mengenai obat yang di berikan tuan Fernandes pada anda saat itu, tuan? Memberitahukan kondisi anda saat itu. Tuan juga ada hasil tes lab dari dokter Antony. Mungkin dengan itu, bisa mengurangi segala sesuatunya untuk kedepannya tuan."
Lama terdiam. Dan melirik lagi pada sang pengawal setianya. "Hmm, akan aku pikirkan masalah itu nanti. Terima kasih Mario."
"Sama-sama tuan. Semoga semuanya cepat selesai tuan." Calvin menarik bibirnya ke atas dan memberi anggukan pada Mario.
'Harapan yang sama untukku Mario. Anakku akan semakin besar dalam perut Ellice.'
Follow IG Author ya @frayanzstar