"Aku ingin kau berkata jujur padaku sekarang Cal." ucap Channing. Ellice dan Calvin tersentak kaget mendengar apa yang di katakan Channing. Apa Channing sudah tau akan hal yang terjadi?
"Maksud--kakak bicara apa kak? Sudah, kakak istirahat saja. Jangan terlalu lelah. Kakak sudah minum obatnya kan Ellice?" tanya Calvin untuk mengalihkan pertanyaan sang kakak.
Sementara Ellice sudah tak bisa menjawab. Dadanya bergemuruh mendengar sang suami bertanya seperti itu. Jika bisa, Ellice memilih untuk di tulikan saja saat ini.
Calvin yang melihat hal itu merasa kasihan pada Ellice. Lagi pula bagaimana sang kakak tau rahasia yang hanya segelintir orang kepercayaannya yang tau masalah ini?
"Aku sudah minum obat. Aku juga tak apa-apa, aku sehat. Hanya sedikit lelah saja Cal. Aku hanya ingin mendengar darimu. Katakan padaku apa yang kau sembunyikan dariku?" tanyanya sekali lagi dengan nafasnya yang memburu.
"Tak ada rahasia apa-apa kak. Kakak istirahatlah. Jangan membuatku khawatir kak."
"Aku ingin tau dulu Cal. Cepat katakanlah. Apa yang sudah kau rahasiakan padaku?"
Ellice yang tak mampu menopang tubuhnya sendiri sedikit terhuyung. Sehingga Calvin membantunya untuk bertahan, tapi Ellice menolak sentuhan dari Calvin karena saking takutnya.
"Aku.. aku.."
"Katakan padaku, siapa dia? Apa kau benar sudah memiliki wanita yang kau suka Cal?" kali ini Calvin yang bingung dengan pertanyaan kakaknya.
"Heh? Maksud kakak?"
"Aku mendengar dari Antony, dia bilang kau sudah memiliki orang yang kau sukai. Siapa dia Cal? Kenapa kau tak mengatakannya padaku? Aku hanya ingin melihatmu menikah sebelum nyawaku semakin pendek." Air matanya jatuh sudah. Ellice tak kuasa menahan dosa-nya pada sang suami.
Meski bersyukur, karena yang di maksud Channing bukan rahasianya dengan Calvin, tapi mendengar ucapan terakhir suaminya, Ellice merasa sungguh hina--sungguh berdosa. Ia wanita yang tak layak untuk mereka berdua cintai. Ellice keluar perlahan.
Tak ingin suaminya melihat, jika ia menangis. Ellice keluar dari kamarnya. Sedangkan Calvin masih berusaha berbicara dengan sang kakak.
"Ah? itu, bukan kak. Bukan apa-apa. Antony salah mengartikan apa yang aku katakan padanya. Kakak istirahatlah sekarang. Jangan membuatku semakin khawatir kak. Kakak tak akan pergi ke mana-mana. Umur kakak masih panjang. Sudah lupakan. Jangan banyak pikiran. Istirahatlah kak."
"Ia aku akan istirahat. Tapi kau harus berjanji cerita pada kakak nanti masalah ini." akhirnya Channing mencoba memejamkan mata. Terlihat jika dadanya kembang kempis menahan sesuatu yang mungkin sungguh sakit baginya.
'Maafkan aku. Aku belum bisa mengatakan hal ini padamu kakak.' gumam Calvin dalam hati, sambil terus memperhatikan sang kakak.
Ingin rasanya Calvin memperbaiki keadaan. Namun semuanya telah terlanjur jauh. Wanitanya sudah mengandung anaknya. Tak bisa lagi mundur.
Nyatanya, Calvin harus menghadapi konsekuensi yang telah ia lakukan. Dan Fernandes-lah yang menyebabkan semuanya terjadi. Bahkan sudah menjadi bangkai sekalipun, dia meninggalkan baunya pada Calvin.
Setelah beberapa menit berlalu, Channing tampak lebih tenang. Nafasnya juga sudah membaik. Membuat Calvin merasa lega.
Sementara Ellice yang sejak tadi keluar dari kamarnya, hanya bisa menangis. Terduduk di bagian belakang sudut kediaman Alcantara. Hanya duduk beralaskan rumput dan melihat air danau yang begitu tenang.
"Maafkan aku Channing. Maafkan aku." terus kata-kata ini yang terulang dari mulutnya. "Maaf sayang. Apa yang harus mommy lakukan sekarang? Beri semangat untuk mommy sayang. Berikan mommy kekuatan untuk menjalani ini sayang." imbuhnya sambil mengelus perut yang sudah berisi. Bermonolog diri pada calon bayinya.
Menekuk kakinya dan ia peluk erat. Ellice rasanya mulai lelah dengan keadaannya sekarang. Terus bersembungi di balik kebohongan. Sekali berbohong, maka akan selamanya melakukan kebohongan yang lain. Itu yang Ellice takutkan.
Namun calon bayi tak bisa lagi ia sembunyikan lebih lama. Perutnya akan semakin membesar seiring berjalannya waktu. Saat itu tiba, maka di waktu itulah rasanya Ellice ingin jika waktu dapat ia hentikan.
"Hey, jangan menangis." ucap Calvin yang mengagetkan Ellice. Ia duduk di samping Ellice dan tangannya mengusap lembut kepala wanita-nya.
"Cal, bagaimana setelah ini? Bagaimana cara kita memberitahu Channing soal ini? Aku sangat takut Cal. Aku tak ingin kehilangannya." akhirnya Ellice memeluk Calvin. Mencari tempat paling nyaman.
Saat ini dirinya butuh sandaran. Dan Calvin adalah sandaran yang paling nyaman sekarang. Lelakinya yang satu ini mampu membuat Ellice luluh.
"Aku takut kehilangannya Cal. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa-apa aku harus--mengugurkan anak kita?"
Shock. Sakit hati Calvin mendengar hal itu. Baru ia merasakan kebahagiaan, tapi kenapa justru kepahitan dari mulut Ellice keluar begitu saja. Seakan mudah melakukan hal itu.
"Apa maksudmu Ellice? Aku tak ingin kehilangan anakku. Kau jangan konyol. Anak itu tidak bersalah. Kau jangan pernah berkata seperti itu Ellice. Aku akan berjuang untuk menyelesaikan masalah yang terjadi."
"A-aku.. aku hanya takut Cal. Maaf." Ellice yang melepas pelukannya hanya bisa tertunduk. Meski dia salah, tapi kehilangan Channing dia belum siap. Menghadapi kemarahan pria yang tulus mencintainya, Ellice rasanya tak sanggup.
"Sudah jangan di pikirkan. Aku akan memikirian apa yang harus aku lakukan." Calvin hanya bisa menghela nafas mendengar itu. Sakit hatinya masih ada. Dengan mudahnya Ellice mengucapkan itu padanya.
Meski semua itu adalah kesalahannya, tapi bayi yang masih dalam rahim Ellice tidak bersalah. Janin itu masih sangat suci. Bagaimana bisa Ellice memikirkan hal itu?
'Aku tak akan mengijinkanmu untuk melakukan hal itu Ellice. Dia anakku. Aku tak ingin sampai kehilangannya. Sudah cukup kedua orang tuaku yang pergi meninggalkan kami. Aku juga tak akan membiarkan apapun terjadi pada kakak.'
***
Sejak ucapan Ellice pagi tadi, terlihat jika Calvin menghindari Ellice. Biasanya Calvin rajin mengirimkan pesan padanya di saat kerja. Tapi seharian ini belum ad satu pun pesan yang menanyakan kabar padanya dari Calvin.
Pulang kerja pun Calvin sama sekali tak menyapa Ellice yang sedang di dapur. Padahal di setiap ada kesempatan, Calvin selalu mendekat padanya, bagai magnet.
"Kak, kau sudah baikan?" tanya Calvin ketika melihat sang kakak berada di ruang makan bersama Ellice.
"Kakak sudah sehat. Kau jangan khawatir. Kau mau kemana Cal? Sudah rapi sekali? Apa kau benar sudah memiliki orang yang kau sukai Cal?" tanya Channing dan Calvin hanya tersenyum getir.
"Tidak ada kak. Aku ada urusan sebentar. Aku mau keluar dulu. Kakak jangan lupa minum obatnya."
"Kau tak ingin makan dulu Cal?" tanya Channing pada Calvin yang sudah akan pergi.
"Tidak kak, aku masih kenyang. Nanti saja kalau aku sudah pulang. Aku pergi dulu." Uvap sang adik dan berlalu pergi meninggalkan keduanya.
Ellice sangat merasakan jika Calvin sangat menghindarinya. Sekedar untuk melihatnya pun tak Calvin lakukan. Hatinya dilema kini. Lisannya memang tak pandai berucap.
'Cal, maafkan ucapanku pagi tadi.' ucap Ellice dalam hati, melihat kepergian Calvin.
***
"Tuan, sudah tuan jangan minum lagi." ucap Mario yang menahan botol champagne di tangan Calvin.
"Aku ingin minum lagi Mario jangan hentikan aku. Antony itu brengsek sekali. Bagaimana bisa dia bilang kalau tak sengaja mengatakan hal itu. Ck! Aku tak percaya dengannya. Di asti sengaja mrmberitahukan hal ini pada kakak."
"Tidak mungkin tuan. Tuan Antony tak akan mungkin bicara seperti itu. Saya mohon tuan, anda jangan mabuk seperti ini. Anda belum makan. Nanti anda sakit tuan. Dan bagaimana jika kakak anda tau kalau anda mabuk nanti ketika anda pulang? Beliau akan kecewa."
"Aku tak ingin pulang. Aku tak ingin pulang Mario. Ellice--dia ingin menggugurkan anak kami. Dia kenapa jahat padaku Mario. Apa salah jika aku ingin memiliki anak darinya?"
Calvin bukannya ada urusan. Dia hanya bertemu Antony, menanyakan kondisi sang kakak dan menuntut jawaban atas apa yang sudah Antony katakan pada kakaknya. Setelah itu ia ke apartemennya, karena tak ingin melihat Ellice.
"Mungkin nyonya Ellice tak berniat berkata seperti itu tuan. Jangan anda ambil hati ucapan nyonya. Itu hanya emosi sesaat. Hal seerti itu wajar di alami seorang wanita hamil. Karena emosinya selalu berubah-ubah tuan."
"Tapi itu sangat menyakitkan Mario. Awas, jangan ambil minumku." ucap Calvin dan menarik kembali botol champagne yang sudah ada di tangan Antony.
Ia minum sampai tumbah-tumpah membasahi kaos yang ia kenakan. Calvin juga melihat ponselnya yang tak berhenti berdering sejak tadi dari Mariana.
"Kau pergi saja sana. Aku tak suka dekat denganmu. Kau membuatku dan Ellice salah paham. Minggir kau!" lagi-lagi Calvin melempar ponselnya hingga hancur. Membuat Mario harus membelikannya yang baru lagi.
Karena tak bisa menghubungi Calvin, sekarang ponsel Mario yang di teror. "Maaf nona. Saya tak bisa menerima panggilan telpon anda."
"Kenapa semuanya menjadi seperti ini Mario? Aku tak ingin kehilangan mereka bertiga Mario. Aku tak mau Mario." akhirnya Calvin menangis. Ia sudah menahan semuanya. Hingga sekarang emosinya keluar.
"Dan kalian., apa yang kalian lakukan? Kenapa belum juga mengetahui siapa yang mengirimkan surat kaleng itu pada kakak? Hah?"
"Maaf tuan, kami sungguh mint maaf. Mereka sangat pintat bersembunyi dari kita Tapi sekarang bukan saatnya anda bertanya soal ini. sekarang saatnya anda memberikan minuman itu pada saya. Jika minum terlalu banyak, and akan sakit tuan. Apalagi anda belum makan."
"Aku hanya ingin melupakan kata-kata Ellice. Aku kecewa dengannya. Biarkan aku minum saja Mario. "
"Jika anda tidak berhenti, saya terpaksa akan menghubungi nyonya Ellice tuan."
Follow IG Author ya @frayanzstar