"Bi, bibi.. Calvin ada di rumah sekarang? Aku tak bisa menghubunginya bi. Aku dari kantornya juga dia tak ada di sana." teriak Mariana yang baru saja turun dari mobil. Menggunakan dres ketat selutut yang di balut blazer. Wanita ini selalu tampil Fashionable.
"Nona Mariana? Selamat siang nona? Tuan Calvin ada di rumah nona. Tuan Channing dan tuan Calvin mereka tidak ke kantor pagi ini." jawab bibi yang baru saja membuang sampah di samping rumah.
"Dimana dia sekarang bi?"
"Saya kurang tau nona. Tapi sepertinya tadi tuan terlihat berjalan ke black house nona."
"Black house?" tanya Mariana memastikan dan bibi mengangguk. "Ok, terima kasih bi. Aku akan menyusulnya ke sana." Ia tersenyum dan segera pergi untuk menyusul Calvin ke sana.
Black house adalah rumah yang dulu menjadi tempat main mereka ketika kecil. Tentu saja Mariana tau di mana itu. Namun sekarang rumah tersebut, di pakai untuk tempat tinggal para anak buah keluarga Alcantara.
Dengan semangatnya Mariana melewati jalanan setapak dengan kanan dan kirinya di hiasi tanaman yang tertata rapi di mansion seluas hampir 3 hektar milik keluarga Calvin.
Ia melihat Mario dari kejauhan dan semakin berlari ia mendekat pada sang pengawal. "Mario, Calvin di mana?"
"Selamat siang nona. Ehm,, tuan Calvin sedang ada pekerjaan, Nona mau ke mana? Ada yang bisa saya bantu, nona?" tanya Mario setenang mungkin. 'Kenapa waktunya tidak tepat sekali. Tuan sedang dengan nyonya lagi di danau.' Keluh Mario dalam hati.
"Aku ingin menemui Calvin. Dia sedang berada di black house kan? Kata bibi, Calvin ada di sana. Aku ingin menyusulnya. Aku juga sudah lama tak ke tempat itu Mario."
"Tapi nona, lebih baik anda jangan ke sana. Di sana hanya tempat para anak buah. Lebih baik anda menunggu di rumah, saya yang akan memanggilkan tuan Calvin untuk anda."
"Tidak perlu. Aku saja yang akan ke sana. Kau antarkan aku saja ke sana Mario. Atau kalau kau tak ingin mengantarkanku, aku bisa ke sana sendiri." ucap Mariana dan langsung pergi tanpa menunggu jawaban Mario.
"Eh nona tunggu saya nona. Saya bisa panggilkan tuan Calvin. Beliau sedang menghukum seseorang di balck house nona. Lebih baik anda tidak ke sana dan melihat apa yang terjadi." jelas Mario yang terus berjalan mengikuti Mariana yang tetap kekeh dengan keinginannya.
"Aku tak masalah Mario. Aku justru ingin tau bagaimana kehebatan Calvin ketika melakukan hal itu pada musuh-musuhnya."
'Haduh, bagaimana ini. Itu tuan Calvin dan nyonya ada di sana. Apa yang harus saya lakukan?' gumam Mario yang melihat Calvin dari jauh.
"Tapi nona, tuan Calvin pasti tak akan suka melihat ini nona. Saya nanti yang akan di marahi nona." Mario segera berdiri di depan Mariana untuk menghalangi penglihatan Calvin.
"Kau kenapa sih Mario? Awas, aku ingin oergi ke black house. Awas Mario awas. Eh, itu Calvin kan? Siapa yang dia peluk?" mata Mario langsung terbelalak saar Mariana berhasil melihat apa yang seharusnya tidak ia lihat.
"Mana ada tuan Calvin nona? Lebih baik anda menunggu di rumah saja nona. Saya saja yang akan memanggilkan tuan untuk nona." Mario masih berusaha agar Mariana tidak mendekat ke arah danau. Dimana sepasang kekasih gelap sedang melepas rindu.
"Nona, tunggu nona.. nona Mariana.." Mariana yang sudah berlari membuat Mario semakin susah menghentikannya.
Hingga ia dengan gerakan cepat kembali menghalangi tubuh Mariana yang sekarang sudah berjarak 3 meter dari keduanya.
"Kalian berdua sedang apa? Kenapa berduaan di sini?" Ellice langsung membeku di posisinya tanpa menoleh ke arah suara yang sedang memergoki keduanya dari belakang.
"Mariana?" Calvin tanpa melepas pelukannya pada Ellice, mencoba untuk tetap tenang.
"Maaf nona. Tapi lebih baik anda kembali ke rumah. Saya akan mengantarkan anda ke sana nona."
"Pergi dari hadapanku Mario. Cal, siapa wanita itu? Kenapa kau berpelukan di sini dengannya? Siapa dia?" teriak Mariana yang mulai tak suka dengan keadaan yang ia lihat di depan mata.
Ellice yang membelakanginya dengan rambut di sanggul ke atas, serta hoodie selutut yang ia pakai, membuat Mariana tak mengenali sosok itu.
Tapi hal itu, tak membuat Ellice tenang. Derai air mata malah kian mengalir. Ketakutan sudah menyelimuti dirinya. Bayangan akan Channing yang mengetahui apa yang sedang terjadi, membuatnya semakin gusar dan gelisah.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau pergilah. Aku masih ada pekerjaan setelah ini." ucap Calvin masih berusaha santai. Sedikit mencuri pandang pada wanita yang ia peluk, ternyata wanita-nya sudah semakin di rundung air mata dan ketakutan.
"Siapa dia Cal? Kenapa kau memeluknya seperti itu? Apa dia pacarmu? Hei, siapa kau? Menolehlah. Aku ingin melihatmu. Kau siapa?" teriak Mariana yang mulai tak suka. Baginya Calvin adalah miliknya.
"Dia temanku. Dan kau lebih baik kembali ke rumah. Lagi pula apa yang sedang kau lakukan di sini? Sekarang masih jam kerja. Aku juga masih banyak pekerjaan yang harus aku urus setelah ini. Kembalilah atau kau lebih baik pulang saja dari sini. Mario bawa Mariana."
"Baik tuan."
"Aku hanya merindukanmu Cal. Tapi siapa dia? Apa aku mengenalnya? Kau kan tau dengan jelas Cal, kalau aku menyukaimu?"
"Ini bukan urusanmu. Dan tak ada hubungannya kau menyukaiku atau tidak. Kau juga jangan berharap lebih dariku. Saranku kau carilah laki-laki yang juga mencintaimu."
"Mari nona. Saya akan antarkan nona. Atau tuan Calvin akan lebih marah dari ini pada anda. Lebih baik anda menurut saja nona."
"Jangan sentuh aku. Aku bisa jalan sendiri." dengus Mariana kesal. Dengan terpaksa Mariana mengikuti kemauan Calvin untuk pergi dari sana. Hingga tak terlihat lagi batang hidungnya, Ellice yang sejak tadi membeku, segera di peluknya lagi.
Menangis dalam diamnya. Ellice tak bisa lagi berkata-kata. Ketakutan di dalam dirinya sudah begitu besar. Sampai Calvin ikut merasakan detak jantungnya yang berdetak begitu cepat.
"Tenanglah Ellice. Semuanya akan baik-baik saja. Mariana tak akan lagi ke sini. Dia juga tak mengenalimu. Aku akan membantumu untuk masuk ke dalam rumah. Jangan menangis lagi. Ya?" ucap Calvin sambil membelai lembut rambut hitamnya dan sesekali mengecup wanita-nya.
"Aku tak akan lagi membiarkanmu sendirian. Aku akan menanggung semua kesalahan yang aku torehkan padamu. Aku akan bertanggung jawab penuh atas kesalahanku itu."
"Ini juga salahku Cal. Karena aku sendiri juga.. aku—aku sadar, jika aku.. aku juga menyukaimu." Ucapnya lirih.
Akan tetapi, sekecil apapun suara itu, Calvin bisa mendengarnya. Di lepasnya pelukan itu dari Ellice. Ia pandang lekat-lekat manik mata wanita-nya. "Bisa aku mendengarnya sekali lagi? Sekali saja aku ingin melihatmu mengatakan itu tepat di depanku."
Ellice menggigit bibirnya dan membiarkan Calvin menghapus air matanya yang terus jatuh. "Aku.. aku.. juga me-menyu-kaimu Calvin."
Sekarang bukan hanya Ellice yang detak jantungnya bekerja dengan cepat. Tapi kini detak jantung Calvin juga sudah sangat berdebar. Mendengar ucapan Ellice, Calvin merasa ada yang sedang menabur bunga di atas kepalanya.
Membuat hatinya begitu bahagia, sama bahagianya ketika ia tau jika di perut Ellice ada seorang bayi, bayi dari Ellice dan dirinya.
Andai saja mereka sedang berada di kamar Calvin, sudah ingin sekali Calvin bertukar peluh dengan wanita cantik jelita di depannya ini. ia mengecup singkat bibir itu, hanya untuk mengucapkan rasa terima kasihnya atas perasaan yang Ellice berikan padanya.
"Terima kasih Ellice, Kau tau aku juga sangat-sangat mencintaimu. Demi seluruh hidupku aku rela melakukan apapun untukmu. Aku mencintaimu Ellice. Sangat." Keduanya kembali berpelukan dan saling menyalurkan perasaan yang mereka rasakan masing-masing.
Setelah itu, Calvin mengantarkan Ellice untuk masuk lewat pintu belakang. Membiarkan wanitanya merasakan aman ketika bersamanya. Sebelum berpisah, lagi-lagi Calvin memberikan Ellice kecupan di keningnya.
***
'Siapa wanita itu? Sepertinya Calvin begitu peduli dengannya. Apa kak Channing tau akan hal ini? Calvin kan tidak pernah merahasiakan hal apapun pada kakak?' tanya Mariana dalan hati.
"Kenapa belum pulang?"
"Ah Calvin, iya belum. Kan sudah aku katakan aku ingin bertemu denganmu. Lagi pula kau tak pernah mau mengangkat panggilanku ataupun membalas pesanku. Kau kenapa semakin jahat padaku Cal?"
"Ponselku rusak. Aku belum sempat membeli yang baru." jawab Calvin basa-basi. "Sedang memikirkan apa? Kenapa kau tidak pulang saja? Apa kau tak ada pekerjaan lain selain menggangguku?"
"Eh, oh iya, siapa wanita tadi Cal? Kau terlihat begitu peduli padanya. Apa kau menyukainya? Kau taukan aku begitu menyukaimu Cal?" tanya Mariana yang sudah merapatkan duduknya pada Calvin.
"Aku sudah lama menyukaimu. Tapi kau sama sekali tak memberiku kesempatan untuk mendapatkan cintamu. Apa memang aku tak ada artinya untukmu?"
"Sudah aku katakan, jangan terlalu banyak berharap dariku. Kau juga tau dengan jelas jika aku hanya menganggapmu sebagai adik. Tapi tidak lebih dari itu Mariana."
"Tapi aku sangat menyukaimu Cal. Tolong hargai perasaanku ini. Aku hanya ingin kau sedikit peduli denganku. Atau mungkin sudah ada wanita yang kau sukai? Kau menyukai wanita tadi yang kau peluk di danau itu kan? Siapa dia Cal?"
Follow IG Author ya @frayanzstar